PALANGKA RAYA – Bupati Kotawarinin Timur (Kotim) Halikinnor kembali ”menggugat” kewajiban perusahaan perkebunan kelapa sawit merealisasikan plasma terhadap masyarakat. Selain itu, peran perkebunan dalam membangun daerah dan memberdayakan masyarakat harus diperkuat lagi.
Hal tersebut disampaikan Halikinnor dalam Talkshow Borneo Forum ke-5 Tahun 2022 yang digelar Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalteng dengan tema ”Menuju Industri Sawit Borneo Berkelanjutan”, Rabu (24/8). Kegiatan itu dibuka Gubernur Kalteng Sugianto Sabran.
Halikinnor berharap melalui forum itu bisa membahas berbagai macam persoalan dan permasalahan tentang investasi sawit selama ini. ”Kita tahu bahwa perkebunan sawit merupakan salah satu andalan untuk pemasukan negara. Bahkan, dikatakan lebih dari lima triliun lebih yang didapatkan, sehingga menjadi salah satu pemasukan negara terbesar,” ujarnya.
Dia juga berharap Borneo Forum bisa menjadi titik balik solusi persoalan sawit yang hingga kini belum tuntas, sehingga nantinya dari kesimpulan forum itu bisa direkomendasikan ke pemerintah pusat agar berbagai masalah terkait persawitan bisa terselesaikan.
”Saya juga ingin melalui forum ini persoalan demi persoalan sawit terselesaikan. Termasuk tuntutan masyarakat terhadap perkebunan plasma minimal 20 persen yang hingga kini belum terealisasi dengan maksimal di perusahaan sawit. Tidak hanya di Kotim, Kalteng, tetapi juga Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut Halikinnor mengatakan, diharapkan ada realisasi kontribusi perusahaan sawit kepada daerah. Keberadaan perkebunan sawit yang menjadi andalan pemasukan negara juga harus memperhatikan masyarakat sekitar di lokasi perkebunan sawit tersebut.
”Seperti kata Gubernur, di sekitar kebun masih banyak yang belum menerima manfaat secara langsung. Makanya saya harapkan ada kontribusi konkret dan nyata. Harus ada harmonisasi pemerintah pusat dan daerah terkait hal itu. Artinya, kabupaten penghasil sawit bisa menerima bagi hasil dari sawit tersebut, sehingga ada secara langsung dirasakan manfaatnya bagi daerah,” ujarnya.
Halikinnor menuturkan, program CSR di perusahaan sawit harus bisa lebih dimaksimalkan kepada masyarakat sekitar. Selain itu, bisa jadi salah satu pemasukan bagi daerah untuk pembangunan yang lebih maju.
Mengenai kewajiban plasma, ungkap Halikinnor, di Kotim hanya sekitar 30 persen yang optimal merealisasikannya. ”Masih jauh dari harapan. Meskipun saya juga memahami, ada yang kewajiban yang harus mencantumkan plasma, tetapi ada juga dikatakan tidak wajib. Saya mengajak semua duduk bersama dalam menyelesaikan persoalan tersebut,” tegasnya. (daq/ign)