Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mencatat ada 76 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mati suri alias tidak aktif. Dari total 168 desa di Kotim, 154 desa sudah membentuk BUMDes. Namun, hanya 78 desa yang diketahui aktif menjalankan usahanya.
“BUMDes yang terbentuk di Kotim masih kurang dari 50 persen. Kami mengharapkan setiap desa punya satu BUMDes,” kata Yulian Albert Siram, Tenaga Ahli Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kabupaten Kotim saat dijumpai dalam rapat koordinasi tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD) yang dilaksanakan di ruang Aula Pertemuan Setda Kotim, Selasa (5/10).
Yulian mengatakan, ada beberapa kendala yang menjadi persoalan tak beroperasinya BUMDes, diantaranya kendala dalam penyertaan modal, belum berbadan hukum, SDM yang belum berkompeten. “Bumdes ini belum berbadan hukum sehingga ketika mengakses pinjaman modal ke perbankan tidak bisa,” katanya.
Kendala sumber daya manusia (SDM) yang belum berkompeten menjadi hambatan sehingga BUMDes tidak berjalan karena ada keraguan dalam mengembangkan usaha.
“Antara bumdes dan kades kadang masih belum sinkron. Ujung-ujungnya anggaran tidak ada atau modalnya tidak cukup,” kata Yulian Albert Siram.
Kendala lain masih banyak BUMDes yang belum berbadan hukum. Dengan keluarnya PP 11 Tahun 2021, BUMDes diminta mengajukan usulan berbadan hukum agar setara dengan PT dan sejenisnya. Dengan berbadan hukum, BUMDes bisa mengakses perbankan.
”Karena syarat pinjaman modal, harus memiliki badan hukum,” ujar Yulian.
Selain itu Yulian mengharapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalteng dapat membantu memberikan pelatihan terkait pelaporan keuangan. Sebab, banyak BUMdes yang belum bisa membuat laporan keuangan.
”Sebenarnya ada tapi sangat sederhana dan belum sesuai standar perbankan,” ujarnya. Yulian menambahkan, setiap desa memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Misalnya, usaha rotan yang cukup potensial. BUMDes sudah ada rencana melibatkan perbankan, tapi terkendala legalitas badan hukum.
”Adapula di daerah hilir kedatangan investor dari Surabaya yang siap menampung untuk usaha serabut kelapa, tetapi sampai saat ini belum ada BUMDes yang menangkap peluang ini karena keterbatasan modal dan SDM,” pungkasnya. (hgn/yit)