Kampung narkoba Palangka Raya di kawasan Puntun, Jalan Rindang Banua, kembali menyita perhatian. Salihin alias Saleh, terpidana kasus kepemilikan sabu 200 gram yang dikenal sebagai bos besar narkoba di wilayah itu, tak diketahui jejaknya. Akibatnya, Kejari Palangka Raya belum bisa mengeksekusi putusan Mahkamah Agung yang memenjarakan pria itu selama tujuh tahun. ”Sementara ini kami masih melakukan pencarian. Nanti, kalau sudah ketemu kami eksekusi,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Palangka Raya Totok Bambang Sapto Dwijo, Rabu (7/12).
Totok menuturkan, pihaknya telah menerima putusan kasasi MA dan akan melakukan pencarian terhadap Saleh dengan menggunakan sistem informasi teknologi (IT). Namun, dia tak menjelaskan lebih jauh mengenai upaya perburuan terhadap sosok yang dikenal licin dari tangan hukum itu.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Palangka Raya sebelumnya memvonis bebas Saleh dari perkara kepemilikan sabu seberat 200 gram pada 24 Mei lalu. Hakim menyatakan Saleh tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Saleh dinilai tak terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana serta dakwaan alternatif ke-2, yaitu Pasal 112 Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mengacu putusan itu, Majelis Hakim meminta Saleh segera dibebaskan dari tahanan.
Putusan tersebut diwarnai perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan antara Ketua Majelis Hakim Heru Setiyadi dengan dua anggotanya, Syamsuni dan Erhammudin. Dalam pendapatnya, Heru menyatakan Saleh terbukti bersalah dalam dakwaan, sementara Syamsuni dan Erhammudin menyatakan sebaliknya.
Hasil voting akhirnya membuat Saleh bebas. Dia sebelumnya dituntut dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp2 miliar dengan subsider 3 bulan penjara. Putusan tersebut membuat publik bereaksi. Aliansi Masyarakat Kalteng sempat mengancam akan menduduki Pengadilan Tinggi Palangka Raya apabila tak ada kejelasan mengenai tuntutan penonaktifan tiga hakim yang membebaskan Saleh. Hakim tersebut dinilai layak dipecat, karena narkoba yang dimiliki terdakwa, menjadi barang bukti yang kuat dalam pengadilan.
Di sisi lain, Kejari Palangka Raya melakukan kasasi ke MA terhadap putusan tersebut. Dalam putusannya, MA menjatuhkan vonis pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap Saleh. ”Menyatakan terdakwa Salihin alias Saleh terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum menguasai narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman melebihi lima gram,”demikian bunyi putusan amar kasasi yang dikutip dari http://sipp.pn-palangkaraya.go.id.
Putusan tersebut dikeluarkan Hakim MA Suhadi selaku Ketua Majelis Hakim didampingi dua Hakim Anggota Soesilo dan Suharto. Vonis terhadap Saleh sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Palangka Raya sebelumnya. Catatan Radar Sampit, Saleh kerap lolos dari jerat hukum dalam tindak pidana narkoba.
Sebelumnya dia pernah dipenjara, namun terkait kepemilikan senjata api, hasil operasi aparat yang digelar di kediamannya, kawasan Puntun pada Agustus 2019 silam. Dia lolos dari jeratan hukum kasus narkoba karena tak ditemui barang bukti barang haram itu. Polisi akhirnya hanya menjeratnya dengan perkara senjata api ilegal. Saleh merupakan gembong besar pengendali narkoba di kawasan Puntun. Bahkan, menurut Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalteng, pria itu pernah bertransaksi menjual satu kilogram sabu di wilayah Palangka Raya yang nilainya mencapai belasan miliar rupiah.
Saleh dikenal sebagai pengendali kawasan Puntun. Dia gembong besar yang ditakuti dan disegani warga setempat. Hukuman penjara tak mampu menghentikannya. Dia ikut mengendalikan peredaran narkoba dibantu istrinya, Komariah alias Kokom (22). Sang istri pernah dibekuk aparat pada 5 Maret 2020. Dari Kokom, polisi juga mengamankan barang bukti 52,85 gram sabu dan uang sebesar Rp29,6 juta. Sebelum diringkus karena kepemilikan senjata api pada 2019 lalu, sepak terjang Saleh dikenal sangat licin. Dia mampu lolos dari target aparat berkat sistem pengamanan yang dibangunnya. Dia juga disebut-sebut ikut membangun infrastruktur di kawasan Puntun.
Perputaran uang dari bisnis haram di wilayah itu sangat besar. Polisi menduga dalam sebulan, sabu yang beredar mencapai 3 kilogram dengan nilai uang sebesar Rp6 miliar. Sebagian dari bisnis haram itu juga digunakan bandar, terutama Saleh, untuk menghidupi warga setempat agar ikut bekerja sama.
Dukung Pembersihan
Sementara itu, Koordinator Kedamangan Kalimantan Tengah Marcos Tuwan mendukung penuh langkah aparat kepolisian membersihkan Puntun dari peredaran narkoba. Upaya itu merupakan tindak lanjut setelah adanya kasus tewasnya polisi di wilayah itu akibat bisnis haram tersebut. Marcos mengatakan, penindakan tersebut juga harus dilakukan di seluruh daerah yang terindikasi terjadi penyalahgunaan narkoba dan meresahkan masyarakat. ”Jadi, semua terindikasi wilayah peredaran narkoba harus ditindak tegas,” katanya. Kepala BNN Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Brigjen Pol Sumirat Dwiyanto mengatakan, Kalteng masih menjadi pangsa pasar peredaran narkoba. Apalagi pecandu di Bumi Tambun Bungai mencapai 10 ribu orang, sehingga stakeholder terkait terus berupaya mencegah dan menangkal peredaran narkotika di Kalteng.
”Saya juga sudah ajak seluruh daerah komitmen dalam memberantas dan mencegah peredaran narkotika. Ingat, tidak mungkin satu instansi saja yang bisa menyelesaikan persoalan narkotika. Seluruh stakeholder sama-sama bergandengan tangan,” ujarnya. (ewa/daq/ign)