SAMPIT – Polres Kotawaringin Timur (Kotim) masih mendalami dugaan pungutan liar terhadap para sopir yang mengantre solar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Sampit. Dari seseorang yang ditangkap sebelumnya, MY, polisi menerima pengakuan orang tersebut merupakan juru parkir legal.
”Pelaku masih dilakukan pemeriksaan,” kata Kasat Reskrim Polres Kotim AKP Gede Agus Putra Atmaja, Rabu (17/8).
Polisi sebelumnya meringkus MY di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Jalan HM Arsyad, kilometer 3, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Sampit. Pria ini sebelumnya diduga preman. Dia sering meminta uang kepada setiap sopir yang ingin mengisi BBM sebesar Rp 400 ribu. Uang yang sudah disetor kemudian diserahkan kepada orang lain, yakni Az dan Ds.
Pantauan Radar Sampit kemarin, pria asal Baamang itu masih berada di ruang pemeriksaan penyidik Satuan Reserse (Satres) Kriminal Polres Kotim. Menurut Gede, penyidik belum mengarah pada penetapan tersangka. Sebab, dari pengakuannya, selama ini terdaftar sebagai juru parkir legal dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kotim.
”Dia ini (MY) ternyata memiliki kartu sebagai juru parkir. Namun, ini akan terus kami dalami dan tidak menutup kemungkinan akan memanggil pihak Dishub Kotim,” ujarnya.
Informasi lainnya menyebutkan, MY tidak bekerja seorang diri meminta sejumlah uang terhadap setiap sopir truk yang hendak mengisi solar. Ada sejumlah rekan lainnya yang juga juru parkir.
Gede menegaskan, dalam waktu dekat ini pihaknya juga akan memeriksa setiap juru parkir SPBU di Kota Sampit. Apabila nantinya dari hasil pemeriksaan mengarah adanya pungutan liar, tidak menutup kemungkinan akan ada banyak tersangka.
”Beri kami waktu dahulu. Jika ada perkembangan lebih lanjut, pasti akan disampaikan kembali. Ini anggota di lapangan masih bekerja,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, aksi premanisme yang diduga merajalela di sejumlah SPBU Kota Sampit membuat para sopir sengsara. Mereka dipaksa membayar uang dengan kedok parkir dengan nilai tak masuk akal. Sejumlah sopir mengaku harus menyetor hingga ratusan ribu rupiah.
”Ini uang kejahatan. Bukan uang yang sedikit jumlahnya. Paling murah kami membayar ke preman di SPBU dari Rp 50 ribu, Rp 150 ribu, Rp 200, Rp 250 ribu, dan paling mahal Rp 600 ribu. Kalikan saja berapa unit kendaraan, berapa banyak preman meraup keuntungan dari sopir,” ucap seorang sopir yang meminta namanya tak disebutkan, Sabtu (13/9) lalu.
Menurutnya, pungutan itu membuat para sopir sengsara. Mereka tak ada pilihan selain membayar, karena sangat memerlukan solar. Di sisi lain, dia menyesalkan kejahatan tersebut tidak ditindaklanjuti aparat berwenang.
”Setiap SPBU dapat kiriman solar dari Pertamina. Dapat berapa unit truk yang kebagian jatah. Sehari saja, berapa banyak uang yang mereka hasilkan dari memeras, memalak, membegal sopir?” ujarnya. (sir/ign)