SAMPIT – Kebocoran minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Perairan Sungai Mentaya, kawasan Pelabuhan Bagendang, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur, mengancam kehidupan sungai itu. Kasus itu harus diusut tuntas secara tegas dan profesional, karena mengancam kehidupan manusia dan habitat di dalamnya.
”Sungai Mentaya merupakan sumber bahan baku untuk kebutuhan air masyarakat banyak. Hampir ratusan ribu penduduk masih bergantung pada sungai itu, sehingga ketika ada pencemaran, sudah sewajarnya dilakukan penindakan, sebab korbannya adalah masyarakat,” kata Ketua DPRD Kotim Rinie Anderson, Minggu (15/8).
Rinie menuturkan, penanganan yang profesional dan tegas terkait kasus itu harus dilakukan, karena jelas indikasinya ada unsur kelalaian. Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Sampit diminta berperan maksimal dalam kejadian itu.
”Hal itu karena KSOP mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran. Kami mendorong penegakan hukum serta penindakan dilakukan agar kejadian ini tidak terulang dan tidak dianggap main-main dengan sungai kita ini,” tegas Rinie.
Insiden dugaan kebocoran minyak CPO milik PT Agro Indomas dari sebuah tongkang di kawasan Pelabuhan Bagendang itu pertama kali diungkap Wakil Ketua DPRD Kotim Rudianur saat berkunjung ke Pelabuhan Bagendang yang dikelola PT Pelindo III Sampit. Dia melihat sendiri CPO mencemari perairan setempat pada Jumat (6/8) lalu.
Kejadian itu lalu ditindaklanjuti Komisi IV DPRD Kotim dengan mengunjungi lokasi didampingi pejabat dari KSOP Sampit dan Dinas Perhubungan Kotim pada Sabtu (7/8). Saat kunjungan itulah diketahui CPO yang mencemari Sungai Mentaya berasal dari sebuah tongkang yang retak pada bagian lambung. CPO kemudian merembes dan bocor ke sungai.
Ketua Komisi IV DPRD Kotim Muhammad Kurniawan Anwar mengatakan, KSOP Sampit sebagai pembina terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) harus bertindak tegas. Dia menyesalkan insiden itu terjadi, karena seharusnya ada dokumen yang harus disetujui semua pihak terkait sebelum melakukan proses pengisian CPO dari fasilitas penimbunan ke kapal.
”Yang jadi pertanyaan, apakah benar-benar dicek, sehingga proses pengisian CPO dapat dilaksanakan? Kami mengharapkan KSOP bisa menjalankan prosedur dengan baik dan sesuai ketentuan yang berlaku," tegas Kurniawan.
Menurutnya, KSOP Sampit bisa saja tidak menerbitkan izin gerak atau kegiatan bongkar muat di area lokasi kejadian. Bahkan, sudah semestinya tim dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menurunkan tim khusus untuk meninjau langsung masalah tersebut.
”Sesuai PP 21 Tahun 2010 Pasal 17, sudah menjelaskan tentang pencegahan pencemaran dari kegiatan di pelabuhan. Oleh sebab itu, kami selalu mengingatkan, bahwa standar operasional dan prosedur yang sifatnya preventif harus dilaksanakan dan jangan disepelekan,” katanya.
Sebelumnya, Bupati Kotim Halikinnor memerintahkan jajarannya segera bertindak dan mengecek kebocoran CPO di Sungai Mentaya. Dia berharap kasus itu diproses lebih lanjut. Masalah itu dinilai bukan perkara biasa, namun berpeluang dibawa ke ranah tindak pidana lingkungan. (ang/ign)