Anggota Komisi I DPRD Kotim Rimbun mendorong agar PDAM Kotim dilakukan audit ulang. Langkah itu bisa dilakukan Inspektorat Kotim. Pasalnya, perusahaan tersebut mengklaim selalu merugi. ”Saya mendorong dan mendesak agar ada keberanian dari DPRD untuk menyurati agar dilakukan audit kepada PDAM Kotim,” kata Rimbun.
Audit tersebut, lanjutnya, pilihan lain selain dibentuknya panitia khusus (pansus) di DPRD Kotim untuk menyelidiki persoalan yang selama ini terjadi di PDAM, sehingga selalu mengalami kerugian setiap tahunnya. Di sisi lain, kerja sama PDAM dengan pihak ketiga, PT Adaro, perlu ditelusuri lebih jauh. Mulai dari sistem dan mekanisme yang dilaksanakan.
”Kalau tidak dibentuk pansus, kami dorong dilakukan audit oleh Inspektorat terhadap PDAM. Di mana letak kesalahannya serta persoalannya, supaya bisa dipikirkan bersama-sama,” kata Rimbun.
Rimbun menuturkan, apabila pilihan lainnya seperti penyertaan modal harus digulirkan kembali, DPRD Kotim bisa mengambil langkah itu asalkan dasar hukumnya diperbarui. Selain itu, juga harus dilakukan segera menjelang pembahasan RAPBD 2022, supaya anggaran penyertaan modal bisa dialokasikan.
”Kalau memang bisa disubsidi pemerintah dengan penyertaan modal, kenapa tidak? Karena kondisi masyarakat sedang susah. Jangan ditambah lagi dengan kenaikan tarif yang drastis ini,” ujar Rimbun. Tahun 2020 silam, lanjut Rimbun, anggaran penyertaan modal kepada PDAM disetujui DPRD. Saat itu pihaknya sempat mempertanyakan, bahkan nyaris menolak. Akan tetapi, karena waktu itu legalitas penganggaran jelas dan tujuannya bisa dimengerti, akhirnya disetujui.
”Kalau tidak salah sekitar Rp 8 miliar waktu itu (tahun 2020, Red) anggarannya,” kata Rimbun. Direktur PDAM Tirta Mentaya Firdaus Herman Ranggan saat RDP di DPRD Kotim Selasa (19/10) lalu menjelaskan, pihaknya melakukan penyesuaian tarif karena kondisi yang dinilai sudah mendesak. Beban usaha sudah sangat tinggi, sehingga perlu penyesuaian tarif agar perusahaan bisa tetap beroperasi melayani masyarakat.
”Bahkan, BPKP sudah dua kali menyarankan melakukan penyesuaian tarif supaya perusahaan bisa tetap sehat. Selama ini tarif kami jauh lebih rendah dibanding PDAM daerah lain, seperti Kapuas dan Palangka Raya. Baru kali ini dilakukan penyesuaian tarif,” kata Firdaus.
Dia menambahkan, beban usaha PDAM terus meningkat akibat membengkaknya biaya operasional seiring naiknya tarif listrik, bahan kimia, dan lainnya. Kondisi ini membuat PDAM sudah tidak mampu lagi mempertahankan tarif yang ada sehingga terpaksa melakukan penyesuaian tarif. (ang/ign)