SAMPIT – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) resmi menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 19 Agustus – 17 Oktober 2022. Keputusan itu disepakati bersama dalam rapat yang dihadiri sejumlah instansi terkait di Ruang Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana, Kantor BPBD Kotim.
Ditetapkannya status darurat karhutla didasari prakirawan cuaca BMKG Provinsi Kalteng per 11 Agustus 2022 lalu yang menyebut musim kemarau sudah dimulai per Juli dan puncaknya terjadi Agustus 2022. Selain itu, penetapan status siaga karhutla juga didasari Instruksi Surat Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 360/248/BPBPK tanggal 2 Agustus 2022 yang meminta semua kabupaten/kota menetapkan status siaga karhutla.
Hal itu kembali diingatkan Gubernur Kalteng Sugianto Sabran dalam pidatonya pada 17 Agustus 2022 dalam pelaksanaan upacra peringatan HUT RI ke 77 yang meminta semua Kabupaten/Kota agar segera menetapkan status siaga darurat.
Kepala Pelaksana BPBD Kotim Rihel melalui Sekretaris BPBD Kotim Yephi Hartady Periyanto mengatakan, penetapan status siaga karhutla dilakukan sebagai bentuk pencegahan agar kejadian karhutla dapat ditekan seminimal mungkin.
”Sebenarnya ada event internasional yang akan dilaksanakan di Kalteng. Kami semua mengharapkan event ini berjalan lancar dan sukses tanpa ada gangguan asap maupun karhutla yang menjadi kekhawatiran. Jangan sampai kejadian karhutla yang dapat menimbulkan asap dapat menjadi citra buruk di Kalteng,” kata Yephi.
Berdasarkan data BPBD Kotim, kasus karhutla dari Januari – 11 Agustus 2022 terjadi sebanyak 65 titik panas. Sebagian merupakan pembakaran lahan.
”Data BPBD Kotim dan BMKG memang ada sedikit perbedaan jumlah titik panas, karena ada dua satelit yang berbeda yang menangkap hotspot. Di BPBD mencatat ada 65 titik dan BMKG ada 130 titik, karena data yang kami catat itu merupakan data yang memang ditelusuri ke lapangan,” ujarnya.
Lebih lanjut Yephi menjelaskan, dalam menetapkan status siaga darurat karhutla bukan diukur berdasarkan berdasarkan banyaknya kasus yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir saja. Namun, dikarenakan pada bulan-bulan ini, khususnya periode Agustus memasuki puncak musim kemarau.
”Walaupun melihat dari parameter alam, siklus cuaca masih meragukan karena BMKG menyebut curah hujan masih berpotensi cukup tinggi, tetapi pada bulan-bulan ini sudah masuk musim kemarau. Sehingga, dari keterangan BMKG tadi tahun ini cuaca di Kotim pada saat ini menghadapi kemarau basah,” ujarnya.
Di samping itu, lanjutnya, penetapan status siaga darurat tidak serta merta menggambarkan kedaruratan atau kerawanan yang terjadi dalam beberapa bulan terkahir.
”Penetapan status siaga darurat karhutla ini lebih kepada tindakan pencegahan dan antisipasi agar jangan sampai kasus karhutla meluas. Kami menginginkan agar kasus itu dapat ditekan sekecil mungkin. Jadi, keberhasilan atau kesuksesan kami bukan ditentukan berdasarkan seberapa banyak lahan yang berhasil dipadamkan, seberapa banyak kasus yang ditangani tetapi seberapa kecil kasus karhutla itu dapat kita cegah agar jangan sampai terjadi karhutla,” tandasnya. (hgn/ign)