PALANGKA RAYA – Dua bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalteng bakal memperebutkan suara pemilih sekitar 1,68 juta jiwa. Pertempuran sengit bakal terjadi di daerah dengan jumlah pemilih yang besar, yakni Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kapuas.
Jumlah pemilih sebesar 1,68 juta jiwa itu masih bisa berubah. Kemarin (16/9), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Tengah menetapkan daftar pemilihan sementara (DPS) Pilkada Kalteng 2020 sebanyak 1.682.731 orang.
”Berdasar rapat pleno pada hari Rabu, DPS Pilkada Kalteng psebanyak 1.682.723 orang," kata Ketua KPU Provinsi Kalimantan Tengah Harmain Ibrohim di Palangka Raya, Rabu.
DPS sebanyak itu tersebar di 13 kabupaten dan satu kota yang terdiri dari 863.499 laki-laki dan 819.224 perempuan. Empat daerah dengan suara pemilih sangat besar, yakni Kotim 261.403 jiwa, Kapuas 255.239 jiwa, Palangka Raya 181.019 jiwa, dan Kotawaringin Barat 175.588 jiwa.
”Hasil DPS merupakan pencocokan dan penelitian (coklit) di lapangan oleh PPDP terhadap data yang diserahkan Kemendagri sebanyak 1.842.200 orang," kata Harmain.
DPS yang telah ditetapkan tersebut, kata Harmain, akan segera diumumkan di tempat-tempat strategis, seperti kelurahan dan RT. Dia berharap masyarakat mengecek namanya di daftar pemilih. Jika belum masuk, agar segera melapor ke PPS selama waktu atau tahapan tanggapan masyarakat terkait DPS mulai 19 - 28 September 2020.
Sementara itu, pertarungan antarpendukung dua kubu di media sosial kian sengit. Mereka silih berganti menggempur pesaing jagoannya dengan mengeksploitasi berbagai kelemahan bakal calon. Media sosial dinilai sebagai salah satu sarana efektif menggalang dukungan, terutama pemilih milenial yang rata-rata merupakan pengguna internet.
Rawan Covid-19
Ketentuan kampanye yang masih memperbolehkan kegiatan pengumpulan massa di masa pandemi mendapat sorotan. Sebagaimana diketahui, dalam Peraturan KPU nomor 10 tahun 2020 tentang Pilkada di masa pandemi, sejumlah kegiatan masih diperbolehkan seperti pentas seni, panen raya, jalan santai, sepeda santai hingga konser musik.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi meminta PKPU tersebut dikaji ulang. Sebab kegiatan semacam itu berpotensi mempersulit upaya dalam mengontrol persebaran virus Covid-19. Meskipun dalam ketentuannya semua kegiatan tersebut dibatasi massanya maksimal 100 orang, dia tak yakin bisa dilaksanakan.
Sebab jika merujuk tahapan pendaftaran saja, dalam praktiknya ada banyak pelanggaran. Meskipun PKPU sudah memberikan batasan. "Evalausi atas pelaksanaan tahapan pendaftaran Bapaslon pada awal September kemarin, rasanya sulit menerapkan Protokol Kesehatan Covid-19 melalui kegiatan konser musik," jelas Arwani, kemarin (16/9).
Dia mencontohkan, sejumlah acara konser musik lain yang bersifat komersial saja sudah banyak dibatalkan. Atau paling tidak ditunda sepanjang 2020 ini demi menekan angka persebaran Covid-19. Dengan demikian, tidak layak jika diacara pillkada masih diperbolehkan.
Untuk itu, politisi PPP itu mengimbau KPU sebagai penyelenggara perlu menyesuaikan bentuk-bentuk kampanye yang diperbolehkan dengan situasi pandemi. Dia meminta agar KPU aturan yang memperbolehkan konser musik dan sejenisnya dibatalkan. "Semua kegiatan yang dibolehkan basisnya adalah penerapan protokol kesehatan," tegasnya.
Sementara itu, Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, sebetulnya pihaknya ingin mendesain kampanye seideal mungkin untuk kondisi pandemi. Namun, pihaknya tidak bisa serta merta menghapus jenis-jenis kampanye mengingat sudah diatur dalam UU 10 Tahun 2016.
"Bentuk-bentuk kampanye sudah diatur di situ, tentu KPU tak bisa mengubah dan meniadakannya," ujarnya. Kecuali dilakukan revisi terhadap UU Pilkada terlebih dahulu.
Yang bisa dilakukan KPU, lanjut dia, adalah meminimalisir potensi penyebaran virus Covid-19 dalam setiap kegiatan. Oleh karenanya, dalam PKPU diatur batas maksimal 100 orang, menerapkan protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan Satgas penanganan Covid-19 di daerah masing-masing.
Raka menambahkan, syarat koordinasi dengan Satgas diharapkan dapat memberikan aspek peninjauan atau kelayakan menggelar acara dengan massa di sebuah daerah. Nantinya, Satgas yang akan menentukan apakah dapat digelar secara langsung atau cukup melalui online.
"Kami mendorong pemanfaatan teknologi informasi," kata mantan anggota Bawaslu Provinsi Bali tersebut.
Sementara itu, Peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay menyarankan agar pelaksanaan pilkada ditunda sementara. Hal itu dibutuhkan untuk memperbaiki persiapannya. Termasuk dalam hal kesiapan regulasi.
"Baiknya kita stop dulu, kita rapihkan dulu apa yang mau kita lakukan," kata Hadar yang juga mantan Komisioner KPU RI.
Diakuinya, ada banyak regulasi yang harus dibenahi dan disesuaikan dengan kondisi pandemi. Dan itu harus dilakukan di level UU Pilkada. Bahkan jika diperlukan, bisa berbentuk Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang).
Salah satu norma yang harus diubah adalah aturan kampanye. Sebab jenis kampanye UU Pilkada saat ini masih tatap muka. "Perlu mengurangi atau bahkan menghilangkan pertemuan-pertemuan langsung yang bisa menciptakan kerumunan," imbuhnya.
Diakuinya, meski ada pembatasan, namun instrumen yang ada saat ini belum cukup kuat untuk melakukan penertiban. Sebab, kondisi sosial masyarakat Indonesia dalam berdemokrasi sangat khas dengan kerumunan. (far/deb/jpg/ant/ign)