Skandal persalinan oknum bidan jadi sorotan publik di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Warga berharap masalah itu tak menguap begitu saja, alias hilang tanpa ada kejelasan. Pemkab Kotim yang menelusuri masalah itu diminta terbuka mengenai hasil pemeriksaan dan klarifikasi.
Dari beragam komentar warga di media sosial, skandal itu jadi sorotan karena persalinan menjadi salah satu pelayanan dasar kesehatan yang sangat diperlukan masyarakat. Tenaga kesehatan diminta tak seenaknya menetapkan tarif yang jauh dari normal hanya untuk menumpuk harta.
”Bidan jadi ujung tombak pelayanan pada warga yang ingin melahirkan. Jangan sampai warga justru dibuat semakin sakit dengan tarif persalinan yang mencekik. Pemkab Kotim juga harus terbuka apa pun hasil pemeriksaan oleh tim,” kata Rahman, warga Jalan HM Arsyad yang mengaku mengikuti terus kabar skandal persalinan itu, Rabu (29/9).
Rahman menegaskan, keterbukaan Pemkab Kotim sangat penting, karena masalah itu sudah jadi konsumsi publik. Selain itu, agar jadi pelajaran bagi bidan atau tenaga kesehatan lainnya supaya mematok tarif yang wajar dan tidak memberatkan masyarakat.
Sementara itu, sampai kemarin Radar Sampit belum bisa meminta komentar oknum bidan yang jadi sorotan. Saat didatangi di kediamannya, sekitar dua jam lebih wartawan koran ini menunggu, namun tak ada seorang pun yang melayani.
Mengutip penjelasan oknum bidan itu di salah satu media lokal di Kalteng, Tabengan, bidan berinisial E tersebut membantah skandal yang menimpanya. Dia menegaskan, pembayaran sebesar Rp 20,5 juta seperti yang diungkap keluarga pasien sebelumnya tak pernah terjadi.
”Itu kan hanya oret-oretan saja, bukan berarti sudah final. Karena kalau di sini untuk masalah biaya masih bisa dibicarakan. Kalau memang tidak mampu, pasti kami minta berapa saja sanggupnya, asalkan bilang saja,” ujarnya, Selasa (28/9) lalu. Menurutnya, pasien atas nama Senna tersebut dari awal memang telah memilih tempatnya praktik, mulai dari sebelum melahirkan. Awalnya baik-baik saja, namun dia tak menyangka masalah tarif tersebut tersebar di media sosial dan viral, sehingga berpotensi mencoreng nama baiknya.
”Mungkin ini ujian mas, ya. Padahal kami tidak mengikat mereka dengan biaya tersebut. Biayanya final di Rp 5 juta. Kami juga tidak berniat memberatkan pasien dan kami sudah bertemu baik-baik dengan keluarga pasien,” ujarnya.
Dia juga sempat menyesalkan pemberitaan Radar Sampit pada Selasa (29/9) lalu yang mengungkap masalah itu dengan jelas tanpa ada konfirmasi terhadapnya. Sebagai informasi, Radar Sampit sudah tiga hari belakangan ini berupaya meminta komentar bidan tersebut, namun yang bersangkutan sulit ditemui saat didatangi ke kediamannya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, skandal persalinan itu terjadi karena oknum bidan yang membuka praktik di wilayah Kecamatan Baamang tersebut disebut memasang tarif mencekik terhadap pasiennya. Tak hanya itu, ibu dan bayi yang ditangani sang bidan, harus mendapat perawatan intensif di RSUD dr Murjani Sampit.
Informasi itu berawal dari unggahan warganet di Instagram, Minggu (26/9). Unggahan itu menyebutkan secara lengkap kronologi kejadian yang dialami pasien. Hal yang bikin kaget, tarif yang diminta oknum bidan tersebut mencapai Rp 20 juta. Setelah kasus itu viral, biaya yang dibayar pasien akhirnya turun jauh hingga menjadi Rp 5 juta.
Enggan Berkomentar
Sementara itu, Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kotim Mursyidah enggan berkomentar terkait skandal persalinan oknum bidan tersebut. Ketika ditemui Radar Sampit, saat meninjau vaksinasi di Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Kotim, Mursyidah memilih menghindar.
”No komen. No komen. Saya sibuk!” ujarnya sambil menjauh.
Sementara itu, Dinas Kesehatan telah membentuk tim kecil yang terdiri dari Kabid Sumber Daya Kesehatan (SDK), Kabid Layanan Kesehatan (Yankes), Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kotim untuk turun ke lapangan berkaitan dengan kasus tersebut.
Plt Kepala Dinkes Kotim Umar Kaderi mengatakan, tim sudah mulai turun ke lapangan untuk konfirmasi dan klarifikasi. ”Mudah-mudahan dalam waktu dekat tim sudah selesai melaksanakan tugas, sehingga kami dapat data yang lebih akurat,” ujarnya.
Langkah selanjutnya, pihaknya akan melakukan rapat menentukan pelanggaran yang sesungguhnya dilakukan oknum bidan dimaksud. ”Serta menentukan rekomendasi apa yang diberikan Dinkes maupun oleh IBI sebagai organisasi profesi,” tandasnya. (yn/sir/ign)