Terbongkarnya kasus dugaan penipuan jual-beli lapak Pasar Eks Mentaya Theater sekaligus membuka tabir praktik mafia dalam mengelola pedagang selama ini. Pengelolaan pasar dicengkeram oknum tersebut, sehingga pedagang sulit berkembang. Bahkan lebih banyak dirugikan. Tertangkapnya AS, tersangka dalam kasus tersebut, tak membuat pedagang kaget. Mantan pejabat Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pasar itu (Disdagperin) sudah diprediksi bakal menanggung perbuatannya selama ini.
”Tak kaget, karena saya dari dulu sudah menduga cepat atau lambat, perbuatannya akan terungkap,” kata pedagang Pasar Eks Mentaya Teater yang menjadi salah satu korban AS, Jumat (11/2). Pedagang yang meminta namanya tak disebutkan itu mengaku sempat diimingi mendapat jatah kios dengan bayaran Rp 10 juta. Dia pun menyetor uang tersebut pada AS. Namun, bukan kios yang didapat, justru uangnya tak kembali. Meski dirugikan, dia mengikhlaskan setoran tersebut.
”Sudahlah, saya tidak mau ambil pusing. Uang Rp 10 juta bisa dicari lagi. Mau melapor dan berurusan dengan polisi menghabiskan banyak waktu. Kerjaan saya nanti terbengkalai. Anak, istri, perlu makan. Lebih baik jualan saja, mudahan Allah ganti dengan rejeki yang berkali lipat,” ujarnya. Ditanya berapa banyak pedagang yang menjadi korban, dia mengaku tidak mengetahui pasti. ”Lumayan banyak. Ada yang uangnya kembali, ada yang tidak kembali sama sekali, seperti yang saya alami. Untuk jumlah pedagang yang jadi korban, saya kurang tahu pasti,” ujarnya.
Dia menambahkan, sejumlah pedagang yang melapor kasus jual-beli lapak tersebut merupakan pedagang yang menyetorkan uang dengan nilai yang cukup besar. ”Mereka yang melapor itu yang sudah setoran uangnya besar. Kalau seperti saya ini hitungannya kecil dibandingkan dengan pedagang lain. Daripada saya sibuk menuntut ganti rugi, lebih baik saya jualan. Laris, tidak laris, yang penting cukup untuk bertahan hidup,” ujarnya. Nini, lainnya juga mengaku pernah ditawari lapak. ”Ada dulu ditawari. Kalau saya ini kan pedagang lama dari jualan di Taman Kota. Sebenarnya mau saja membeli lapak, tetapi saya mikir lagi. Kalau lapaknya tempatnya tak strategis sama saja. Bersyukur saat pengundian dua tahun lalu, saya dapat di sini. Alhamdulillah, sampai sekarang masih berjualan,” kata Nini.
Menurutnya, pendapatannya selama di tempat lapak yang sekarang merosot jauh dibandingkan tempat sebelumnya. ”Dua, tiga kali, kami ini merasakan dipindah-pindah. Tempat yang di sini yang sakit pendapatannya. Jauh sekali dibandingkan tempat yang dulu,” katanya. Nini menuturkan, untuk mendapatkan Rp 500 ribu sangat sulit. Sehari belum tentu tembus penghasilan tersebut. ”Apalagi beberapa hari ini setiap malam hujan. Hampir semua pedagang ibaratnya menangis. Sepi pendapatan,” ujar pedagang pakaian ini.
Nini berharap Disperdagin bisa menertibkan pedagang yang berjualan di emperan toko sekitar PPM untuk bergabung berjualan agar Pasar Eks Mentaya kembali ramai diminati pengunjung. ”Sekarang ini, pasar di sini memang kurang ada gairahnya. Pengunjung juga berpikir mau datang kalau kiosnya banyak tutup,” ujarnya. Ketua Pengelola Pasar Eks Mentaya Teater Udin mengatakan, pedagang berusaha bertahan meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19 yang cukup sulit. ”Mau tidak mau bertahan, karena hanya ini pekerjaan kami pedagang. Sepi, tidak sepi, tetap berjualan. Berapa pun dapatnya disyukuri saja. Yang penting bertahan, bisa untuk makan, bisa untuk memutar belanja modal,” ujar pria yang sejak 2006 menjadi pedagang kain di Taman Kota Sampit ini.
Dalam sehari, pendapatannya tidak menentu, terkadang Rp 500 ribu. Sabtu-Minggu dan awal bulan terkadang bisa tembus Rp 1 juta ke atas. ”Alhamdulillah, bisa bertahan sampai sekarang. Kalau hujan, sedih semua pedagang. Orang malas keluar,” katanya. Dia berharap agar semua lapak pedagang segera ditempati, sehingga suasana pasar menjadi lebih ramai dan hidup. ”Pedagang lama Pasar eks Mentaya itu belum dipindah, mudah-mudahan bisa segera diundi. Sebelumnya yang diundi itu pedagang eks Taman Kota. Ini kios semua sudah ada yang punya, cuma belum ditempati. Mudah-mudahan, pemerintah bisa segera mengingatkan pedagang yang tidak lagi minat berjualan, kiosnya lama tutup, lebih baik diganti ke pedagang yang ingin berjualan, supaya pasar ramai dan tidak terlihat kosong,” katanya.
Udin mengakui banyak kios pedagang yang tutup karena tak sanggup bertahan. ”Sebenarnya kalau jualannya ramai, semua pedagang pasti masih bertahan. Ini banyak kios yang tutup karena ada yang seminggu sampai sebulan enggak pecah. Saya sendiri mengalami sendiri pada saat Covid-19 lagi ngeri-ngerinya, jualan benar-benar sepi, tidak ada satupun pembeli yang datang selama sehari, seminggu, bahkan sebulan. Alhamdulillah saya masih kuat bertahan,” katanya.
Menurutnya, pedagang yang bertahan cukup beruntung karena memiliki lapak yang letaknya lumayan strategis. ”Pedagang yang bertahan ini hanya pedagang yang punya tempat lapak bagus. Bisa dilihat sendiri, lapak di tengah semua tutup, atas hanya sebagian yang terisi. Tidak semua pedagang sanggup bertahan kalau tidak ada pembelinya,” ujarnya. Udin berharap kabar meningkatnya kasus Covid-19 tak membuat pedagang semakin terpuruk. ”Awal-awal Covid-19 selama kurang lebih setahunan jualan sakit, sepi pembeli. Ini penjualan sudah membaik, ada saja pembelinya. Kalau sampai naik lagi Covid-19, pacangan lumpuh lagi usaha kami,” katanya.Pasar eks Mentaya Theater dibangun menggunakan dana APBD sebesar Rp 25,8 miliar. Bangunan terdiri dua lantai. Pada lantai dasar berjumlah 168 kios dengan luas 2 x 2 meter dan lantai 2 berjumlah 92 kios dengan luasan 2 x 4 meter. (hgn/ign)