Hantaman dampak penyebaran pandemic virus korona benar-benar meluluhlantakan perekonomian dunia. Tak lepas, bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di wilayah Kota Palangka Raya. Salah satu contohnya, UMKM Perkumpulan Malima Energi Fokus Sejahtera (PMEFS) yang berkantor di Jalan Merak Palangka Raya
Dodi, Radar Palangka
Meski sangat terdampak, namun tak ada kata istilah menyerah bagi mereka pelaku UMKM. Saat dikunjungi Radar Sampit belum lama ini, mereka tetap bertahan di tengah hantaman ekonomi pandemi Covid-19 yang kian meluas.
Ketua PMEFS Aqiedah Wahyuni secara terang-terangan mengakui, bahwa omset penjualan di gerai UMKM yang dipimpinnya sangat menurut drastis .Menurutnya hal itu dampak berkepanjangan penyebaran Covid-19, terlebih saat pemerintah menerapkan Pemberlakukan Pembakatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)m di awal-awal penyebaran wabah tersebut.
”Omset sebelum Covid-19, kami bisa memperoleh penghasilan perbulan Rp 7 juta per satu jenis Abon yang diproduksi. Namun saat pandemik, apalagi ada kebijakan pemerintah ada pembatasan aktivitas , hanya mampu meraih omset Rp 1,8 juta hingga Rp 2 juta per bulan. Dan bukan lagi untuk per satu jenis makanan dan itupun tidak menentu,” ujar wanita 46 tahun ini.
Menurutnya, saat sebelum pandemi terjadi mereka bisa menaruh produk UMKM tersebut di pasaran serta di beberapa toko. Namun saat ini, hanya produk-produk andalan dan yang pasti laku saja yang diproduksi.
”Saat Covid19,kami memasarkan produk hanya sedikit dan itu pun by order. Artinya jika ada orderan maka kami akan produksi yang banyak. Tapi jika tidak maka hanya produksi untuk mempertahankan produk saja. Bayangkan dulu kami berani stok ke toko 30 bungkus. Tetap sekarang hanya 5 bungkus,” sebut Wahyuni.
Selain itu lanjutnya, saat ini produksi sudah sangat kurang, bahkan dampak Covid-19 kurangnya sampai 50 persen.Dulu sekali produksi 15 kilogram .Sekarang 5 kilogram per proses produksi. Padahal kapasitas mesin produksi abon mereka mampu 35 kilogram. Menurutnya, banyak kendala saat ini, termasuk minimnya modal kerja yang sangat berdampak hingga mempengaruhi pemasaran.
”Ada yang laku tapi tak bisa mengembalikan biaya produksi. Bahkan dulu sempat menitip di toko oleh-oleh hingga banyak tutup akhirnya expired. Bertahannya produk abon bisa 6 bulan. Dan kami tidak pakai pengawet,” terangnya.
Dipaparkannya, selama ini produk-produk yang dihasilkan merupakan olahan hasil perikanan. Berupa Abon Kandas Sarai Ikan Gabus, Kandas Sarai Ikan Patin, Abon Rendang, Pantin, otak-otak Ikan Bandeng, Pempek Ikan Gabus, Tenggiri, Bakso Ikan Gabus hingga Dendeng Ikan Patin dan produk ikan lainnya. Dengan harga sangat terjangkau dan original olahan ikan, tanpa bahan pengawet kimia.
Lebih lanjut Wahyuni menguraikan, ikan yang bisa diolah yakni Patin dan Haruan atau Gabus karena banyak dicari dan ketersediaan bahan. Ke depan mereka angkat menggunakan Lele lagi. ”Namun sekarang tak lagi berani memproduksi lebih banyak. Kecuali ada orderan. Seperti ada orderan oleh kementerian perikanan dalam acara safari gemar ikan 1.000 bungkus abon yang saat ini kami produksi,” sebutnya.
Menurut wanita ini, tidak hanya penurunan omset menjadi tantangan bagi UMKM. Tetapi juga pemasaran dalam kondisi saat ini, maka itu pihaknya selalu memiliki inovasi-inovasi produk tergantung permintaan atau perkembangan saat ini. Ia mengaku ini pemasaran masih sekitar kota, tapi mereka juga tawarkan via online, baik melalui platform onlineshop ternama, hingga bisa dikenal seluruh Indonesia, hingga ia mengaku pernah dibeli untuk oleh-oleh dibawa ke luar negeri, seperti Australia dan Jepang.
Wahyuni menambahkan, mereka saat ini mengandalkan modal yang ada dan manajemen sendiri. Dan PMEFS dibentuk tahun 2016 bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Sebelumnya, ia sendiri dan mandiri dengan memproduksi Abon Cempedak. Kemudian tahun 2015 didata Dinas Perikanan dan setahun diberi pembinaan hingga akhirnya terbentuk.
”Sampai sekarang dan tetap bertahan meskipun omset menurun drastis, tetapi kami para UMKM optimis terus bertahan. Makanya langkah bertahan di pandemic Covid-91 menerapkan varian produk,” sebutnya
Wahyuni juga menyatakan mereka akan terus bertahan, sebab masih melihat ada harapan. Hingga menganggap gempuran saat ini sebagai tantangan sambil mengikuti tren. ”Harapan kami pandemik segera berakhir. Kami juga berharap pemerintah bisa melakukan program rutin untuk membeli produk kami, agar UMKM ini bertahan. Sehingga modal terbuka dan ada kepastian pasar,” imbuhnya.
Sementara itu, salah satu pelaku UMKM Sri Makmurah (49), menyatakan tak berbeda jauh dengan ungkapan Wahyuni. Ia menilai saat ini ada kesedihan dan suka duka dalam menjalankan usaha mereka. Namun mereka tetap bertahan di tengah-tengah kondisi saat ini, apalagi dirinya adalah single parent.
”Kami berusaha untuk bertahan. Meskipun kemasan-kemasan pesan di Jawa. Sudah Halal dari MUI dan sertifikat BPOM. Semoga juga terus ada bantuan dari pemerintah dan BI. Tentunya kami tetap menjaga kualitas produk,” tandasnya. (daq/gus)