SAMPIT - Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) terkait permasalahan PT Karya Makmur Abadi (KMA) dengan Koperasi Garuda Bersama berakhir tanpa ada kesepakatan. Bahkan, Legal PT KMA Yasmin di usir dari ruang rapat. Pasalnya saat ditanyakan terkait Hak Guna Usaha (HGU), Yasmin tidak bisa menjawab.
"Dalam undangan kami yang wajib hadir itu yang bisa memberi keputusan. Kalau yang hadir cuma kroco-kroconya, ditanya tidak bisa menjawab, tidak mengerti, apa gunanya? Jadi besok lagi kalau RDP, yang datang itu harus yang bisa memberi keputusan," ujar Sutik kemarin(16/2).
Dikatakan Sutik, perusahaan harus mengirim orang yang bisa mengambil keputusan agar jangan mengambang dan selalu beralasan akan disampaikan kepada pimpinan.
"Terus kapan selesainya masalah ini, keluhan masyarakat tidak akan bisa selesai kalau begitu. Kalau ada yang memberi keputusan di sini, pasti cepat selesai. Masalahnya pun tidak susah kalau perusahaan punya niat baik," tegasnya.
Sutik mengatakan, perusahaan mengirim perwakilan yang tidak mengerti apa-apa. "Yang dikirim tidak mengerti masalahnya. Wajar saja saya suruh keluar kalau tidak mengerti, apapun untuk masyarakat saya perjuangkan," ujarnya.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Kotim Agus Seruyantara yang memimpin rapat menyatakan RDP ditunda sampai perusahaan bisa memberikan kejelasan.
”Walaupun ada kuasa hukumnya, tapi tetap tidak bisa memberikan jawaban. Jadi hari ini belum ada kesimpulan," ungkapnya.
PT KMA meminta waktu tiga hari dan akan segera mengabari Komisi I. Setelah itu, Komisi I akan menjadwalkan RDP lanjutan.
Mantan Kepala Desa Pahirangan, Kecamatan Mentaya Hulu, M Abadi mengatakan bahwa saat dirinya menjadi kepala desa tidak mau tanda tangan izin PT KMA sebelum ada tim dari pemerintahan yang turun untuk mengecek titik koordinat.
"Bisa saya pastikan bahwa SK Hak Guna Usaha (HGU) PT KMA ini tidak sesuai prosedur. Karena saya sudah pernah mengatakan untuk melakukan pengecekkan titik koordinat PT KMA, namun tidak ada BPN atau pemerintah yang datang," ungkapnya
Menurutnya, saat audit tahun 2011, lahan itu ada temuan. Namun saat itu pihak perusahaan menawarkan jangan dipermasalahkan dan sebagai gantinya akan diberikan lahan plasma.
"Kewajiban plasma 20 persen tidak direalisasikan, kemarin memang ada perjanjian damai namun perjanjian damai itu bukan berarti lahan plasma 20 persen itu ditiadakan. Itu sudah kewajiban mereka," tegasnya.
Kepala Desa Pahirangan M Wanson menambahkan, permasalahan sebenarnya terkait pencadangan lahan untuk Koperasi Garuda Maju Bersama."Jika selama 18 bulan sejak perjanjian dikeluarkan lahan untuk koperasi ini tidak dapat pelepasan kawasan hutan dari Kementrian Kehutanan, maka PT KMA harus menyerahkan sebagian lahan yang di dalam HGU sebesar 1.080,73 hektare untuk warga yang menjadi anggota koperasi," ungkap Wanson.(ang/yit)