SAMPIT-Konflik lahan yang berkepanjangan antara warga Kotawaringin Timur (Kotim) melawan PT Karya Makmur Abadi (KMA) mendapat sorotan banyak kalangan. Tidak hanya wakil rakyat dan penggiat lingkungan, persoalan sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit ini membuat Bupati Halikinnor angkat bicara.
Persoalan sengketa lahan yang berlarut-larut tersebut melibatkan mantan kepala sekolah (Kasek) bernama Kusnadi. Lahan yang menjadi sengketa tersebut seluas 26,6 hektare (Ha) dan 2,1 Ha di lokasi yang berbeda di Desa Tumbang Sapiri, Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotim. Kusnadi yang mengklaim pemilik sah lahan tersebut tidak terima lahan yang berisi tanaman langka seperti ulin dan buah-buah lokal seperti durian, manggis dan cempedak tersebut diratakan dengan tanah oleh PT KMA.
Bupati Kotim H Halikinnor meminta permasalahan antara warga dan PT KMA ini segera diselesaikan oleh pihak Kepala Desa (Kades) dan Kecamatan. Ia sangat mendukung warga untuk mempertahankan haknya selama mereka memiliki surat-surat hak kepimilikannya, dan tidak adanya ganti rugi terhadap lahan tersebut.
“Kalau warga desa ada permasalahan dengan perusahaan maka di koordinasikan terlebih dahulu dengan pihak Kades dan Camat, kalau tidak bisa laporkan ke Kabupaten biar dapat ditangani oleh pihak Kabupaten, apalagi warga memiliki surat-surat kepemilikan haknya," kata Bupati Kabupaten H Halikinnor, Jumat (4/11).
Dirinya mengatakan memang selama ini sering terjadi sengketa lahan antara warga dan pihak perusahaan, ada lahan warga belum pernah dijual atau diganti rugi oleh pihak perusahaan tetapi Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan sudah dikeluarkan.
"Seharusnya tanah masyarakat yang belum dijual dan diganti rugi masuk areal HGU harus dikeluarkan atau di-enclave. Dengan demikian, masyarakat bisa mengusahakan sendiri dan meningkatkan status hak kepemilikan atas tanahnya walaupun berada di dalam areal HGU," ujar Halikin.
Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kotim Drs Untung mengatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari warga bernama Kusnadi yang beralamat desa pelangkung Kuala Kuayan terkait lahan miliknya yang digarap oleh PT KMA seluas 26,6 hektare dan 2,1 hektare yang berbeda lokasi, yang di dalamnya ada tanam tumbuhnya berupa buah-buahan, karet dan rotan.
“Kami menerima laporan warga tentang lahan miliknya yang digarap oleh pihak PT KMA, seluas 26,6 hektar, dan 2,1 hektar yang berbeda lokasi, yang didalamnya ada tanam tumbuh berupa buah-buahan, karet dan rotan, yang saat ini sudah digarap dan ditanami dengan kelapa sawit," kata Untung.
Menurutnya warga tersebut meminta agar pihak DAD Kotim agar dapat membantu melakukan mediasi melalui sidang adat untuk dapat menyelesaikan sesuai hukum adat yang berlaku dan pihaknya sudah menjadwalkan mediasi tersebut.
"Kami sudah jadwalkan mediasi itu pada hari Senin (hari ini) untuk melakukan mediasi, dan kami berharap kepada pihak PT.KMA dapat hadir untuk memberikan keterangan, klarifikasi tentang permasalahan lahan tersebut," ujar Untung.
Dirinya mengatakan, perusahaan tersebut kalau sudah ganti lahan pasti sudah tahu dan itu sudah lumrah bagi perusahaan, tetapi pemilik lahan merasakan lahannya tidak pernah dijual dan diganti rugi, dan sebagian lahannya masih dikuasainya ini yang harus di luruskan bersama agar permaslahan ini dapat selesai.
