PALANGKA RAYA – Sengketa lahan di Kota Palangka Raya berujung pada aksi kekerasan. Anggota Kelompok Tani Perkebunan Karet Rakyat Hapakat, Anang Kosim, menjadi korban penganiayaan. Dia dibacok menggunakan parang. Bahkan, petani tersebut sempat ditodong pistol.
Peristiwa itu terjadi di Jalan Karanggan, Sabtu (6/2) lalu. Sejumlah orang mendatangi Anang Kosim dan membicarakan persoalan patok lahan. Namun, tak berselang lama, Anang Kosim justru dibacok di bagian punggung dan lengan. Dia juga melihat seseorang menodongkan pistol padanya.
Merasa nyawanya terancam, korban langsung berlari sambil meminta tolong. Sejumlah rekannya yang mendengar teriakan Anang, langsung memberikan pertolongan. Kejadian itu lalu dilaporkan ke polisi.
Informasi yang dihimpun Radar Sampit, persoalan itu bermuara pada lahan yang dikelola Kelompok Tani Perkebunan Karet Rakyat Hapakat dipermasalahkan oleh pihak lain. Sekretaris Kelompok Tani Aspandi mengatakan, pihaknya memiliki bukti penguasaan lahan berupa surat izin menggarap tahun 1985, Surat Keterangan Tanah (SKT) tahun 1987, serta segel induk tahun 1959.
”Kami ini legal. Dalam persoalan lahan ini, sudah ada empat kali insiden dari tahun 2014 hingga 2021. Pernah diserbu pakai parang. Termasuk yang baru dialami Anang Kosim. Atas hal itu, kami meminta polisi serius melakukan penyelidikan. Ini sudah sangat mengancam nyawa,” ujar Aspandi, Rabu (10/2).
Aspandi menuturkan, klaim lahan oleh pihak lain tersebut terjadi beberapa kali. Saat dilakukan mediasi, pihak yang mencoba mengklaim lahan seluas seperempat hektare diminta datang ke lokasi bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pengukuran.
Menurut Aspandi, penganiayaan terhadap Anang diduga bermula saat seseorang dari kelompok itu berniat memasang plang nama di lahan mereka. Namun, Anang justru dianiaya.
”Anang Kosim menderita luka di tangan, leher, dan punggung. Mereka yang menyerang dan melakukan penganiayaan waktu itu diperkirakan 12 orang. Kami meminta kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini,” tegasnya.
Dia menambahkan, aksi penyerangan dan penganiayaan oleh sekelompok orang yang diduga preman suruhan seseorang tersebut sudah berlangsung sejak 2014. Pihaknya memiliki lahan seluas 582 hektare di Jalan Karanggan yang dimiliki sebanyak 252 anggota.
”Kami siap membuktikan. Kini kami hanya berharap pada proses hukum. Kami sudah pernah juga dilaporkan, tetapi bisa dibuktikan sesuai aturan hukum,” ungkapnya.
Aspandi menambahkan, pihaknya tidak serta merta menguasai lahan tersebut. Apabila persoalan itu diselesaikan secara kekeluargaan, dia meminta pemerintah turun tangan agar ada solusi yang adil dan tak merugikan pihaknya.
”Kami sudah bersurat beberapa kali ke pemerintah untuk meminta bantuan mediasi, namun tidak ditanggapi. Kami tidak ingin kejadian ini terus berulang, di mana beberapa pihak mencoba mengklaim lahan menggunakan cara kekerasan dan aksi premanisme,” katanya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Palangka Raya Kompol Todoan Agung Gultom mengatakan, pihaknya masih melakukan pendalaman terkait kasus tersebut. Beberapa saksi maupun korban telah dimintai keterangan.
”Pasti ditindaklanjuti dan saat ini saksi-saksi masih diperiksa. Terlapor juga nanti segera dipanggil kembali,” tandasnya. (daq/ign)