SAMPIT – Setelah sempat dihentikan beberapa waktu lalu lantaran tidak mengantongi izin, usaha galian C kembali beraktivitas di sekitar Jalan Jenderal Sudirman, Sampit. Bahkan, praktik yang diduga sebagian besar ilegal itu kian marak dari kilometer 12 – 18, ruas Sampit-Pangkalan Bun.
”Kalau izin punya bos masih proses. Masih diurus," kata seorang petugas lapangan galian C di Jalan Jenderal Sudirman tersebut, kemarin (28/2).
Pria yang tak mau disebutkan namanya ini mengungkapkan, usaha galian C tersebut milik bosnya yang berinisial E. Menurutnya, aktivitas yang sama juga berlangsung di beberapa titik di lokasi tersebut.
Pantauan Radar Sampit, ekskavator dikerahkan untuk mengeruk tanah di lokasi itu. Tanah yang dikeruk dijual mulai dari Rp 50 ribu-Rp 70 ribu per rit untuk jenis tanah uruk dan Rp 100 ribu - Rp 125 ribu untuk jenis pasir. Informasinya, aktivitas itu dilakukan untuk memasok tanah pada pengusaha perumahan hingga proyek penimbunan dengan sejumlah perusahaan swasta.
Aktivis di Kotim Audy Valent mengatakan, sejak beberapa bulan terakhir pihaknya menurunkan tim di lapangan untuk melakukan investigasi. Hasilnya, rata-rata usaha galian C di Jalan Jenderal Sudirman tidak berizin.
”Bahkan ada yang bekerja masuk dalam zona permukiman dan hanya beberapa puluh meter jaraknya dengan Jalan Jenderal Sudirman. Salah satu contohnya di Km 18,” kata Audy yang juga menjabat Ketua Gabungan Sopir Material Kalimantan (Gasmetik) ini.
Padahal, lanjutnya, dalam ketentuan sudah disyaratkan jarak aktivitas tambang itu minimal 500 meter dari jalan lintas provinsi tersebut. ”Kami berharap pemerintah dan aparat penegak hukum tak melakukan pembiaran. Hentikan dan tangkap pengusaha nakal itu, karena jelas-jelas sudah melanggar," tegas Audy.
Dikatakan menuturkan, setelah penghentian galian C beberapa waktu lalu, pengusaha diingatkan sambil jalan untuk mengurus izin. Namun, yang terjadi, perizinan tak diurus namun pengerukan terus berlangsung.
”Artinya, mereka secara sengaja bekerja secara ilegal tanpa ada kontribusi bagi daerah. Dampak dari aktivitas itu dalam beberapa tahun ke depan akan ditanggung pemerintah,” ujar Audy.
Audy mengharapkan Pemkab Kotim bersama pihak terkait menghentikan praktik ilegal tersebut. ”Suruh urus izin, baru boleh bekerja," ujarnya.
Audy menambahkan, apabila data dan dokumen terkait aktivitas tambang itu terkumpul, pihaknya akan melaporkan masalah tersebut kepada sejumlah instansi terkait, mulai dari Pemkab Kotim, Pemprov Kalteng, sampai Polda Kalteng. (ang/ign)