PALANGKA RAYA – Perlawanan terus diberikan sejumlah warga Jalan Hiu Putih untuk mempertahankan kepemilikan lahannya. Mereka menegaskan akan berjuang sampai titik darah penghabisan demi haknya. Pihaknya juga siap menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menerbitkan sertifikat atas nama orang lain di atas lahan mereka.
”Kami akan perjuangkan terus. Kami minta juga diusut penertiban SKT (surat keterangan tanah) atau sertifikat yang sudah ada. BPN juga nanti akan kami gugat,” ujar Madie G Sius, salah seorang warga yang protes lahannya akan diserobot, Senin (22/3).
Menurut Madie, serangan terhadap pihaknya agar segera melepas tanah yang diperjuangkan juga dilakukan dengan menuduh bahwa mereka menggunakan verklaring palsu. Madie membantah keras tuduhan itu. Pihaknya siap verklaring tersebut keasliannya.
”Nanti bisa dibuktikan di pengadilan. Asal diketahui, verklaring yang ada ini pernah dijadikan alat bukti di pengadilan hingga berhasil diputuskan dan kami menang,” tegasnya.
Menurut Madie, verklaring yang dimiliki pihaknya dikeluarkan Pemerintah Indonesia dan telah teridentifikasi. Verklaring merupakan legalitas kepemilikan lahan puluhan tahun silam yang saat itu hanya mengenal dokumen tersebut. Tanah yang diklaim pihaknya merupakan warisan, sehingga hanya memiliki verklaring.
Dia menegaskan, keaslian verklaring tersebut dibuktikan dengan surat pengakuan dari Damang Kepala Adat Wilayah Jekan Raya, Palangka Raya, dan telah didaftarkan di Lembaga Adat Kedamangan Wilayah Jekan Raya pada Agustus 2011. Terbaru, pada November 2020, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah telah mengonfirmasi tanah milik Goening Sius.
”Tanah tersebut berada pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi. Kemudian, lahan tersebut aman, tidak bersengketa dan sudah diusulkan Pemerintah Kota Palangka Raya melalui program TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria). Jadi, jangan menyamakan antara surat verklaring yang dikeluarkan kolonial Belanda dan verklaring yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia,” tegasnya.
Dia melanjutkan, pihaknya siap terbuka dan meminta pihak pengklaim lahan juga terbuka. Baik dalam dokumen tanah, termasuk warkah tanah. ”Kami juga meminta mengusut sertifikat yang sudah ada. BPN jangan sembarangan. Mari dibuktikan ke pengadilan siapa yang salah dan benar dan siapa yang menjadi mafia tanah sesungguhnya,” tegas Madie.
Madie semakin yakin kepemilikan tanah tersebut setelah adanya jual beli sertifikat oleh oknum BPN Kota Palangka Raya. Menurutnya, ada satu pemegang sertifikat secara sadar diri menyerahkan sertifikatnya ke warga Jalan Hiu Putih.
Pada warga, pemilik sertifikat mengaku membeli surat tersebut sebesar Rp 80 juta pada tahun 1994. Lalu dikeluarkan sertifikatnya tahun 2000. ”Sertifikat ini asli dikeluarkan BPN Palangka Raya. Di dalam sertifikat tidak tertera lokasi lahan maupun nomor identifikasi bidang tanah (NIB). Pokoknya kami akan terus mempertahankannya,” tegasnya.
Sebelumnya, Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Palangka Raya membantah tudingan masyarakat terkait dugaan permainan mafia tanah dalam konflik lahan di wilayah itu. Instansi itu menegaskan, telah sesuai prosedur dalam penerbitan sertifikat.
”Penerbitan sertifikat sudah melalui berbagai proses, berupa pengukuran, pemeriksaan tanah, sampai menerbitkan SK pembelian tanah hingga akhirnya terbit sertifikat. Kami memproses sesuai dokumen yang diserahkan,” tegas Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Kota Palangka Raya Budhy Sutrisno, Senin (1/3) lalu.
Menurut Budhy, meski telah memproses sesuai prosedur, apabila dalam dokumen pengajuan sertifikat yang diajukan warga ada dugaan palsu, hal tersebut bukan wewenang pihaknya. Dia juga menegaskan, penerbitan sertifikat tak mungkin salah lokasi karena sudah melalui berbagai tahapan.
Mengenai penerbitan sebanyak 150 sertifikat di Jalan Hiu Putih dan Banteng, Budhy menuturkan, sertifikat diterbitkan sesuai prosedur, termasuk melibatkan lurah dan lainnya. ”Jadi, semua sudah sesuai,” tegasnya.
Lebih lanjut Budhy mengatakan, adanya penerbitan sertifikat di lahan yang diklaim orang lain, merupakan salah satu permasalahan tanah. Pihaknya tak mengetahui karena hanya lembaga administrasi.
Budhy juga membantah tudingan adanya oknum BPN yang ikut bermain dalam masalah tanah. ”Jika disebutkan oknum, siapa oknumnya? Saya membantah kalau dianggap ada oknum mafia tanah di BPN,” ujarnya. (daq/ign)