Perpanjangan landasan pacu Bandar Udara Haji Asan Sampit dinilai menjadi harga mati agar bandara tersebut tak kian sepi. Hal itu jadi salah satu solusi agar maskapai lain bisa melayani rute Sampit, sehingga harga tiket yang mencekik bisa ditekan karena adanya persaingan. ”Saya kira persoalan mahalnya harga tiket pesawat harus diatasi. Kita harus mendukung perpanjangan landasan bandara agar maskapai lain juga bisa masuk. Dengan begitu nanti ada persaingan harga riket,” kata Rinie Anderson, Ketua DPRD Kotim.
Rinie mengungkapkan, salah satu alasan DPRD Kotim menyetujui anggaran pembebasan lahan untuk landasan pacu, yakni agar bandara tersebut bisa dibenahi. Sebab, tak mungkin Bandara Haji Asan Sampit ini dibiarkan dengan kondisinya sekarang. Bandara Haji Asan Sampit memiliki panjang 2.060 meter dengan lebar 30 meter. Lebih pendek dibandingkan Bandara Iskandar Pangkalan Bun yang memiliki panjang 2.120 meter dengan lebar 45 meter.
”Anggaran untuk pembebasan lahan untuk perpanjangan sudah diselesaikan dan disepakati, sehingga berikutnya sekarang tinggal bagaimana pihak bandara merealisasikan program perpanjangan ini. Untuk tanah sudah disiapkan dan berikutnya merupakan tugas pemerintah daerah bersama Kemenhub di Jakarta saja lagi,” ujar Rinie. Menurut Rinie, mahalnya harga tiket dari Sampit banyak dikeluhkan masyarakat. Termasuk dirinya yang kerap pergi ke Jakarta. Bahkan, untuk kegiatan pribadinya, Rinie mengaku tak jarang harus melalui bandara lain. ”Persoalan harga tiket memang harus jadi fokus perhatian pemerintah. Perlu juga diketahui, pengguna jasa transportasi udara ini bukan semuanya orang berekonomi mapan,” ujar Rinie.
Apabila frekuensi penerbangan dan maskapai di Bandara Haji Asan Sampit bertambah, dia yakin akan berdampak positif. Keterbatasan frekuensi penerbangan juga jadi alasan sebagian warga memilih bepergian melalui bandara di Palangka Raya dan Pangkalan Bun. Selain mahalnya harga tiket, pengguna jasa penerbangan juga kerap mengeluhkan seringnya kerterlambatan serta jadwal yang bisa berubah mendadak. Warga tak punya pilihan karena terbatasnya maskapai penerbangan, yakni hanya ada Wings Air rute Sampit-Surabaya dan NAM Air rute Sampit – Jakarta.
”Kalau nantinya dapat didarati pesawat berbadan lebar, kami berharap harga tiket bisa lebih murah seperti Palangka Raya, sehingga ini akan sangat membantu aktivitas perekonomian di Kotim ini,” ucap Rinie. Sebelumnya, rencana perluasan landasan pacu (runway) Bandara Haji Asan Sampit bakal menelan anggaran sekitar Rp60 miliar. Pemkab Kotim telah menyelesaikan pembebasan lahan di jalur landasan.
Bupati Kotim Halikinnor mengatakan, sebelum Covid-19 pada 2019 lalu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pernah menganggarkan peningkatan dan pengembangan Bandara Haji Asan Sampit. Namun, dalam perjalanannya, lahan belum clear, sehingga anggaran yang disiapkan belum bisa terealisasi. Halikinnor belum bisa memastikan apakah Kemenhub telah menganggarkan untuk perluasan landasan atau belum. ”Sampai saat ini informasi sementara dari Kepala Bandara belum tahu ada atau tidaknya anggaran APBN untuk perluasan landasan, walaupun master plan sudah masuk di Kemenhub. Ada kemungkinan belum teranggarkan,” katanya.
Oleh karena itu, Halikinnor akan berkomunikasi dan menghadap Menhub untuk memastikan anggaran tersebut. Apabila tidak ada kepastian, dia akan koordinasikan dengan DPRD Kotim untuk menggunakan APBD. ”Memang seharusnya pusat yang mengganggarkan pakai APBN, tetapi ini kan kebutuhan kita (Kotim) dan ini memang harus diupayakan karena ini menyangkut fasilitas publik yang sangat vital,” tegasnya. Halikinnor khawatir, apabila tidak segera mengupayakan perluasan landasan, maskapai yang ada justru berhenti beroperasi.
Akibatnya, maskapai penerbangan semakin sepi dengan rute yang semakin sedikit dan layanan di bandara menjadi tidak berfungsi maksimal. Halikinnor bertekad Bandara Haji Asan Sampit harus naik kelas dan mampu bersaing dengan kabupaten lainnya. ”Kurang panjangnya landasan pacu merembet ke tarif tiket pesawat yang mahal. Kita tidak ada pilihan, pesawat sedikit, di situ kelemahan kita. Harga tiket mahal pun kadang saya bisa tak dapat karena terlambat dan saya juga sering lewat Palangka Raya karena tidak ada pilihan,” ujarnya. (ang/ign)