Kesepakatan damai perkara pengeroyokan siswa SMPN 4 Sampit belum sepenuhnya menyelesaikan permasalahan. Pasalnya, pihak keluarga korban masih menuntut orang tua pelaku mempertanggungjawabkan biaya pengobatan terhadap korban. Dalam pertemuan kedua yang difasilitasi SMPN 4 Sampit, Selasa (21/12), perwakilan keluarga korban, Fitriansyah, menyampaikan keponakannya memerlukan biaya pengobatan, baik fisik dan mental.
Pihaknya mengaku telah menanyakan biaya pengobatan pemulihan kesehatan mental korban dengan estimasi biaya Rp 150 ribu per sekali pertemuan. Belum termasuk menebus obat. Korban disarankan melakukan kontrol kesehatan 4 kali dalam sebulan.
”Kami rencananya mau memeriksakan ke dokter penyakit dalam, karena keponakan saya ketika duduk masih mengeluhkan dadanya sakit. Jalannya juga masih susah,” ungkap Fitriansyah.
Pihak keluarga korban mengaku khawatir terhadap kondisi korban. Mengingat sebelumnya saat kejadian tersebut, korban sampai mengalami sesak napas dan tidak sadarkan diri selama kurang lebih satu jam.
”Faktanya, pengeroyokan ini sudah terjadi dua kali. Kejadian terakhir sampai mengakibatkan pingsan selama satu jam. Itu berarti ada yang yang tidak beres di badannya, karenanya kami perlu melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengecek apakah ada penyakit dalam yang serius dan memeriksa psikis anak,” katanya.
Atas kejadian tersebut, pihaknya menaksirkan sejumlah nominal untuk biaya pengobatan yang ditujukan kepada empat orang tua pelaku untuk bertanggung jawab. ”Kami meminta biaya pengobatan selama setahun. Setelah itu bisa dibayarkan, kami anggap masalah ini selesai. Apabila sesuatu yang tidak diinginkan ternyata habis umur, kami tidak akan menuntut. Selesai sampai di situ, asalkan bertanggung jawab membayar biaya pengobatannya,” ujarnya.
Dia menegaskan, pihak keluarga korban belum menyatakan damai dan laporan yang diajukan ke pihak kepolisian belum dicabut. ”Kami ingin persoalan ini cepat selesai. Dari kemarin, persoalan ini belum dianggap selesai. Belum ada damai. Kami masih tetap keberatan. Laporan ke kepolisian juga belum kami cabut,” tegasnya lagi.
Mendengar hal itu, orang tua pelaku mengaku keberatan dengan permintaan biaya pertanggungjawaban untuk pengobatan yang mencapai puluhan juta. ”Terus terang, saya tak ada kemampuan sampai segitu. Saya ini hanya ibu rumah tangga, yang bekerja suami. Saya tidak bisa mengambil keputusan sendiri, perlu merundingkannya dengan suami,” ucap salah seorang orang tua pelaku.
Hal yang sama juga diungkapkan orang tua pelaku lainnya. ”Kalau (uang) segitu kami tidak mampu. Guru di sini tahu saja perekonomian kami. Saya bicarakan dulu dengan suami,” ungkapnya. Orang tua pelaku lainnya ada yang meminta agar orang tua korban mengurus pembuatan kartu BPJS Kesehatan sehingga biaya pengobatan bisa lebih ringan.
”Saya bukan tidak mau bertanggung jawab, kalau bisa kami mau melihat nota biaya pengobatannya agar kami bisa mengganti biaya pengobatannya bersama-sama. Kalau belum membuat kartu BPJS, saya menyarankan agar itu BPJS-nya diurus, agar biaya pengobatan tidak terlalu memberatkan. Kita mencari jalan keluar sama-sama, saya juga ingin masalah ini segera selesai,” ungkap orang tua pelaku lainnya.
Sementara itu, Kepala SMPN 4 Sampit Suyatmi mengharapkan agar persoalan antara kedua belah pihak dapat segera terselesaikan. ”Kami mengharapkan permasalahan ini bisa segera selesai. Kami hanya memfasilitasi mempertemukan kedua belah pihak, mencari solusi yang terbaik agar ke depannya tidak ada lagi masalah di kemudian hari,” katanya.
Terkait permintaan orang tua korban, pihak sekolah memberikan tenggat waktu hingga dua hari. “Kami memberikan tenggat waktu dua hari untuk merundingkan dan memutuskan. Kamis pagi sebelum pembagian nilai rapor siswa, kami harapkan orang tua pelaku dan orang tua korban datang bersama suami istri agar permasalahan ini dapat segera tuntas. Anak-anak bisa kembali belajar dengan tenang, tertib dan tentram,” pungkasnya.
Dalam pertemuan sebelumnya, Senin (20/12) lalu, meski mediasi antara orang tua pelaku dan korban berlangsung alot, namun semua sepakat tak melanjutkan masalah tersebut ke proses hukum. Pelaku pengeroyokan hanya diminta mengundurkan diri dari sekolah tersebut.
Selama dua jam setengah kedua belah pihak dari orang tua korban dan pelaku dipertemukan di sekolah di Desa Telaga Baru, Senin (20/12). Mediasi itu juga dihadiri Camat MB Ketapang, Kades Telaga baru, perwakilan Dinas Pendidikan, dan Bhabinkamtibmas Polres Kotim.
Orang tua korban menyampaikan, keputusan pihak sekolah merupakan yang terbaik. ”Saya lega, kami saling damai. Pihak sekolah sudah membuat keputusan yang bijak dan terbaik untuk anak saya dan siswa lain kedepannya,” kata ayah korban.
Dia juga berharap kejadian tersebut tak terulang kembali. Pihak sekolah diharapkan tak segan memberikan sanksi tegas kepada siswa yang bertindak kasar dan main kekerasan.
”Cukup anak saya yang mengalami pengeroyokan, pemalakan, dan kekerasan. Semoga ke depannya pihak sekolah dapat bertindak tegas kepada setiap siswa yang melakukan perbuatan tidak sewajarnya,” tegasnya. (hgn/ign)