ernyataan Ketua Majelis Pertimbangan Karang Taruna Kalteng Nadalsyah yang menyebut Pemprov Kalteng terlalu jauh mencampuri urusan organisasi kepemudaan, disesalkan pemerhati hukum Kalteng Misran Haris. Di sisi lain, pengurus yang terbentuk sebelumnya, sarat kepentingan politik, karena didominasi orang-orang dari partai politik. Haris menuturkan, sikap Nadalsyah yang menyudutkan Gubernur Kalteng Sugianto Sabran terkait pelantikan pengurus Karang Taruna Kalteng periode 2023-2028, sangat tidak elok. Apalagi menurutnya tudingan itu tanpa bukti dan hanya berdasarkan asumsi.
”Mencermati gejolak Temu Karya Daerah (TKD) Karang Taruna Kalteng, hingga munculnya statemen Nadalsyah yang diduga menuding Gubernur Kalteng seenaknya. itu kami rasa tidak elok dan bukan sikap seorang pembina,” ujarnya, Minggu (2/4). Menurutnya, akan lebih elok apabila Nadalsyah mencari sumber yang akurat terkait aturan Karang Taruna. Sebab, pelaksanaan Temu Karya Daerah (TKD) Karang Taruna Kalteng yang dilaksanakan pada 30 Maret 2023, dilaksanakan karena adanya penolakan dari delapan kabupaten terhadap Temu Karya pada 22 Januari 2023.
”Masyarakat dan pemuda harus cerdas menyikapi ini. Pemerintah tidak mungkin membawa ini ke ranah politik, apalagi Sugianto Sabran sudah dua periode menjabat. Justru langkah Pemprov Kalteng menyelamatkan Karang Taruna dari politik praktis,” ujarnya. ”Kami sarankan agar Koyem (panggilan akrab Nadalsyah, Red) lebih berhati-hati. Apalagi ini tahun politik. Tidak elok selaku kepala daerah dan pimpinan partai politik menyebut Gubernur Kalteng dengan tuduhan yang tidak benar,” tambahnya lagi. Haris melanjutkan, mengacu Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 25 Tahun 2019 tentang Karang Taruna, pada Pasal 38 huruf disebutkan, pembina Karang Taruna tingkat provinsi adalah gubernur, bukan pimpinan partai politik.
Dia melanjutkan, hasil TKD yang dilaksanakan pada 22 Januari 2023 lalu mendapat penolakan dari sejumlah daerah. Ada delapan pengurus kabupaten yang menolak hasil tersebut, sehingga Pemprov Kalteng merujuk pada surat dari Kementerian Sosial, melaksanakan kembali TKD Karang Taruna hingga terpilihnya Chandra Ardinata.
”Kita juga tidak ingin Karang Taruna dibawa ke ranah politik praktis. Apalagi kepengurusan didominasi oleh satu partai politik. Ini tentu tidak elok dan tidak menggambarkan keberagaman,” ujarnya. Sebelumnya, Nadalsyah menilai Pemprov Kalteng telah terlalu jauh mencampuri urusan organisasi kepemudaan. Dia merespons terjadinya dualisme kepengurusan Karang Taruna Kalteng, yakni kubu Edy Rustian dan Chandra Ardinata.
Chandra terpilih melalui Temu Karya Daerah (TKD) yang dilaksanakan di Dinas Sosial Kalteng pada Kamis 30 Maret 2023 lalu. Dia kemudian dilantik Sekda Kalteng Nuryakin pada Jumat (31/3) malam, dengan mengacu SK Gubernur Kalteng. Sementara Edy Rustian terpilih melalui Temu Karya Daerah yang digelar 22 Januari 2023 di Hotel Avicena Palangka Raya. Edy mendapatkan SK pengesahan dari Ketua Umum (Ketum) Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT) Didik Mukrianto. ”Kenapa sampai terjadi seperti itu? Karang Taruna Kalteng versi Edy Rustian sudah keluar SK-nya dari PNKT yang kami anggap sah, terus kenapa lagi kok ada Karang Taruna tandingan?” ujar Nadalsyah.
”Kalau seperti ini terus, istilahnya Kalimantan Tengah bisa diatur oleh pemerintah segala organisasinya itu. Saya rasa kurang elok jika begitu,” tegasnya. Menurut Nadalsyah, organisasi itu induknya ada di pusat. Jadi, apa pun yang menjadi keputusan pusat, harus dihormati. ”Kalau semua organisasi dibikin seperti itu, ya itu tidak baik. Berarti AD/ART tidak berlaku,” katanya. Pihaknya berencana akan melakukan gugatan melalui PTUN. ”Mungkin nanti akan ada upaya-upaya hukum, tapi masih akan dikoordinasikan terlebih dahulu,” ujarnya. (daq/ign)