Oleh: Dr. Leila Mona Ganiem
‘Pemuda hari ini, Pemimpin masa depan’
Kalimat ini benar, tetapi kenapa harus menunggu masa depan? Para pemuda sudah kerap membuktikan kepemimpinannya!
Menengok sejarah, sejak dulu pemuda selalu hadir sebagai penyelamat bangsa. Sumpah Pemuda tahun 1928 adalah salah satu bukti nyata, pemuda dengan semangat patriotik mampu menjadi sumbu pemersatu Nusantara, dengan segala keberagamannya, untuk melawan penindasan penjajah.
Masa depan Indonesia bergantung pada kualitas karakter dan kompetensi generasi mudanya. Pemuda adalah manusia tangguh yang, dengan kemampuan dan akhlak mulianya, menjadi tumpuan pengganti generasi sebelumnya. Pemuda terdidik diharapkan mampu berfikir jernih sebagai penjaga nilai kebenaran dan kontrol sosial di masyarakat. Sebagai agen perubahan pemuda berpeluang bangkit, berinisiatif tanpa beban, beraspirasi untuk perubahan bermakna bagi bangsa.
Bukan hal yang absurd ketika Bung Karno berujar lantang, “Beri aku 10 Pemuda, niscaya akan kuguncang dunia!”. Saking rindunya pada sang proklamator, Gus Nas, sahabat saya, menulis pertanyaan pada Bung Karno: “Bung, di mana api revolusi itu kini? Bara cinta yang kau bakar. Palu semangat yang kau nyalakan untuk menggembleng sampai hancur lebur, lalu bangkit lagi. Menggembleng sampai hancur lebur, lalu bangkit lagi. Di mana semua itu kini?”
Jawabannya adalah teruskan Tanggung Jawab Sosial Individu anak bangsa membara!
Melalui tulisan ini, izinkan saya memperkenalkan konsep bernama PSR (Personal Social Responsibility), atau Tanggung Jawab Sosial Individu (Ganiem, Ambadar, Soekardjo, 2015). PSR adalah mindset, sikap dan perilaku. Kami menganggapnya sebagai kata kerja.
Dengan mendorong ber-PSR, kita menyentuh syaraf sosial seluruh anak bangsa untuk berdaya dan memberdayakan masyarakat. Bayangkan dampaknya jika mesin kepekaan sosial setiap warga negara, setidaknya para Pemuda, diaktifkan!
Pemuda yang ber-PSR akan berupaya mencapai keunggulan, bersikap atas dasar rasa hormat, melibatkan diri, peduli, bertoleransi, bersahabat, komunikatif, menyelesaikan masalah sosial secara kreatif, memberi perhatian serius pada pandangan orang lain serta bertindak nyata dalam kehidupan. Dengan jumlah 64,50 juta (BPS, 2020) pemuda-pemudi yang ber-PSR akan mampu membuat perubahan gemilang untuk Indonesia.
Sebaliknya, dengan jumlah yang cukup banyak, bahkan berpeluang makin bertambah oleh bonus demografi, jika tidak memiliki tanggung jawab sosial individu maka pemuda Indonesia akan menjadi beban dan ancaman bagi bangsa.
PSR dapat diekspresikan dengan berbuat kebaikan. Keelokan budi tersebut, yang meletakkan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri, dapat dilakukan dengan memberikan uang, barang, pemikiran, tenaga, waktu, atau perasaan. Tindakan ber-PSR adalah sukarela, membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan.
Semenjak Covid-19 yang sangat menular ada di muka bumi, cara kita bekerja, bersekolah, dan beribadah menjadi berubah. Meski virus adalah isu kesehatan, jika hanya tenaga kesehatan yang diharapkan berperan, maka kerugian bersama akan merebak dengan berlimpah. Solusinya, penyebaran virus yang massif dan menular, perlu dihadapi seluruh warga negara, terutama pemuda, dengan upaya kolektif. Tindakan efektif dari pemuda dapat menjadi solusi ampuh mengatasi Pandemi ini.
Semua pemuda, dengan latar belakang apapun, usia berapapun, miskin kaya, profesi apapun, sehat sakit, selalu dapat ber-PSR.
Dalam konteks Covid-19, bagaimana PSR dijalankan? Pemuda dapat berbagi uang, kebutuhan pokok, alat pelindung diri, mendonorkan darah atau plasma. Pemuda sebagai duta perubahan dapat berbagi pemikiran dengan cara mengedukasi publik tentang prokes melalui berbagai upaya kreatif; mengatasi infodemik atau hoax. Pemuda dapat berbagi tenaga dengan menjadi relawan Gugus Covid di wilayahnya. Pemuda dapat menebarkan optimisme dengan berbagai cara kreatif pada penderita Covid-19 atau anak-anak yang kehilangan orang tua, tidak menyebarkan stigma negatif pada penderita dan keluarga. Pemuda yang positif Covid-19, meskipun OTG-orang tanpa gejala, dapat menginformasikan kondisinya dan menghindari kontak dengan orang sehat.
Sangat banyak upaya berkhidmat terkait PSR untuk masyarakat lebih luas. Praktik PSR tidak secara eksklusif terpisah satu sama lain, bahkan saling terpadu.
PSR Pemuda sangat mungkin berhasil manakala terus ditumbuhkan dan disuburkan dengan berbagai alasan.
Pertama, sejumlah riset menyimpulkan 70% generasi milenial melakukan kegiatan volunteer, bahkan lebih besar dari generasi di atasnya.
Kedua, Indonesia yang berbudaya kolektivis dan religius, tolong menolong itu biasa. Bahkan, gotong-royong sebagai modal sosial berharga ini adalah inti sari dari dasar negara, Pancasila.
Ketiga, Kebaikan itu menular, membahagiakan dan menyehatkan pelakunya.
Keempat, Indonesia sudah membuktikan sendiri dan dikukuhkan dengan pengakuan internasional yaitu melalui Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index pada tahun 2018 dan tahun 2021, menempatkan Indonesia di posisi teratas sebagai negara paling murah hati di dunia. Lembaga lain yaitu Legatum Prosperity Index 2019 yang melakukan pemeringkatan pada 167 negara, menempatkan Indonesia di ranking ke-5 dunia dan rangking ke-1 di Asia Pasifik dalam partisipasi sipil serta sosial terkait tingkat sukarelawan untuk menolong sesama di masyarakat.
PSR atau Tanggung Jawab Sosial Individu, adalah bentuk nyata Bela Negara. Kita yang memiliki semangat bertanggung jawab sosial, akan menunjukkan patriotisme untuk senantiasa mempertahankan eksistensi negara tercinta.
Berbuat kebaikan adalah kebutuhan alamiah manusia, tak seorangpun boleh diabaikan potensinya untuk ber-PSR. Mari jadikan PSR sebagai gaya hidup.
Apa PSR-mu?
Dr. Leila Mona Ganiem
Motivator Nasional, Akademisi Komunikasi, Penulis Buku