Polresta Palangka Raya membongkar pembuatan kartu vaksin palsu. Dua pelaku diringkus dalam kasus tersebut. Ironisnya, pelaku pembuatan kartu vaksin palsu itu masih di bawah umur, 17 tahun.
Dua pelaku yang diciduk Sat Reskrim Polresta Palangka Raya adalah MP (25) dan SFH (17). Mereka diamankan bersama barang bukti berupa kartu vaksin yang sudah dicetak dan satu perangkat komputer bersama CPU.
Kedua pelaku memiliki peran berbeda. MP merupakan mahasiswa pengguna kartu vaksin palsu untuk mengelabui petugas saat pemeriksaan di pos penyekatan, sedangkan SFH yang membuat kartu vaksin palsu.
Modus pemalsuan dilakukan dengan mengganti nama dalam surat vaksin asli dengan nama pelaku, MP, yang belum divaksin. Pemalsuan itu terbongkar saat petugas melakukan pemeriksaan melalui aplikasi dan diketahui kartu vaksin yang dipegang pelaku palsu.
Kasat Reskrim Polresta Palangka Raya Kompol Todoan Agung Gultom, Kamis (9/9), mengatakan, terungkapnya bisnis ilegal itu ketika pada Juni lalu, MP yang kuliah di Universitas Palangka Raya melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN). Salah satu syaratnya adalah kartu sertifikat vaksin Covid-19.
MP yang tak memiliki kartu vaksin memutar otak. Ketika bertemu SFH, dia meminta remaja itu membuat kartu vaksin untuk syarat KKN dengan bayaran Rp 10 ribu. Keesokan harinya, kartu vaksin palsu itu dikirim melalui WhatsApp. Saat itu MP belum menggunakan kartu itu sebagai syarat KKN karena belum jelasnya jadwal kegiatan.
Pada Agustus, lanjut Gultom, MP mendapat informasi bahwa KKN akan digelar di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Namun, keberangkatan ditunda September. MP kembali menghubungi SFH, meminta dia mengirim lagi kartu vaksin palsu sebelumnya, karena kartu yang dikirim pertama tak bisa dibuka akibat memori ponselnya penuh.
Berbekal kartu vaksin palsu itu, MP berangkat KKN ke Desa Mambulau, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas. Ketika KKN selesai dan MP harus kembali ke Palangka Raya, dia tertahan di pos penyekatan pada Selasa (7/9) lalu. MP lalu menunjukkan kartu vaksin. Saat diperiksa registernya secara daring, kartu vaksin dengan namanya tak terdata.
Ketika diperiksa lebih mendalam, MP akhirnya mengakui kartu itu palsu. Dari pengembangan polisi, SFH ikut diciduk.
Gultom menambahkan, MP dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dengan ancaman enam tahun penjara. Sementara SFH, diancam hukuman penjara 12 tahun sesuai Pasal 51 UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Gultom mengungkapkan, SFH baru tiga kali membuat sertifikat vaksin palsu. Pihaknya masih melakukan pendalaman terkait kemungkinan adanya pengguna lain. ”Kami akan tegakkan aturan. Jangan memalsukan dan jangan main-main,” tegasnya, seraya menambahkan, SFH membuat kartu vaksin menggunakan komputer dan belajar secara otodidak.
Sementara itu, MP mengaku menggunakan kartu vaksin palsu itu untuk kepentingan KKN. Hal itu juga dilakukan lantaran sulitnya mendapatkan vaksin.
”Saya sudah berusaha mencari dan mendapatkan vaksin, tetapi tidak ada. Karena terdesak, saya mencari alternatif lain. Makanya dalam pikiran saya, yang penting ada. Tidak tahunya malah seperti ini. Saya menyesal,” ucapnya sambil menunduk. (daq/ign)