Para peternak babi menelan kerugian besar akibat serangan virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika. Kematian satu ekor babi bisa merugikan peternak Rp 3 juta hingga 4 juta. “Kalau dihitung-hitung punya saya itu kerugian per ekornya bisa sampai Rp 4 juta,” kata Junjung, peternak Babi di Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur, Senin (7/3).
Dia memelihara empat ekor babi dewasa yang sudah siap dijual. Namun rezeki yang sudah di depan mata sirna seketika. “Padahal punya saya itu sudah sekitar satu kuintal per ekor. Tinggal jual saja, tetapi tidak menyangka dengan virus ini,” katanya. Junjung tidak mengira virus sampai ke Cempaga. Dia mengira wabah itu sudah menghilang. ”Gejalanya babi sakit-sakitan dalam beberapa hari dan tidak mau makan. Kondisi itu semakin memburuk sekalipun diberikan vitamin dan obat-obatan hingga akhisnya semua babi terkapar di kandangnya,” kata Junjung.
Dari sisi kebersihan, setiap hari dia merawat babi secara maksimal dan membersihkan kandang. “Karena ini virus jadi menularnya sangat cepat dalam hitungan jam saja sudah menular ke ternak lainnya,” kata dia. Sementara itu Desti salah satu peternak lainnya juga merugi. Satu ekor sudah mati sedangkan delapan ekor babi mulai sakit-sakitan. Bahkan beberapa hari terakhir sudah tidak mau makan. ”Sepertinya sakitnya demam begitu dan tidak mau makan, kadang seperti mencari tanah untuk makanannya, kalau makanan olahan yang biasanya jadi pakan andalan, tidak dimakan sama sekali,” katanya.
Desti merupakan peternak babi sejak lama. Mereka menggantungkan nafkahnya dari usaha tersebut, baik untuk sekolah hingga keperluan dapur. ”Persoalannya ketika babi ini habis, dimana cari bibit atau anaknya lagi. Sementara Palangka raya sudah habis lebih dulu, sekarang menyasar ke Sampit. Peternak akan kesulitan cari bibit,” ujarnya. Desa Luwuk Bunter merupakan salah satu sentra peternakan babi di Kotim. Sedikitnya ada 40 peternak yang mengandalkan usaha tersebut. Setiap orang memiliki ternak yang biasanya dijual untuk konsumsi lokal hingga kegiatan-kegiatan adat.
Bibit yang mereka gunakan yakni babi jenis Batam dan Bali. Dua ras ini cepat besar dan kuat terhadap serangan penyakit. Namun, kali ini mereka harus mengalami kerugian akibat mengganasnya virus babi. Sementara itu Dinas Pertanian Kotawaringin Timur mencatat, merebaknya virus ASF di Kotim mulai diketahui setelah warga asal Desa Tanjung Jorong, Kecamatan Tualan Hulu, pada Desember 2021 lalu melaporkan kematian 50 babi ke Dinas Pertanian Kotim. Kejadian serupa juga terjadi di Desa Pelantaran, Kecamatan Cempaga Hulu.
Pada Januari 2022 lalu, dilaporkan ada 60 ekor Babi mati, disusul pada Februari 2022 di Desa Tumbang Boloi, Kecamatan Telaga Antang, yang dilaporkan 50-an ekor babi mati. Kasus babi mati terbanyak terjadi di Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, sekitar 160 ekor. (ang/yit)