Suksesi Ben Brahim S Bahat menduduki tahta tertinggi di Kabupaten Kapuas sebagai bupati diduga hasil dari uang haram. Demikian pula jabatan sang istri Ary Egahni yang duduk sebagai anggota DPR RI dari Partai NasDem. Ongkos gila pesta demokrasi itu ditutupi dari aliran haram gratifikasi dan korupsi. Hal tersebut diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penangkapan terhadap keduanya, Selasa (28/3). KPK resmi menahan dan menyematkan rompi oranye bertuliskan ”Tahanan KPK” kepada keduanya.
”Kasus ini sebagai tindak lanjut laporan masyarakat yang diterima KPK, sehingga kami melakukan pengumpulan data, informasi, hingga keterangan. Sampai hal itu dilanjutkan ke tahap penyidikan hingga menemukan dugaan peristiwa pidana,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Menurut Johanis, keduanya diduga melakukan korupsi terkait pemotongan anggaran yang seolah-olah utang kepada penyelenggara negara dan menerima suap di Pemkab Kapuas. Uang yang diterima mencapai Rp8,7 miliar. Johanis melanjutkan, dugaan tindak pidana itu dilakukan Bupati Kapuas dengan menerima sejumlah uang dan fasilitas dari satuan organisasi perangkat daerah (SOPD) dan pihak swasta. Sang istri diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan.
”Antara lain dengan cara memerintahkan beberapa kepala SOPD untuk memenuhi kebutuhan pribadi dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah,” ujarnya. ”Sejumlah uang itu juga termasuk dari pihak swasta. Sedangkan sang istri, diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan. Antara lain dengan cara memerintahkan beberapa kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadi dalam bentuk pemberian uang dan atau barang mewah,” bebernya lagi.
Menurut Johanis, sumber uang yang diterima berasal dari pos anggaran resmi SOPD. Uang yang diterima digunakan untuk membiayai operasional saat mengikuti Pilkada Kapuas tahun 2018 dan Pilkada Kalteng tahun 2020. Termasuk keikutsertaan Ary Egahni dalam pemilu legislatif DPR RI tahun 2019.
Johanis melanjutkan, Ben juga diduga menerima sejumlah uang terkait izin lokasi perkebunan di Kapuas. Selain itu, meminta pihak swasta untuk menyiapkan sejumlah massa saat mengikuti Pilkada Kapuas dan Pilkada Kalteng. Termasuk massa untuk suksesi sang istri mendudiki kursi parlemen.
”Jumlah uang yang diterima keduanya sekitar Rp8,7 miliar, antara lain digunakan membayar dua lembaga survei nasional. Saat ini tim penyidik masih terus melakukan pendalaman dan penelusuran terkait dengan adanya penerimaan lain oleh keduanya,” katanya. Johanis menambahkan, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf F dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 KUHP.
”Kepala daerah itu harusnya jadi pengayom bagi jajarannya, bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk melakukan praktik pengutang kepada ASN untuk kepentingan pribadi,” ujarnya. Sementara itu, di Kapuas, sejumlah petugas KPK menggeledah Kantor Bupati Kapuas di Jalan Pemuda, Kuala Kapuas. Tim tiba sekitar pukul 11.00 WIB menggunakan mobil Toyota Innova. Beberapa petugas memasuki sejumlah ruangan, baik di lantai satu maupun lantai dua.
Setelah beberapa jam mengobok-obok ruangan, tim KPK yang dikawal aparat kepolisian bersenjata lengkap itu langsung meninggalkan Kantor Bupati Kapuas sekitar pukul 15.30 WIB. Mereka membawa dua koper besar. Selain Kantor Bupati Kapuas, tim tersebut juga kabarnya menggeledah kediaman Ben di Jalan Kenanga, Kapuas. (tim/ign)