Wakil Ketua DPRD Kotim Rudianur mengatakan, kenaikan tarif air PDAM Tirta Mentaya wajib dievaluasi, bahkan dibatalkan. Tarif PDAM harus diatur dalam peraturan daerah, sementara yang dilakukan saat ini hanya melalui peraturan bupati.
Rudianur juga menyoroti kebijakan kenaikan tarif yang tanpa koordinasi. Meskipun kebijakan itu bisa dituangkan melalui perbup, setidaknya dikoordinasikan dengan DPRD, karena keputusan itu menyangkut hajat hidup orang banyak.
”Sudah jelas saat ini ekonomi sedang tidak baik akibat pandemi, PDAM malah menaikkan tarif. Ini jelas bukan waktu yang tepat. Makanya masyarakat mengeluh, karena kebijakan ini semakin menambah beban masyarakat. Ada yang kenaikannya dua kali lipat,” kata Rudianur.
Dia menjelaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum menegaskan, pengaturan tarif air minum pada PDAM harus didasarkan pada prinsip keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya, dan efisiensi. Mengacu regulasi tersebut, jelas bahwa keterjangkauan dan keadilan harus didahulukan.
Rudianur menambahkan, pandemi membuat banyak orang kehilangan penghasilan, bahkan kehilangan pekerjaan. Kondisi inilah yang membuat pemerintah pusat menggelontorkan bantuan melalui berbagai program untuk membantu masyarakat dan menjalankan upaya pemulihan ekonomi.
”Pandemi ini berdampak terhadap hampir seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya masyarakat menengah ke bawah, dunia usaha juga terdampak. Mereka berdarah-darah agar bisa bertahan dan menghindari pemecatan karyawan. Dengan tarif air makin tinggi, ini tentu sangat membebani,” ujar Rudianur.
Rudianur meminta Pemkab Kotim membatalkan Perbup 19/2021 yang jadi dasar kenaikan tarif PDAM. Sesuai harapan masyarakat, kenaikan diharapkan bisa dibatalkan atau setidaknya ditunda sampai ekonomi masyarakat membaik. Dia mengingatkan bahwa air merupakan kebutuhan dasar masyarakat.
Terpisah, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPRD Kotim Dadang Siswanto sepakat agar pemberlakuan tarif baru dievaluasi dan ditunda. Momentum saat ini sangat tidak tepat dilakukan. Di sisi lain, PDAM jangan sampai melupakan fungsi sosial perusahaan kepada masyarakat.
”Kenaikan tarif itu dikeluhkan warga karena momennya tidak pas. Bahkan, sampai ada yang berbicara, kalau PDAM ingin meninggalkan fungsi sosialnya, lebih baik serahkan (pelayanan air bersih) kepada pihak ketiga,” kata Dadang.
Masalah kenaikan tarif air bersih oleh PDAM, lanjutnya, telah dibahas dalam RDP antara Badan Pembentukan Peraturan Daerah dan Komisi IV DPRD dengan manajamen PDAM Tirta Mentaya, serta Pemkab Kotim pada Selasa (19/10) lalu. Sejumlah kesimpulan dihasilkan dalam rapat tersebut.
Kesimpulan yang menjadi perhatian adalah PDAM diminta meninjau kembali penyesuaian tarif yang banyak dikeluhkan. Menurut Dadang, hal tersebut sejalan dengan sikap Fraksi PAN dalam rapat itu. Dia menilai hal tersebut merupakan bagian koreksi dari Fraksi PAN terhadap kebijakan pemerintah, khususnya PDAM. Pihaknya juga meminta PDAM meningkatkan mutu pelayanan. (yn/ang/ign)