SAMPIT – Pelaksanaan rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara pada Pilkada Kalteng dan Kotim tingkat kabupaten di 17 kecamatan se-Kotim akhirnya selesai. Pantauan Radar Sampit, pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kotim pada Selasa (15/12) berlangsung lancar.
Sekitar pukul 09.30 WIB rekapitulasi penghitungan suara dilanjutkan di Kecamatan Telaga Antang, Mentaya Hulu, dan Mentaya Hilir Utara (MHU). KPU Kotim sempat melakukan skorsing waktu untuk istirahat dan dilanjutkan Kecamatan Baamang dan MB Ketapang hingga sore hari dan selesai sekitar pukul 17.15 WIB.
Banyaknya beberapa data yang dikoreksi di Kecamatan MB Ketapang membuat proses rekapitulasi sempat diistirahatkan sekitar 20 menit dan dilanjutkan kembali. Namun, mendekati detik pengesahan ketok palu oleh Ketua KPU Kotim Siti Fathonah Purnaningsih, situasi memanas.
Tensi mulai memuncak setelah saksi paslon 04 Muhammad Rudini-Samsudin menyampaikan keberatan dan ketidakpuasan terhadap kinerja KPU Kotim, tepatnya jajaran KPPS yang bertugas di tempat pemungutan suara (TPS) yang dinilai lalai menjalankan tugas. Pasalnya, banyak data yang keliru ditulis dan terdapat kesalahan dalam penulisan yang menimbulkan adanya indikasi pelanggaran administrasi sehingga membuat rekapitulasi di tingkat kecamatan hingga kabupaten beberapa kali harus dikoreksi.
”Apa gunanya rekapitulasi di tingkat kecamatan dilakukan kalau saat pelaksanaan rekapitulasi di kabupaten saja masih banyak beberapa kali koreksi," ucap Hary Kuswanto, Saksi Paslon 04.
Hary menyampaikan fakta kejadian yang dialaminya setelah membaca berkas C-1 yang ditulis di tingkat PPS, PPK di MB Ketapang hingga proses rekapitulasi di tingkat PPK yang diikutinya.
Dia menemukan dugaan pelanggaran administrasi dan prosedur di tingkat KPPS. Di antaranya, lampiran C1 ditulis oleh saksi yang seharusnya menjadi tugas KPPS, sehingga membuat terjadi kesalahan input data dan mengakibatkan angka tidak valid.
Di samping itu, menurutnya, PPK tidak berwenang melakukan paraf revisi yang menjadi tugas KPPS atas revisi kesalahan tiap TPS. ”Banyak juga ditemukan warga yang tidak mengisi daftar hadir di tiap TPS," tuturnya.
Dia juga nampak kesal dengan PPK yang menolak permintaan saksi paslon 02, 03, dan 04 untuk melakukan pembukaan kotak suara dan surat suara sebagai tindakan pencocokan data fisik dengan lampiran C1. ”Ada juga ditemukan pula form A5 yang dibuka diluar kotak suara tersegel dibeberapa TPS," ungkapnya.
Hary mengatakan, akibat tidak diperkenankan PPK melakukan cek fisik sesuai lampiran C1, terbukti salah satu contoh di TPS 15 Kelurahan Sawahan ditemukan penambahan surat suara yang tidak sesuai antara data fisik dan hasil perolehan.
”Kami menduga TPS yang lain kemungkinan selalu menolak dilakukan pengecekan, sehingga data yang dihasilkan banyak yang tidak sesuai," ujarnya.
Pada TPS 15 Kelurahan Sawahan, dia juga menemukan warga yang berdomisili di luar Kotim dan Kalteng dan dapat melakukan pemilihan di TPS 15. ”Kami dari pihak paslon 04 menginginkan adanya penghitungan ulang dengan adanya kejanggalan ini," katanya.
Fredi Mardani, Tim Advokasi sekaligus saksi paslon 04 menambahkan, tidak adanya keterbukaan dari KPU Kotim dalam memberikan data asli. ”Ada beberapa hal yang membuat kami keberatan. Kami tidak mempersoalkan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Kami hanya berharap KPU bisa terbuka memberikan atau menunjukkan data yang sebenarnya," tegas Fredi.
Dia menduga ada mobilisasi penggunaan KTP-el . Pasalnya, dia melihat ada lebih dari dua ribu warga Kotim membuat KTP-el baru.
”Kami menduga adanya mobilisasi penggunaan KTP yang tidak terdaftar dalam DPT, DPTb, Dpph. Dalam pendaftaran warga tentu ada prosesnya. Kami ingin tahu di TPS 15 ada 55 warga pendatang yang membuat A5. Apa betul mereka penduduk setempat? Saya menemukan ada warga asal Balikpapan yang masuk. Harusnya data yang bukan warga Kotim dan Kalteng ini dikurangi, tidak bisa melakukan pemilihan," ujarnya.
Atas dugaan pelanggaran administrasi tersebut, dia akan melakukan tindakan hukum agar persoalan tersebut dapat diselesaikan. ”Kami ingin sikap nyata dari KPU Kotim. Kami sebenarnya ingin adanya keterbukaan data dari KPU. Kalau tidak kami akan sampai keberatan kami sesuai dengan aturan main yang diberikan nanti," tegasnya.
Menanggapi keberatan saksi, Siti Fathonah menjelaskan, dalam proses pelaksanaan pilkada, proses pemungutan suara, hingga tahapan rekapitulasi penghitungan suara dilaksanakan secara bersama-sama.
”Kami tidak bekerja sendiri. Bahwasanya rekapitulasi sudah dilaksanakan mulai di TPS, disaksikan oleh saksi, pengawas, KPPS dan semua berita acara sudah ditandatangani, sehingga rekapitulasi di tingkat kecamatan dapat dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku," tegasnya.
Berkaitan dengan adanya keberatan di tingkat kecamatan oleh jajaran PPK, Siti menjelaskan, tidak ada penolakan dalam penyelesaian dugaan pelanggaran administrasi, kecurangan, dan lainnya.
”Semua sudah dilaksanakan oleh KPPS sesuai prosedur. Memang ketika ada keberatan di tingkat kecamatan, PPK bukan menolak tetapi semua ada prosesnya karena pelaksanaan rekapitulasi ada jadwalnya selama empat hari, sehingga ketika ada yang keberatan itu diselesaikan di akhir seharusnya saksi menunggu. Kalau menyelesaikan persoalan keberatan akan menyita waktu dan rekapitulasi di TPS yang lain tidak selesai sehingga persoalan keberatan diselesaikan di akhir," jelasnya.
Siti menambahkan, apabila ada yang merasa keberatan, pihaknya telah menyediakan form keberatan khusus dan dapat diproses tiga hari setelah penetapan hasil pleno rekapitulasi penghitungan suara dilaksanakan. (hgn/ign)