Kepala Desa Tumbang Ramei Natalis membantah dirinya bersama pihak aparatur desa lainnya ikut mengincar kayu di wilayah itu. Menurutnya, informasi yang diterima Bupati Kotim hanya sepotong-sepotong hingga akhirnya merugikan perangkat desa setempat. Natalis mengungkapkan, awalnya memang ada rencana sejumlah warga yang tergabung dalam kelompok tani bekerja sama dengan perusahaan kayu untuk menggarap hutan di Tumbang Ramai. Namun, hal itu batal dilakukan, karena areal yang akan dikerjasamakan ternyata masuk dalam izin PT Bintang Sakti Lenggana (BSL).
”Memang benar beberapa waktu lalu ada rencana itu, namun dibatalkan karena kendala izin. Selain itu, perusahaannya sudah nonaktif,” kata Natalis. Dia melanjutkan, kerja sama yang dilakukan melalui poktan itu luasannya hanya sekitar 200 hektare, tak membabat hutan secara keseluruhan seperti yang tengah diincar PT BSL, anak perusahaan NT Corps tersebut. ”Itu hanya pengambilan kayu dengan standard ukuran tertentu, tidak semuanya dibabat dan tanahnya tidak diambil perusahaan,” tegasnya.
Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya menegaskan akan tetap mempertahankan hutan sekitar 4.000 hektare di Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang. Bahkan, dia tengah mengambil ancang-ancang mencabut izin di wilayah itu yang sedang berproses menjadi hak guna usaha (HGU) untuk PT Bintang Sakti Lenggana (BSL).
Halikinnor menuturkan, lahan tersebut akan dijadikan sebagai hutan monumental. Apalagi kawasan itu merupakan hutan asli. Kayu yang tubuh sudah termasuk langka dengan usia ratusan tahun. ”Saya ingin jadikan hutan di Tumbang Ramei ini sebagai hutan monumental dan tetap dipertahankan, karena mungkin hutan semacam ini tidak ada lagi yang lain,” katanya.
Halikinnor mengungkapkan, ada banyak pihak yang berkepentingan dengan hutan di Desa Tumbang Ramei tersebut. Selain mengincar lahan yang berstatus areal penggunaan lain (APL), ada juga oknum perusahaan dan pengusaha mengincar kayu di dalamnya. Termasuk aparatur desa juga disinyalir punya kepentingan mengambil kayu hutan itu.
”Saya terima informasi kepala desa, ceritanya mempertahankan lahan itu, tapi justru ingin menggarap lahan itu dan dikuasakan kepada salah satu perusahaan kayu. Tak benar juga. Saya mohon dukungan. Banyak orang yang ingin ambil kesempatan, karena di situ ada yang sudah mengincar kayunya. Saya tegas, tidak mau kompromi kalau berkaitan dengan urusan lingkungan hidup,” kata Halikinnor.
Ekspansi perusahaan perkebunan PT BSL mengancam kawasan hutan di wilayah Desa Tumbang Ramei seluas sekitar 4.000 hektare. Warga melakukan perlawanan dan menolak kawasan hutan yang menyimpan kekayaan alam Kotim itu dibabat untuk perkebunan.
PT BSL mengantongi izin dengan total 9.566 hektare. Luasannya tersebar di Desa Tumbang Ngahan, Sungai Puring, Kuluk Telawang, Tumbang Kalang, Tumbang Manya, Tumbang Ramei, Tumbang Hejan, dan Tumbang Ngahan. Izin di wilayah Desa Tumbang Ramei merupakan izin usaha perkebunan (IUP), perluasan lokasi yang disetujui pemerintah daerah per 1 Oktober 2020. Ekspansi itulah yang ditolak warga setempat. (ang/ign)