Masih tingginya angka kasus tuberkulosis yang dikenal masyarakat dengan sebutan TBC menjadi perhatian pemerintah. Hingga November 2022, angka kasus TBC di Kalimantan Tengah tercatat sebanyak 2.933 kasus. Treatment coverage di angka 31 persen, yang artinya masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai 55 persen.
Capaian cakupan perawatan tertinggi tercatat di Kabupaten Murung Raya dengan treatment coverage sebesar 68 persen. Angka keberhasilan pengobatan di Kalteng pada pertengahan tahun 2022 (pasien pengobatan di tahun 2021) sebesar 78 persen atau masih di bawah target nasional yaitu 90 persen.
Kemudian, pasien TBC RO (resisten obat) di Kalteng di tahun 2022 ditemukan sebanyak 41 pasien. Namun, yang memasuki tahap pengobatan hanya 34 pasien. Fasilitas pengobatan TBC RO di Kalteng masih terkonsentrasi di Palangka Raya, Pangkalan Bun, dan Sampit. Untuk fasilitas TCM, tersedia di seluruh fasilitas kesehatan di 14 kabupaten/kota se-Kalteng.
Hal itu diungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotim Umar Kaderi melalui Sekretaris Dinkes Kotim Ali dalam kegiatan penguatan kapasitas petugas dan kader dalam pengawasan minuman obat-obatan dan investigasi kontak yang dilaksanakan di Aquarius Boutique Hotel Sampit, Kamis (24/11). Ali mengatakan, investigasi kontak merupakan suatu intervensi langsung terhadap permasalahan rendahnya angka penemuan TBC di Kalteng yang telah mendapat dukungan dari SR Komunitas Penabulu-STPI yang memiliki kader terlatih. Mereka terjun langsung ke lapangan untuk memantau sumber penularan dari indeks kasus.
Saat ini, lanjutnya, wilayah kerja SR Komunitas Penabulu-STPI hanya terbatas di Palangka Raya dan Sampit. Namun, investigasi kontak didukung penuh dalam juknis kegiatan melalui DAK nonfisik di puskesmas. Oleh karena itu, seluruh kabupaten di Kalteng harus melaksanakan investigasi kontak secara komprehensif, baik dengan bantuan komunitas atau swadaya dan pembentukan kader secara mandiri melalui berbagai ragam kegiatan pembinaan di puskesmas, sehingga target penemuan TBC dan keberhasilan pengobatan pasien TBC dapat dicapai.
”Pencapaian indikator utama program TBC di tahun 2022 sudah menunjukkan peningkatan dibanding masa awal pandemi tahun 2020 dan harus lebih baik lagi di tahun 2023. Maka itu, kegiatan ini diharapkan dapat mempercepat eliminasi TBC tahun 2030 dan Indonesia bisa terbebas dari TBC di tahun 2050,” kata Ali. Sebagai informasi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBCC tertinggi di dunia, tepatnya ketiga setelah Cina. Sedikit kemajuan dari tahun 2020, yang sebelumnya berada di urutan kedua setelah India.
Berdasarkan Global TBC Report Tahun 2021, diketahui insiden TBCC sebanyak 824.000 kasus serta mortalitas TBCC 34/100.000 penduduk per tahun. Penanganan pandemi Covid-19 memberikan banyak pelajaran bagi pemerintah untuk menangani penyakit berbasis penularan melalui udara, sehingga setelah pandemi tertangani, TBC merupakan prioritas penyakit menular untuk segera ditangani melalui komitmen eliminasi TBC Indonesia tahun 2030.
Melalui Perpres Nomor 67 tahun 2021, penanggulangan TBC bukan hanya urusan sektor kesehatan, melainkan menjadi tanggung jawab lintas kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah. ”Agar cita-cita pemerintah dalam mewujudkan eliminasi TBC 2030 dan Indonesia bebas TBC 2050 dapat tercapai, harus giat melakukan koordinasi dan kerja sama lintas sektor, salah satunya melalui kegiatan penguatan kapasitas petugas dan kader dalam pengawasan minuman obat dan investigasi kontak,” katanya.
Di sisi lain, lanjutnya, capaian indikator utama program TBC di tingkat nasional tahun 2022, seperti indikator penemuan dan pengobatan pada TBC sensitive obat (SO) maupun TBC resisten obat (RO) hingga Oktober 2022 masih di angka 45 persen. ”Sesuai arahan Pak Menteri Kesehatan dalam pidatonya sebagai keynote speaker di INA-TIME 2022 di Bali, agar di tahun 2022 target nasional penemuan kasus TBC setidaknya bisa mencapai angka 75 persen secara nasional dan sudah harus mencapai angka 90 persen di tahun 2023-2024,” katanya.
Maka itu, tambahnya, kegiatan itu diharapkan dapat mewujudkan target eliminasi TBC di Indonesia pada tahun 2030. ”Kegiatan ini kami harapkan dapat meningkatkan cakupan investigasi kontak, pengetahuan kader, dan pengelola program dalam melaksanakan investigasi kontak dan pengawasan obat-obatan sesuai standard di puskesmas, serta dapat meningkatkan capaian pemberian terapi pencegahan TBC di Kalteng,” ujarnya. (hgn/ign)