SAMPIT – Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Supian Hadi menyampaikan ungkapan kekecewaan yang amat dalam atas aksi pemukulan yang dilakukan delapan oknum Perguruan Setia Hati Terate (PSHT) Februari lalu. Dia meminta semua warga PSHT agar tak lagi mencoreng organisasi tersebut.
”Saya sedih. Saya kecewa dan malu. Gara-gara segelintir orang yang melakukan keonaran, kita tidak mendengar lagu PSHT berkumandang,” kata Supian Hadi saat menghadiri kegiatan sosialisasi hasil sidang adat terhadap oknum PSHT di Padepokan PSHT Cabang Kotim, Minggu (4/10).
Kegiatan yang dihadiri Ketua Harian Adat Dayak Kotim Untung, Sekretaris DAD Kotim Halikinnor, dan pejabat pemerintahan di Kotim itu disambut antusias puluhan warga PSHT yang hadir malam itu.
Aksi pemukulan yang dilakukan delapan oknum PSHT sempat membuat Supian pesimistis PSHT Cabang Kotim tak dapat berdiri dan berlatih lagi di Kotim. Namun, dia bersyukur dan memuji masyarakat Dayak sebagai masyarakat yang ramah, santun, dan pemaaf.
”Saya salut dengan masyarakat Dayak yang dikenal ramah, santun, dan pemaaf memang terbukti. Kalau saja tidak ada jalan perdamaian, selamanya tidak ada PSHT di Kotim,” ujar Supian yang merupakan bagian dari warga PSHT.
Supian mengajak semua warga PSHT yang disebut-sebut merupakan perguruan terbesar di Kotim dengan pengikut hampir 20 ribu warga yang tersebar di 16 ranting, agar menjaga keamanan dan persatuan.
”Ingat warga PSHT dan semua perguruan bela diri yang ada di Kotim, jadilah pendekar sejati, ramah, santun, diganggu orang jangan main serang, tidak sombong, dan mau mengalah untuk kepentingan orang banyak,” ujarnya.
Dia mengancam seluruh warga PSHT yang membuat keonaran di Kotim akan dikeluarkan sebaai warga PSHT. ”Jadikan ini sebagai pembelajaran. Jangan lagi mencoreng nama baik PSHT! Siapa pun yang membuat keonaran di Kotim ini, kita keluarkan dari warga PSHT,” tegasnya.
Supian mengaku sebagai bupati pertama yang mencanangkan hukum adat dayak dan memberlakukannya sejak 7 Januari 2015 lalu. Namun, ternyata warganya sendiri yang melakukan pelanggaran adat istiadat di Kotim.
”Saya warga PSHT, saya bupati yang pertama mencanangkan hukum adat dayak berdiri kokoh di Kotim, tetapi warga saya sendiri yang tidak menjalankan adat istiadat. Itu saya malu sekali. Ingat, jangan lagi kita mencoreng nama PSHT. Itu harapan saya,” tegasnya.
Dia mengajak warga PSHT bersatu tanpa membeda-bedakan suku dan dan agama, serta dapat terlibat dalam pembangunan di Kotim. ”Membangun Kotim tidak harus dilakukan oleh bupati, sekda, dan jajaran di bawahnya. Warga PSHT juga terlibat untuk membangun Kotim. Kunci utamanya menjaga keamanan masyarakat itu bagian terpenting dari pembangunan,” ujarnya.
Tak lupa dia mengucapkan terima kasih kepada DAD dan seluruh tokoh adat Dayak di Kotim yang telah membuat keputusan perdamaian yang berkaitan erat dengan kelanjutan PSHT. Seperti diketahui, dalam hasil putusan sidang perdamaian adat pada Sabtu (26/9) lalu, delapan oknum anggota PSHT yang melakukan penganiyaan telah dijatuhi sanksi (singer) dengan denda 200 katiramu (jumlah sanksi) atau sebesar Rp 50 juta.
Sementara PSHT disanksi sebesar 400 katiramu atau sebesar Rp 100 juta dikarenakan lalai dalam mengawasi warga PSHT, sehingga terjadi pelanggaran hukum adat. ”Hasil keputusan terkait sanksi tetap berjalan dan kami meminta pihak kepolisian jalankan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Begitu juga dengan DAD agar menjalankan hukum adat dayak yang berlaku,” ujar Supian.
Atas kejadian penganiayaan tersebut, dirinya mewakili warga PSHT menyampaikan permohonan maaf khususnya kepada keluarga korban yang menjadi korban atas tindakan yang dilakukan oknum.
Dia juga berpesan agar warga PSHT sama-sama menghargai keputusan dan dapat mengambil hikmah sehingga dapat diberi kebebasan kembali untuk melakukan aktivitas serta berlatih.
”Warga PSHT harus ramah, santun dan taat terhadap hukum adat dayak dimana kita berpijak. Jadilah pendekar sejati yang suka mengalah demi kepentingan bersama,” pungkasnya. (hgn/ign)