SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Kamis, 10 September 2020 13:43
Warga Tehang Minta BPN Tangguhkan Proses Kadastral
Gahara, kuasa dari warga Tehang

SAMPIT – Sengketa antara warga dan perusahaan perkebunan seakan tidak ada habisnya. Kariya cs, warga Desa Tehang, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), melayangkan surat kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotim, meminta agar pengajuan peta kadastral perusahaan yang bersengketa dengan mereka ditangguhkan.

Perusahaan tersebut tengah mengajukan pendaftaran kadastral (untuk pengelolaan hak atas tanah, nilai tanah, dan pemanfaatan tanah, Red) kepada BPN Kotim guna mendapatkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU).

”Kami minta agar BPN menangguhkan proses kadastral perusaahan tersebut, karena sengketa lahan yang terjadi beberapa waktu lalu sampai kini belum selesai," kata Gahara, kuasa dari warga Tehang, Rabu (9/9).

Gahara mengaku telah menyurati BPN beberapa hari lalu. Surat itu sekaligus menindaklanjuti surat mereka tertanggal 13 Agustus 2020 perihal penangguhan tanda tangan peta kadastral yang ditujukan kepada Camat Parenggean dan Kades Tehang, karena lahan yang diklaim belum ada penyelesaian dan agar ditangguhkan.

Dia menjelaskan, areal pemetaan itu masuk dalam kawasan Desa Tehang seluas 281,5 hektare, sebagaimana bukti peta lokasi serta titik koordinat yang turut dilampirkan dalam bukti surat tersebut.

”Kami minta perusahaan menyelesaikan permasalahan ini, jangan buat berlarut-larut. Kami minta BPN jangan sampai menerbitkan peta kadastral sepanjang belum clear masalah ini," tegasnya.

Sengketa lahan antara salah satu perkebunan kelapa sawit dengan warga Desa Tehang itu terjadi sejak 2006 dengan kelompok Kariya Cs. Awalnya, warga Desa Hanjalipan mendatangi Kariya yang saat itu menjabat sebagai Kades Tehang, meminta bantuan untuk mengurus lahan mereka yang masuk areal Desa Tehang yang bersengketa dengan salah satu perusahaan sawit tanpa ganti rugi.

Sampai tahun 2008, tidak ada juga penyelesaian hingga akhirnya warga Hanjalipan menjual lahan mereka seluas 56 hektare kepada Kariya. Pada 2017, Kariya melakukan klaim lahan atas tanahnya bersama warga yang memiliki lahan dengan total luasan 281,5 hektare.

Hingga terjadi pertemuan antara mereka dan perusahaan, serta pihak desa dan kecamatan dan dilakukan beberapa kali pertemuan pada 14 Oktober, 1 September, 14 November, dan 24 November 2020 tanpa ada kesepakatan.

Pada Februari 2018, warga memasang hinting pali, namun dilepas setelah ada kesepakatan ganti rugi dan dilakukan pertemuan pada 1 Agustus 2018. Warga meminta ganti rugi Rp 15 juta per hektare, sementara perusahaan hanya sanggup Rp 7 juta per hektare.

Selanjutnya dilakukan pertemuan, namun tidak ada kesepakatan. Hanya saja, saat itu warga minta ganti rugi per hektare lahan mereka Rp 12,5 juta dan perusahaan menyanggupi Rp 8 per hektare. Pada 17 Juli 2019, Kariya Cs ditangkap di Jakarta dengan laporan dugaan pemerasan oleh perusahaan, namun akhirnya dilepas dan kini tidak jelas proses kasusnya.

”Nah, sekarang sudah berjalan setahun lebih dari kasus penangkapan itu, muncul perusahaan mengajukan peta kadastral kepada BPN. Ini yang kami minta agar ditangguhkan. Bayangkan, tahun tanam 2005, sekarang 2020, artinya selama 15 tahun PT tidak mengantongi HGU" tegasnya. (ang/ign)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers