SUKAMARA – Rotan menjadi salah satu hasil bumi di Kalimantan. Namun semakin berkurangnya kawasan hutan karena pembukaan areal perkebunan maupun kebakaran hutan, membuat keberadaan komoditas “tali hutan” ini kian berkurang. Saat ini di wilayah Sukamara, masih ada warga yang menanam dan memelihara rotan dan hasilnya digunakan untuk keperluan kerajinan lokal.
Pemanfaatan rotan ini masih dilakoni sebagian warga Sukamara. Beberapa warga menekuni kerajinan pembuatan bahan mentah rotan menjadi bahan jadi untuk dipasarkan, seperti bakul, tas, tikar, tangkalang, tangguk hingga sandal. Namun sayangnya, jangkauan pemasaran kerajinan tangan masih sebatas lokal Sukamara.
Salah seorang pengrajin anyaman rotan di Desa Karta Mulia Kecamatan Sukamara Tiyoi menceritakan, sudah cukup lama ia melakoni kerajinan tersebut, sehingga teknik dan waktu pengerjaan pembuatan sudah faham. Misalnya pembuatan Tangkalang dan Tangguk biasanya memerlukan waktu 2 hari. Tangkalang dan tangguk yang dibuat dijual kepada warga sekitar.
”Harga Tangkalang dijual Rp 100 Ribu dan peminat alat tangkap ikan ini cukup banyak. Biasanya warga yang ingin membeli pesan terlebih dahulu,” cerita Tiyoi.
Hasil dari penjualan kerajinan tangannya tersebut, meski tidak banyak namun cukup membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Apalagi ketika musim ikan bermunculan seperti sekarang ini, banyak warga yang datang membeli ke tempatnya.”Sekarang musim ikan sungai, banyak yang datang membeli tangkalang dan tangguk,” tukasnya.
Sementara tu, salah seorang warga mengaku membutuhkan tangguk untuk mencari udang-udang kecil di sungai sebagai umpan udang besar. Tangguk buatan Tiyoi cukup bagus dan kuat serta tahan lama jika dibandingkan menggunakan penangkap ikan berbahan plastik.
”Penggunaan bisa bertahun-tahun baru akan rusak. Makanya saya membeli Tangguk dari rotan dibanding berbahan plastik,” ujar Suki, salah seorang warga.(fzr/gus)