SAMPIT – Kawasan hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur kian terancam. Pasalnya, kewajiban plasma yang sebagian besar belum direalisasikan perkebunan kelapa sawit berpotensi masuk kawasan hutan. Program itu baru bisa dijalankan apabila status kawasan dilepaskan. Artinya, kawasan hutan bakal kian berkurang.
Kepala Bagian Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kotim Rody Kamislam mengungkapkan, status kawasan yang digarap perkebunan selama ini masih banyak belum clear and clean, alias masih masuk kawasan hutan. Akibatnya, pemerintah daerah tidak berani menerbitkan surat keputusan calon petani dan calon lahan (CP/CL), karena lahan yang diajukan perlu pelepasan menjadi areal penggunaan lain (APL).
”Kami hanya ikut aturan. Kadang kebun plasma tidak bisa direalisasikan karena berada dalam kawasan hutan. Bupati bisa menerbitkan SK CP/CL kalau lahan sudah APL. Tapi, kalau di kawasan hutan tidak bisa. Kami tidak menerbitkan SK itu. Kalau memaksakan, akan melanggar UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” kata Rody, kemarin (16/10).
Rody menjelaskan, ada tiga aturan yang mengatur tentang plasma. Regulasi itu menyatakan, ada yang wajib dan ada yang tidak wajib. Ada yang mengatur fasilitasi atau sukarela, ada juga yang mengatur masalah kewajiban membangun kebun plasma berdasarkan ketentuan yang mengatur di bidangnya.
”Salah satunya Kementerian Pertanian adalah Permentan. Kalau ATR BPN berdasarkan produk HGU (Hak Guna Usaha). Kemudian KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) berdasarkan porosuk tukar menukar kawasan,” katanya.
Rody menambahkan, selama ini pemerintah sudah mengarahkan bahwa lahan yang masih dalam kawasan hutan harus diurus pelepasannya. Selagi diurus, perkebunan bisa saja merealisasikan program plasma untuk peningkatan ekonomi kerakyatan.
Di sisi lain, Rody membantah Pemkab Kotim tutup mata terkait kewajiban plasma perkebunan. Sebaliknya, pihaknya selalu menekankan kepada perusahaan agar membantu masyarakat sekitar perkebunan tidak hanya melalui skema kewajiban 20 persen plasma.
”Kami bukannya tidak pro masyarakat. Kalau tidak bisa dibangun kebun plasma, ya bangun usaha ekonomi produktif masyarakat. Bisa peternakan, UMKM, dan perikanan. Intinya, 20 persen itu bisa saja kegiatan ekonomi produktif,” ujarnya.
Catatan Radar Sampit, semakin berkurangnya kawasan hutan berkaitan erat dengan kian parahnya bencana banjir di Kabupaten Kotawaringin Timur. Ketua Komisi I DPRD Kotim Rimbun sebelumnya mengatakan, luasan hutan di Kotim sudah hampir sulit dicari. Kalaupun ada, tidak lebih dari sepuluh persen luasan Kotim.
Menyusutnya hutan, lanjutnya, karena pembukaan lahan oleh perkebunan yang masif. Berdasarkan peta, kawasan hutan Kotim tercatat 70 persen. Akan tetapi, karena pembukaan lahan, hanya tinggal 30 persen dari 1.554.456 hektare total luas Kotim.
”Artinya, mengacu aturan, sisa luasan hutan di Kotim berada pada batas minimum. Tapi, secara faktual saya menyakini tidak lebih dari sepuluh persen sisa hutan yang ada kayunya. Kalau kawasan hutan mungkin saja 30 persen, tapi tidak ada kayu sebagai penyangga kehidupan,” ujar Rimbun, beberapa waktu lalu.
Pada 2016 lalu, saat kewenangan kehutanan masih dipegang kabupaten, Pemkab Kotim mempertahankan lahan kritis. Kemudian diusulkan untuk pencadangan ke pemerintah pusat seluas 68 ribu hektare. Namun, yang disetujui hanya 30 ribu hektare.
Luasan hutan Kotim akan terancam jika tidak dilakukan pengawasan ketat dan pengembalian kawasan hutan. Idealnya, kawasan hutan yang tersisa minimal 40 persen. Sebesar 60 persennya digunakan untuk kawasan investasi kehutanan dan perkebunan, termasuk permukiman.
Rimbun menegaskan, langkah nyata untuk merestorasi hutan harus dilakukan. Tidak cukup ketika musim hujan datang dan banjir melanda, pemerintah membagikan bantuan. Apabila tidak ada penanganan nyata, dalam 20 tahun ke depan Kota Sampit tidak menutup kemungkinan akan direndam banjir dari air hujan.
”Banjir kiriman dari wilayah hulu akan menjadikan sungai-sungai besar tidak bisa menampung air kiriman tersebut. Sekarang saja daerah yang belum ada sejarah kena banjir sudah kena. Artinya, dari tahun ke tahun banjir terus meluas,” katanya. (ang/ign)