Potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun ini diperkirakan lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Semua pihak diminta waspada agar bencana asap tak lagi terulang. Apalagi karhutla yang terjadi selama ini sebagian besar unsur kesengajaan. Berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia akan mengalami El Nino pada 2023. Fenomena ini menyebabkan kemarau panjang atau mundurnya musim penghujan. Indikasi ini mengacu pada tiga tahun berturut-turut terjadinya La Nina di Indonesia.
Dampak fenomena tersebut adalah meningkatnya potensi karhutla. Luasan lahan yang terbakar bisa lebih besar dibanding 2020 dang 2021. Hal tersebut disebabkan cuaca cenderung kering dan panas. ”Kita perlu waspadai potensi karhutla yang lebih besar dibanding 2020 – 2021. Kalau ditanya kekeringannya merata atau tidak, yang perlu diwaspadai daerah yang menjadi titik karhutla, di antaranya Sumatera dan Kalimantan,” kata Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Supari, seperti dikutip dari Radar Jogja (grup Radar Sampit), beberapa waktu lalu.
Supari mencontohkan data karhutla saat kondisi netral, La Nina dan El Nino. Kondisi netral terjadi pada medio 2016 sampai 2018. Kala itu karhutla di Sumatera mencapai 1.000 titik, sementara di Kalimantan 2.300 titik. Saat kondisi La Nina tiga tahun terakhir terjadi penurunan. Tercatat muncul 600 titik karhutla di Sumatera dan Kalimantan 1.600 titik. Prakirawan Cuaca BMKG Bandara Haji Asan Sampit Rahmat Wahidin Abdi mengatakan, pihaknya belum merilis prakiraan musim kemarau tahun ini. Rilis biasanya dilakukan sekitar Maret, sehingga belum bisa diprediksi seberapa lama musim kemarau terjadi.
”Di Kotim saat ini masih memasuki musim hujan. Hanya saja, ada beberapa fenomena atmosfer yang mengurangi intensitas curah hujan belakangan ini,” kata Rahmat, Senin (16/1). Rahmat mengatakan pada tahun 2023, ENSO diprediksi dalam fase netral secara general. Artinya, pola cuaca mengikuti normal. Namun, memang cenderung terjadi El Nino pada Juni hingga Oktober yang identik dengan berkurangnya curah hujan.
ENSO (El Nino Southern Oscillation) merupakan fenomena alam berupa fluktuasi suhu muka laut di sekitar bagian tengah dan timur ekuator Samudera Pasifik yang berinteraksi dengan perubahan kondisi atmosfer di atasnya. Fenomena ENSO terdiri dari tiga fase, yaitu El Nino, La Nina, dan Netral. Lebih lanjut Rahmat mengatakan, prediksi curah hujan bulanan untuk tiga bulan ke depan, terhitung Februari, Maret, dan April 2023 curah, masuk dalam kategori menengah, yaitu antara 200-300 mm dengan sifat hujan normal.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sebelumnya juga telah mengingatkan, sejumlah daerah perlu mewaspadai curah hujan di bawah normal yang dapat memicu kekeringan dan berdampak karhutla. Wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan dan kebakaran lahan dan hutan selama periode kemarau normal tahun ini umumnya terjadi di Riau, Sumatera Selatan, dan sebagian Kalimantan. ”Semua pihak juga perlu mewaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan di tahun 2023 yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2020, 2021, maupun 2022 yang kemaraunya bersifat basah,” katanya. Sementara itu, kebakaran lahan masih terjadi di Kotim. Senin (16/1) lalu, terjadi dua titik kebakaran di wilayah Kota Sampit, yakni Jalan Pandawa dan Jalan Pramuka Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Disdamkarmat), ada dua kali pemadaman kebakaran lahan dalam sehari. Kebakaran lahan pertama terjadi di Jalan Pramuka Km 3 Sampit, pukul 13.24 WIB.
”Di lokasi pertama ada lahan kosong seluas 0,25 hektare ludes terbakar. Kami menduga ada unsur kesengajaan dalam kebakaran itu,” kata Kepala Disdamkarmat Kotim Hawianan, Selasa (17/1). Dalam waktu yang berdekatan, lanjutnya, kembali terjadi kebakaran lahan di Jalan Pandawa, sekitar pukul 15.35 WIB. Lahan seluas dua hektare di lokasi tersebut diduga sengaja dibakar oknum tak bertanggung jawab.
Hawianan kembali mengimbau masyarakat agar tidak melakukan aktivitas membakar lahan. Sebab, jika kebakaran terlanjur meluas, akan sangat sulit dipadamkan. Belum lagi dampak buruk yang dihasilkan dari kebakaran tersebut. ”Kami tidak bosan mengimbau agar masyarakat tidak melakukan aktivitas membakar lahan. Sebab, kondisi sekarang berbahaya, kebakaran cepat meluas, hingga berpotensi menimbulkan asap,” ujarnya. Kepala BMKG Stasiun Haji Asan Sampit Musuhanaya mengatakan, pada Senin (16/1) lalu tak terpantau titik panas di Kotim. Namun, ditinjau dari kemudahan kebakaran dari analisa parameter cuaca di Kalteng, kondisi daratan Kotim statusnya mudah dan sangat mudah terbakar. (hgn/yn/ign)