SAMPIT- Aksi pengeroyokan yang dilakukan delapan oknum anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) terhadap seorang pemuda Hr (20) pada Minggu (12/2) dan Senin (13/2) dini hari lalu, akhirnya berujung dibekukannya organisasi pencak silat tersebut.
Pembekuan cabang organisasi di bawah kepemimpinan Susanto itu, mempertimbangkan keamanan dan demi kondusifitas daerah. Selain itu dilatarbelakangi banyaknya gelombang desakan dari sejumlah pihak.
Keputusan ini muncul dalam rapat lintas sektoral di kantor Dewan Adat Dayak (DAD) Kotim, Jumat (28/2) lalu, dipimpin Bupati Kotim Supian Hadi dan Wakil Bupati Kotim M Taufiq Mukri.
Selain pembekuan sementara, pada tanggal 9 Maret mendatang juga akan digelar rapat lanjutan membahas desakan pembubaran organisasi ini di Kotim. Selain itu juga tanggal 20 Maret akan dilakukan sidang adat terhadap oknum PSHT Kotim yang rencananya akan dilakukan di DAD Kotim dengan menghadirkan 9 hakim adat.
Hal tersebut tertuang dalam kesimpulan rapat yang juga dihadiri Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) diantaranya Bupati Kotim, Dandim 1015 Letkol CZI Akhmad Safari, Kapolres Kotim AKBP M Rommel, dari Pengadilan Negeri Sampit, dan Kejaksaan Negeri Kotim, Ketua DAD Kotim, DAD Kalteng, Pengurus LMMDDKT Kotim, Fordayak, pihak PSHT, serta sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.
Bupati Kotim Supian Hadi mengatakan, pihaknya sudah menyepakati bersama berbagai pihak untuk membekukan kegiatan PSHT di Kotim termasuk kegiatan latihan di setiap ranting dan sejenisnya. Hal ini mengingat, pemerintah lebih memprioritaskan kondusifitas daerah.
”Terkait dengan rencana dan desakan untuk pembubaran organisasi tersebut, akan kami koordinasikan dengan FKPD melalui rapat tersendiri tertanggal 9 Maret nanti,”tegasnya.
Supian menyatakan dirinya mendukung penuh penegakan hukum adat di semua wilayah di Kotim ini. Dirinya tidak mau adat di kesampingkan. Maka dari itu dia mendukung proses hukum positif dan hukum adat yang akan dijadwalkan secara khusus oleh DAD Kotim itu dalam waktu dekat ini.
Supian juga menegaskan, mengenai gapura bercorak perguruan PSHT yang berada di jalan Sekar Arum bukan dibangun dari dana pemerintah daerah. Maka dari itu perlu diluruskan jika gapura yang kini sudah dihapus, dan sebelumnya ada corak PSHT tersebut.
”Saya mengucapkan terima kasih kepada tokoh-tokoh di Kotim yang bersama meredam untuk isu-isu dengan tujuan memelihara kondusifitas daerahnya. Selain itu, saya mengingatkan kepada seluruh pihak di Kotim untuk menjunjung tinggi adat-adat di Kotim,”imbuhnya.
Senada disampaikan Kapolres Kotim, AKBP M Rommel bahwasanya pembekuan sementara terhadap PSHT itu bukan tanpa dasar. Menurutnya pihak kepolisian menilai kondusifitas daerah menjadi pertimbangan aparat merekomendasikan pembekuan sementara tersebut.
Sementara itu, Dandim 1015 Sampit, Letkol CZI Akhmad Safari meminta agar masyarakat hendaknya jangan sampai terporvokasi lagi, atas persoalan ini.
Ditegaskannya, persoalan pengeroyokan oleh oknum PSHT itu kini sudah ditangani secara cermat dan hati-hati oleh pemerintah, kepolisian dan lembaga adat setempat. Untuk proses hukum pidana kini sudah ditangani Polres Kotim. Sementara itu untuk pelanggaran adat akan ditangani oleh lembaga adat yang berwenang.
Dirinya mengakui isu tersebut sempat direduksi dan menyeret ke beragam isu yang mengarah ke gesekan di masyarakat. ”Ada yang berupaya juga memancing di air keruh. Kami tegaskan jangan ada yang macam-macam,”ujar perwira menengah kelahiran Kotim ini.
Sementara itu, Ketua umum DAD KotimM Taufiq Mukri memastikan, mereka akan melaksanakan segala ketentuan adat atas kasus tersebut. Sehingga tidak perlu dikhawatirkan masyarakat, mengenai sanksi adat yang akan dijatuhkan kepada oknum pelaku pengeroyokan yang sudah dikeluarkan dari keanggotaan PSHT tersebut.
Sebelumnya, secara terpisah Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan, kasus penganiayaan tersebut murni criminal, tak terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Pihaknya meminta masyarakat memercayakan pada kepolisian.
”Kami pastikan prosesnya transparan sampai persidangan. Semua pelaku sudah tersangka dan dikenakan pasal penganiayaan serta sudah ditahan sesuai aturan hukum,” ujarnya.
Hendra menuturkan, pengeroyokan terjadi karena tersangka kesal ketika mengetahui korban, Hr (20), bercerita kepada temannya bahwa dia pernah belajar dan bagian dari PSHT di kampungnya. Delapan tersangka pengeroyokan lalu menginterogasi korban di kawasan ikon Patung Jelawat.
”Korban tidak bisa menunjukkan kartu anggota maupun bukti lain (sebagai anggota PSHT), hingga langsung keroyok pelaku,” tandasnya. (ang/gus)