"Kita yakin bahwa perusahaan akan memberikan keterangan yang sesungguhnya, Kalau memang sudah diganti rugi dengan siapa? Dan Kalau belum perusahaan harus ganti rugi, kepada masyarakat yang menuntut haknya, dan kita tidak berharap kalau hak yang sesungguhnya ada pada masyarakat sudah dinikmati orang dalam istilah sudah ganti rugi," ucap Untung
Ia berharap permaslahan ini setelah dilakukan mediasi dapat selesai secepatnnya kalau memang sudah dijual atau ganti rugi pihak perusahaan harus membuktikan dengan siapa mereka membeli, karena pemilik lahan tidak pernah merasa lahannya dijual keperusahaan dan belum menerima ganti rugi dari pihak perusahan.
Sementara pemilik lahan Kusnadi melalui kuasanya Wiktor T Nyarang mengatakan lahan yang sudah dikuasai keluarga Kusnadi itu secara turun temurun itu kini digarap secara brutal oleh pihak perusahaan PT KMA tanpa adanya ganti rugi. Karena tidak ada lagi tempat mengadu, sehingga mereka melaporkan masalah itu ke lembaga DAD Kabupaten Kotim.
"Kami berharap dengan mediasi, semua fakta dapat terungkap, sehingga permasalahan dapat selesai, karena kami memiliki bukti kuat terhadap hak kepemilikan lahan tersebut,” tegasnya.
Sebelumnya, permasalahan yang terkesan berlarut-larut dan tak kunjung beres antara warga vs PT KMA ini membuat wakil rakyat di DPRD Kotim bereaksi. Sekretaris Komisi I DPRD Kotim H Ardiansyah meminta pihak perusahaan yang bergerak di sector perkebunan kelapa sawit itu segera membereskan konflik dengan warga di wilayah sekitar perkebunan.
“Kami minta pihak PT KMA segera menyelesaikan permasalahan lahan warga yang digarap itu. Menurut penuturan warga, PT KMA menggarap lahan tersebut tanpa ada ganti rugi. Bahkan semua tanaman yang ada dalam lahan tersebut habis dibabat,” ucap Ardiansyah kepada Kalteng Pos, baru-baru ini.
Ia mengatakan, selama ini PT KMA sering terlibat masalah dengan warga. Karena itu pihaknya mengingatkan manajemen PT KMA agar tidak lagi menggarap lahan warga sebelum ada ganti rugi.
“Terkadang tanah itu benar-benar milik warga tapi masuk HGU. Secara aturan sebagai pemilik HGU, perusahaan berhak untuk mengelola. Namun seharusnya sebelum HGU dikeluarkan, dilakukan pengecekan perihal kepemilikan lahan itu,” ujar Ardiansyah.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga meminta pihak perusahaan secara bijak melihat bahwa tidak semua plotting atau perencanaan HGU itu benar. Sebab, ada saja perusahaan mengarap lahan warga. Bahkan sertifikat tanah sudah dimiliki warga sebelum masuknya perusahaan. Namun akhirnya lahan mereka justru masuk dalam HGU.
“Kami meminta secara tegas kepada PT KMA untuk segera menyelesaikan permasalahan atau sengketa tersebut serta meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotim melakukan pemetaan dan pengukuran ulang,” tegas Ardiansyah.
Lebih lanjut ia mengatakan, pemerintah kecamatan, kelurahan, dan desa diyakini mengetahui persis kondisi dan status lahan di wilayah masing-masing. Karena itu sangat diharapkan laporan yang jujur dan valid kepada pemerintah kabupaten, karena laporan tersebut menjadi dasar dalam proses perizinan selanjutnya. Pihaknya menilai camat, lurah, dan kepala desa mempunyai peran penting untuk mencegah munculnya sengketa lahan dengan teliti dalam hal perizinan.
“Camat, lurah, dan kepala desa harus jujur. Kalau lahan itu memang clear atau tidak bermasalah, ya katakan tidak ada masalah. Tapi kalau tanah itu masih ada masalah, katakan saja itu belum beres. Jangan hanya diam. Kasian warga yang punya ha katas lahan,” tegasnya.
Sejauh ini pihak perusahaan masih bungkam. Ketika coba dihubungi Kalteng Pos, belum ada jawaban dari pihak perusahaan. Rencananya mediasi terkait sengketa lahan ini akan digelar oleh DAD Kotim pada Senin (7/11/2022), dengan menghadirkan kedua belah pihak yang bersengketa. (bah/ala)