SAMPIT – Sidang kasus penyelewengan BBM dengan terdakwa Paiman (51) cukup mengejutkan. Perkara yang ditangani di wilayah hukum Seruyan itu ternyata menyeret nama SPBU MT Haryono Sampit.
Sidang yang dipimpin hakim Gabriel Siallagan itu menghadirkan saksi dari pihak SPBU. Mulai dari Direktur SPBU H Dian, operator bernama Deny, hingga anggota kepolisian dari Polres Seruyan dan saksi ahli dari Palangka Raya.
Deny mengaku mendapat bagian dari pengisian tiap jeriken BBM itu sebesar Rp 5.000. Saat itu terdakwa membeli dengan 33 jeriken ukuran 33 liter BBM. Terdiri dari 27 jeriken BBM jenis premium (891 liter) dan enam jeriken BBM jenis solar (198 liter).
Pada 4 Juni 2015 lalu, sekitar pukul 04.30 WIB di Jalan Jenderal Sudirman kilometer 61 Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, terdakwa yang merupakan warga Jalan Tidar II A Sampit RT 11 RW 3 Kelurahan Baamang Barat itu ditangkap aparat Polres Seruyan. Dia diamankan bersama satu unit mobil nopol KH 1608 FF yang digunakan mengangkut BBM. Rencananya BBM itu di jual di wilayah tersebut.
Saksi dari pihak SPBU sempat dimarahi hakim lantaran terkesan menutup-nutupi tindakan tersebut. Padahal menurut hakim, jika mengacu pada pasal 55 KUHP, pihak SPBU bisa dijerat, termasuk pimpinan SPBU.
”Kalau sudah terjadi seperti ini, tidak ada yang perlu dilindungi dan ditutup-tutupi lagi. Kan tidak masuk akal keterangan saudara itu bilang tidak tahu,” kata hakim kepada Dian.
Karena dalam keterangannya, Dian mengaku tidak mengetahui siapa yang melayani pembelain BBM itu. ”Karena saat itu posisi saya sedang di Jakarta,” kata Dian beralasan.
”Kan gampang saja, tinggal saudara tanya siapa saat itu yang mengisinya. Kalau seperti ini artinya pembiaran namanya, kena saudara kalau pasal 55,” ungkap hakim lagi yang membuat saksi terdiam.
”Saudara baca koran enggak hari ini tadi, tiga PBS, salah satunya di Kotim, direktur utamanya jadi tersangka kasus pembakaran lahan. Yang namanya PT ini yang harus bertanggung jawab ya direkturnya,” tegas hakim lagi kepada saksi SPBU itu.
Tidak hanya itu, dari keterangan pihak SPBU itu juga jelas dikatakan kalau pihak SPBU melakukan pelanggaran bisa mendapatkan sanksi mulai dari peringatan, penutupan sementara, hingga pencabutan izin.
Sesuai aturan, juga SPBU tidak diperbolehkan melayani pembelian menggunakan jerikan terkecuali dengan membawa surat permohonan secara tertulis. Namun faktanya, Paiman berhasil mendapatkan puluhan jeriken BBM itu setelah ‘bermain’ dengan pihak operator.
Paiman dibincangi media ini tampak berkelit. Dia sendiri ogah membeberkan secara langsung berapa dia memberi sang operator saat itu. ”Saya enggak tahu berapa saya kasih dia (operator), karena saat itu saya membeli hitungan uang saja, saya kasih uangnya dan diisi,” ungkapnya.
Paiman mengaku biasa membeli BBM seperti itu di SPBU Jalan Jenderal Sudirman kilometer 3 Sampit. Namun karena saat itu tidak ada, dia langsung menuju ke SPBU MT Haryono.
Sementara dalam dakwaan JPU Kejari Kuala Pembuang Akwan Annas mengungkapkan, ratusan liter BBM Paiman itu didapat dari SPBU Jalan MT Haryono Sampit nomor 64.743.09 PT Sari Naskati Utama.
Saat dihentikan petugas dari Polres Seruyan yakni Irwandi dan Azis, terdakwa tidak bisa menunjukan surat izin angkut dan niaga BBM dari pemerintah. Tiap jeriken BBM jenis premium itu rencananya dijual dengan harga Rp 270 ribu atau Rp 8.181 per liternya. Sementara satu jeriken solar dijual seharga Rp 290 ribu atau Rp 8.787 per liter.
Atas perbuatannya itu, dalam dakwaan jaksa terdakwa dijerat dengan pasal 55 atau kedua pasal 55 huruf b UU nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Sidang dilanjutkan pekan mendatang. Hakim meminta Dian dan Deny dihadirkan kembali. (co/dwi)