SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Rabu, 03 Februari 2021 16:39
Mengapresiasi Lahan Basah Indonesia yang Semakin Kering
Dr. H. Joni,SH.MH

Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH

BEGITU PENTING, kawasan yang disebut sebagai lahan basah. Momentum untuk menjaga agar Kawasan ini tetap eksis, diperingati di seluruh penjuru bumi setiap tanggal 2 Februari. Sepi dari hingar bingar publikasi, karena memang tidak mempunyai nilai strategis secara sosial, sejatinya kita perlu mengapresiasi sebagai bagian dari proteksi terhadap lahan yang bisa dijadikan sebagai penyeimbang rona lingkungan ini.

Lahan Basah atau wetland  merupakan wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin.

Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem[1]. Di atas lahan basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan), seperti hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan lain-lain. Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak, ular, aneka jenis kodok, dan pelbagai macam ikan, hingga ke berbagai jenis burung.

Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan yang subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian. Baik sebagai lahan persawahan, lokasi pertambakan, maupun—di Indonesia—sebagai wilayah transmigrasi. Mengingat nilainya yang tinggi itu, di banyak negara lahan-lahan basah ini diawasi dengan ketat penggunaannya serta dimasukkan ke dalam berbabagi program konservasi dan rancangan pelestarian keanekaragaman hayati semisal Biodiversity Action Plan.

Keseimbangan Lingkungan

Bahwa peran ekosistem lahan basah sangat dibutuhkan bagi setiap negara nih teman-teman. Mengingat  lahirnya Hari Lahan Basah sedunia jatuh pada tanggal 2 Februari 1971. Tanggal 2 Februari diperingati sebagai hari Lahan Basah Sedunia, sebagai tindak lanjut telah disepakati dan ditandatanganinya suatu Konvensi Internasional (Perjanjian Internasional) tentang lahan basah, di kota Ramsar, Iran. Konvensi tersebut kemudian dikenal sebagai Konvensi Ramsar. Konvensi ini, pada awalnya fokus pada masalah burung air termasuk burung air migran, lalu berkembang kepada konservasi ekosistem lahan basah termasuk keanekaragaman hayati di dalamnya. Bahkan saat ini lebih bermulti fokus menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. 


Selain itu, tujuan dari konvensi ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kelestarian lahan basah demi menyelamatkan jiwa manusia, sekaligus ekosistem seluruh Kawasan bumi. Melihat kenyataan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa lahan basah adalah penyangga kehidupan. Lahan basah menurut Konvensi Ramsar dengan definisi yang luas, yaitu daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan alami atau buatan, tetap atau sementara, dengan air yang tergenang atau mengalir, tawar, payau atau asin. Termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut.


Indonesia masuk menjadi anggota Konvensi Ramsar pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Keppres 48 th 1991 yang merupakan Ratifikasi Konvensi Ramsar di Indonesia. Hal ini menandai semacam pengakuan terhadap strategisnya Kawasan lahan basah. Sebabnya, Kawasan ini secara fisik begitu banyak di Indonesia dan berfungsi sangat penting sebagaipenyangga keseimbangan lingkungan hidup. Dalam kaita ini, ada beberapa lahan basah yang wajib untuk dilindungi, diantaranya adalah sungai, dan gambut, Gambut juga harus dipertahankan karena mampu menyimpan karbon dua kali lipat dibanding karbon yang ada pada total seluruh hutan di dunia. Jika lahan gambut beralih fungsi maka pemanasan global juga akan semakin parah.


Untuk mencegah dampak lebih parah, sudah sejak lama WWD mensosialisasikan sejumlah teknik pencegahan bencana. Poin utamanya adalah memanfaatkan lahan basah untuk meminimalisir kerusakan alam. Misalnya, menjaga kelestarian pohon bakau hingga lahan gambut justru memiliki manfaat jangka panjang bernilai investasi tinggi bagi manusia maupun makhluk lainnya.
Sekaitan dengan hal di atas, beberapa kebijakan yang bisa diterapkan yakni kanalisasi sungai terutama di wilayah kota yang telah kritis demi mencegah banjir datang. Kawasan pohon bakau perlu dibersihkan dan dilindungi keberadaannya. Terumbu karang mesti dihindarkan dari efek negatif pemboman para nelayan pencari ikan. Melestarikan lahan basah adalah rumus terbaik untuk menekan bencana alam ataupun menghindarinya. Ini bisa dimulai dengan mengasah kesadaran tentang a betapa pentingnya keragaman dan keberadaan lahan basah di alam.

Lahan Basah Indonesia
Indonesia memiliki setidaknya 30 juta hektar lahan basah yang tersebar di berbagai pulau. Namun demikian berdasarkan catatan dari tahun ke tahun, lahan basah semakin berkurang. Lahan basah sudah banyak yang dikonversi menjadi daerah perkotaan, pemukiman, pertanian, dan eksploitasi lainnya. Bahkan Ibukota Indonesia pun dulunya adalah sebuah rawa yang berarti termasuk sebagai lahan basah. Apa lagi lahan gambut dan  hutan bakau atau mangrove, menjadi dua jenis lahan basah yang mengalami kerusakan serius di berbagai wilayah Indonesia terutama akhir akhir ini, yang disebabkan pula oleh terjadinya pemanasan global yang menimpa Kawasan buni secara umum.

Berdasarkan catatan, sebagaimana dirilis oleh Lembaga riset dan advokasi lingkungan hidup, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyebut penyempitan ekosistem lahan gambut yang kering itu menyebabkan kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah seperti Riau dan Kalimantan. Penyempitan tersebut terjadi akibat pengelolaan lahan tidak baik, yang tak mengikuti Peraturan Pemerintah (PP), dalam kaitan ini adalah PP No 71 tahun 2014, bahwa yang namanya fungsi lindung ekosistem gambut harus ditetapkan 30 persen dari Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Namun penerapan dalam peraturan daerah (Perda) malah jadi 0,4 persen saja.


Peran lahan gambut sebagai lahan pertanian semakin penting seiring dengan semakin terbatasnya ketersediaan lahan untuk perluasan areal pertanian. Namun karena lahan gambut juga berperan dalam menjaga kualitas lingkungan, terutama sebagai penyimpan karbon, penjaga keanekaragaman hayati dan pengatur tata air.


Dilema mendasar tentang hal ini, sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak adalah untuk tetap menciptakan secara tersistem keseimbangan pemanfaatan lahan, aspek lingkungan, pengelolaan lahan gambut untuk pertanian, aspek sosial-ekonomi dan kebijakan pemanfaatan lahan gambut secara komprehensif. Mengingat bahwa lahan basah sangat vital sebagai penjaga keseimbangan ekosistem daratan dan perairan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan flora dan fauna, untuk inilah diperlukan upaya pelestarian dan pemulihan lahan basah khususnya lahan gambut dan hutan bakau atau mangrove yang sudah mulai musnah di beberapa wilayah Indonesia saat ini.*(Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers