Geliat bisnis maksiat memang sulit mati. Lokalisasi Pal 12 Sampit setidaknya jadi bukti. Pernah ditutup resmi, bisnis itu berdenyut lagi. Mereka melawan pembubaran, meski harus kucing-kucingan.
LIPUTAN KHUSUS
Deklarasi penutupan lokalisasi yang berlangsung khidmat 5 Desember 2017 silam, gagal mengakhiri praktik perdagangan orang di Kelurahan Pasir Putih, Jalan Jenderal Sudirman Km 12 Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Ketika itu, bisnis prostitusi yang dikenal dengan sebutan Pal 12 tersebut, ditutup secara resmi bersama lokalisasi lainnya, yakni di Desa Mekar Jaya, Bukit Harapan Parenggean, dan Desa Tangar, Kecamatan Mentaya Hulu. Sebanyak 133 dari total 239 pekerja seks komersial (PSK) dipulangkan ke daerah asalnya.
Tak sekadar dipulangkan, ratusan PSK itu dibekali uang saku Rp 2,250 juta. Ada juga bantuan stimulan ekonomi produktif Rp 3 juta dan transportasi lokal Rp 250 ribu hingga totalnya Rp 5,5 juta. Uang itu baru bisa dicairkan saat PSK tiba di kampung halamannya dan akan dikirim melalui rekening masing-masing.
Setelah penutupan yang sempat diwarnai drama penolakan itu, Radar Sampit mencatat sejumlah PSK yang tetap bertahan sempat terkatung-katung. Mereka sempat kedapatan pindah operasi di tempat hiburan malam. Bahkan, sekitar 40 PSK terdeteksi hijrah ke lokalisasi di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Seiring lemahnya pengawasan, para PSK tersebut disinyalir mulai kembali ke eks lokalisasi Pal 12 Sampit. Bahkan, setelah penggerebekan oleh Polda Kalteng yang menghebohkan karena ada muncikari yang melibatkan anak di bawah umur Sabtu (10/9) lalu, geliat bisnis maksiat itu belum juga padam.
Fakta itu terungkap saat Radar Sampit melihat langsung situasi lokalisasi tersebut pekan ini. Banyak pengendara yang keluar masuk lokalisasi itu. Operasi aparat tak membuat mereka gentar.
Ketua RT setempat Martaban, mengungkapkan, eks lokalisasi Pal 12 sudah beroperasi sebelum Covid-19 mewabah di Indonesia. ”Bahkan, sejak Covid-19 lagi ganas-ganasnya, prostitusi di sini masih beroperasi. Namun, sepi pengunjung,” kata Martaban.
Martaban mengaku telah melarang dan meminta para pengelola segera menghentikan bisnis pelacuran ilegal tersebut. Namun, imbauannya tak pernah digubris. Para muncikari tetap menjalankan bisnisnya dan mendatangkan para wanita penghibur dari luar daerah.
”Setelah digerebek, bisnis pelacuran sementara ini tutup. Tapi, seminggu atau dua minggu ke depan, bisnis tersebut bisa saja kembali aktif lagi,” ujarnya.
Lebih lanjut Martaban mengatakan, praktik prostitusi di Pal 12, terutama para muncikari, tidak pernah memberi laporan kepada dirinya atau Ketua RT lainnya. Laporan itu terkait muncikari yang mendatangkan PSK dari luar daerah. Dia mengaku tak tahu jumlah maupun asal para PSK tersebut.
”Saya tidak pernah diberi laporan semacam itu dari pengelola (muncikari, Red). Setelah ada penggerebekan, saya baru tahu ada anak di bawah umur,” katanya.
Dia berharap agar kejadian itu tidak terulang kembali di kemudian hari. Jangan sampai anak di bawah umur dilibatkan dalam bisnis haram. ”Kalau misalnya beroperasi lagi, itu urusan pemerintah. Pemerintah harus bisa memberikan solusi agar tempat ini bisa bersih,” ujarnya.
Martaban melanjutkan, sejak lokalisasi ditutup pada 2017 silam, banyak PSK yang terlantar hingga terpaksa harus kembali membuka praktik haram itu. Dari data yang ia ketahui, ada seratus lebih PSK yang harus dipulangkan. Namun, pemerintah hanya mampu memulangkan 25 orang PSK.
”Alasannya, pemerintah tidak punya anggaran sebanyak itu. Akhirnya, PSK yang tidak bisa pulang membuka lagi praktik tersebut sampai sekarang,” ujarnya.
Lurah Pasir Putih Rudi Setiawan sebelumnya sempat membantah prostitusi di lokalisasi itu buka kembali. Dalam inspeksi mendadak yang dilakukan 11 Januari lalu, dia didampingi sejumlah pejabat kelurahan dan Ketua RT setempat, menyusuri satu per satu rumah warga sampai ke bagian kamar untuk memastikan kebenaran informasi itu.
Hasilnya, pihaknya tak menemukan tanda-tanda aktivitas mencurigakan terkait bisnis prostitusi ilegal tersebut. Meskipun tak menemukan prostitusi terselubung, Rudi menegaskan, pihaknya akan tetap memantau dan menindaklanjuti jika ada masalah yang terjadi di wilayah tersebut.
”Akan terus kami pantau, apalagi terhadap hal yang bisa menyebabkan lingkungan kurang kondusif,” ujarnya.
Kecolongan
DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur menilai Pemkab Kotim gagal mengawasi lokalisasi pascapenutupan beberapa tahun silam. Bahkan, aparatur terkait dianggap tidak mampu melakukan pengawasan optimal. Parahnya, lokalisasi itu jadi tempat perdagangan anak di bawah umur.
”Pihak pemda, dalam hal ini Satpol PP Kotim, kami nilai agak lamban. Terbukti kasus praktik esek-esek di Pal 12 yang mulai beroperasi kembali bukan Satpol PP yang mengungkap, malah Polda Kalteng. Ini pukulan bagi daerah ini,” kata Riskon Fabiansyah, anggota Komisi III DPRD Kotim.
Berbicara soal instrumen hukum, kata Riskon, Pemkab Kotim telah memiliki Perda Trantibum sebagai dasar Satpol PP melakukan penertiban di Pal 12 yang notabene merupakan lahan milik Pemkab Kotim.
”Beroperasinya lokalisasi Pal 12 saat ini ditengarai melibatkan anak di bawah umur. Ini sebagai salah satu indikator kurang seriusnya Satpol PP dalam menertibkan lokasi tersebut yang secara resmi sudah ditutup. Ini harus menjadi evaluasi Pemkab Kotim dalam penerapan Perda Trantibum, sehingga tidak menjadi macan kertas belaka,” kata Riskon.
Di sisi lain, menurut Riskon, apabila Pemkab Kotim memang kurang serius dalam pengawasan lokalisasi itu, sekalian saja dilegalkan. ”Ini salah satu barometernya, karena seingat kami, beberapa kali Satpol PP nihil hasil. Tetapi, Polda Kalteng yang jaraknya 220 km dari lokasi bisa mendapatkan hasil dengan terbongkarnya perdagangan orang di situ,” ujarnya.
Penyamaran
Keberhasilan Polda Kalteng mengungkap praktik perdagangan manusia yang melibatkan anak di bawah umur tak lepas dari penyamaran yang dilakukan anggotanya. Dirreskrimum Polda Kalteng Kombes Pol Faisal F Napitupulu mengatakan, pengungkapan praktik itu dilakukan setelah timnya mendapat informasi masyarakat.
Timnya kemudian menyamar menjadi pelanggan dengan memesan dua orang anak di bawah umur dengan cara mentransfer uang sebesar Rp 800 ribu ke rekening milik sang muncikari. Biaya itu merupakan pemesanan untuk dua orang, masing-masing Rp 350 ribu. Adapun muncikari mendapat Rp 100 ribu dari dua wanita yang jadi binaannya itu.
”Setelah ada kesepakatan, kami menemukan perempuan di bawah umur berinisial YY dan ZZ di sebuah tempat karaoke di Jalan Jenderal Sudirman Km 12, Kotim. Saat penggerebekan, langsung menangkap tersangka sebagai muncikari,” kata Faisal.
Muncikari yang diamankan adalah Kh (53), perempuan asal Banyuwangi, Jawa Timur. Polisi juga mengamankan dua PSK masih di bawah umur, yakni YY (16) dan ZZ (15), serta 12 wanita penghibur lainnya.
”Saat ini sudah kami amankan semua. Pengakuan tersangka, kedua korban ditampung di karaoke dan identitas mereka dipalsukan. Keduanya juga terjerat utang dari biaya transportasi kedatangan dan biaya hidup. Mereka dari Bandung. Sampai akhirnya dieksploitasi secara seksual di TKP,” ujar Faisal F Napitupulu.
Menurut Faisal, dua anak di bawah umur yang diamankan merupakan primadona di lokalisasi itu. Belasan 12 PSK lainnya sudah beberapa bulan ikut bersama Kh. Di lokasi itu, tersangka membuka bisnis prostitusi berkedok warung karaoke.
Faisal menambahkan, kasus itu masih dalam pengembangan. Pihaknya memburu pelaku lainnya berinisial W yang bertugas untuk mencari dan mendatangkan perempuan yang dipekerjakan menjadi pelayan karaoke.
”Masih dikembangkan satu pelaku lagi. Selain korban dan 12 orang lainnya, kami amankan barang bukti alat kontrasepsi, ponsel, kunci kamar, dan uang tunai,” katanya, seraya menambahkan, pihaknya tengah melakukan penyidikan dan penyusunan berkas. Untuk kedua korban dilakukan rehabilitasi dan pemulihan psikis, sementara 12 lainnya rencananya akan dipulangkan ke daerah asal masing-masing.
Faisal mengatakan, tersangka perkara itu, Kh, dijerat dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Tindak Pidana Perlindungan Anak. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). ”Ancaman hukumannya kurungan penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp 600 juta," katanya. (sir/ang/daq/ign)