Musim mudik Lebaran tahun ini masih diwarnai calo tiket kapal laut yang bergentayangan di sekitar Pelabuhan Sampit. Praktik tersebut sulit diberantas karena sebagian pemudik bergantung pada jasa yang ditawarkan. Sengkarut mudik itu perlu evaluasi tahun depan agar tak banyak warga yang dirugikan, baik waktu maupun materi. Dari sejumlah kasus calo tiket yang ditemui Radar Sampit pekan lalu, sebagian besar pemudik terpaksa memanfaatkan jasa tersebut karena mereka bekerja di perkebunan sawit, jauh dari Kota Sampit. Ada sekitar 15 calo yang berkeliaran menawarkan tiket pada calon penumpang yang ingin mudik ke Jawa menggunakan kapal.
Tati menjadi salah satu korban penipuan jual beli tiket online yang ditawarkan melalui Facebook. Wanita itu dibelinya dari seseorang dengan nama akun Dani Dewangga. Penipu menawarkan harga tiket sebesar Rp850 ribu per orang, beberapa kali lipat lebih mahal dibanding harga resmi. Sampai mendekati jam keberangkatan dengan tujuan Semarang, Kamis (20/4) lalu, pelaku tak juga menyerahkan tiket. Sebaliknya, Tati kembali diminta mengirim kekurangan uang sebesar Rp200 ribu.
”Pemilik akun atas nama Dani ini katanya menurunkan Yohan Pakuna yang akan mengantarkan tiket ke Pelabuhan Sampit. Saya tunggu dari pagi sampai dekat keberangkatan, tidak juga datang-datang. Saya sudah bayar Rp1,5 juta dan kurang Rp200 ribu. Dia suruh saya transfer kekurangannya. Saya tidak mau membayar lunas, karena sampai siang ini kami belum pegang tiket,” ujar Tati dengan wajah panik. Tati mengaku hanya bantu memesankan tiket untuk ibu dan saudaranya. Dia terpaksa membelinya melalui Facebook, karena penjualan tiket di loket PT Dharma Lautan Utama sudah tutup.
”Makanya saya coba cari tahu pemesanan dan dapat penawaran penjualan tiket di Facebook,” ujar Tati. Dia mengaku sudah ragu, tetapi transaksi itu tetap saja dilakukan, karena terus diminta ibunya. ”Saya sudah menyarankan agar ibu pulang setelah Lebaran saja, supaya tidak berjubel di kapal dan tidak mungkin sampai kehabisan tiket. Tapi, ibu tetap ngotot minta pulang ke Jawa. Ibu ini punya penyakit tekanan, daripada malah sakit, makanya saya turuti saja kemauan ibu. Dengan perasaan ragu saya transfer uang itu ke penipu itu,” ucapnya.
Nasib serupa juga dialami Andi yang juga menjadi korban penipuan jual beli tiket secara online. Dia membeli seharga Rp300 ribu untuk satu tiket. Andi berangkat membawa istri dan kedua anaknya, sehingga total biaya sebesar Rp1,2 juta. ”Sudah bayar tiket lewat online, ternyata orangnya menipu. Tunggu-tunggu lama tiket belum juga diberikan. Kami pasrah dan mencoba ikhlas. Bersyukur PT Pelni masih mau membantu membuka penjualan tiket karena masih ada ketersediaan. Harga tiket tujuan Semarang jauh lebih murah dibandingkan penjualan tiket abal-abal. Saya masih bersyukur tetap bisa berangkat mudik ke Semarang,” ujarnya.
Tati dan Andi hanya beberapa calon penumpang yang menjadi korban. Masih banyak calon penumpang yang menjadi korban penipuan. Bahkan, informasinya saat verifikasi tiket, petugas PT DLU menemukan tiket kapal PT Pelni dan informasi yang tertera di dalamnya kapal milik DLU. Selain itu, ada pula ditemukan penumpang yang diberangkatkan tidak sesuai identitas di KTP-el. Meski demikian, penumpang tersebut tetap diberikan toleransi masuk kapal, karena tiketnya asli dan sudah melakukan pembayaran walaupun nama identitas yang tertera dalam tiket berbeda dengan calon penumpang yang berangkat.
Korban calo lainnya adalah Yeni, calon penumpang PT Pelni yang dijanjikan calo berangkat dari Pelabuhan Sampit menuju Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada Selasa (18/4) lalu. Dia harus menunggu sejak pagi hingga menjelang kapal berangkat untuk mendapatkan tiket. Yeni mengaku memesan tiket melalui pria berinisial S. Dia bersama suaminya membeli dua tiket sebesar Rp850 ribu. ”Baru saya bayar Rp450 ribu. Mau saya bayar lunas tapi saya ragu-ragu,” ujarnya. Yeni juga mengaku membayar jasa calo untuk pembuatan sertifikat vaksin dosis 3 sebesar Rp270 ribu untuk identitas dua orang. Meski demikian, dia menyadari kesalahannya memesan tiket melalui calo, karena menurutnya hal itu akan lebih praktis. Apalagi ketika dia mencoba memesan tiket secara online, prosesnya selalu gagal. ”Saya mendampingi kerja suami bekerja di perusahaan daerah Sangai. Kalau saya pesan tiket ke Sampit, jarak tempuhnya terlalu jauh dan saya ragu kehabisan tiket, makanya saya pesan lewat orang dengan harapan mendapatkan tiket. Kalaupun pesan online juga gagal terus prosesnya. Makanya nyari jalur yang praktis,” ujarnya.
Bukan Kewenangan
Banyaknya calon penumpang yang tertipu membeli tiket secara online melalui jasa calo, direspons serius Kepala KSOP Kelas III Sampit Miftakhul Hadi. Menurutnya, ada beberapa calon penumpang yang membeli lewat calo dan tertipu. ”Ada juga temuan tiket palsu, kertasnya Pelni, kapalnya milik DLU. Menyikapi kejadian ini, kami hanya bisa mengimbau seluruh masyarakat, jangan sampai terpancing penawaran calo,” katanya. Dia melanjutkan, pengawasan calo di luar kapasitas pihaknya. KSOP hanya bisa terus mengingatkan masyarakat sebagai calon penumpang yang ingin niat mudik agar tidak menggunakan jasa calo membeli tiket dan operator kapal, baik Pelni atau DLU. Pada keberangkatan arus mudik jadwal terakhir Kamis (20/4), Miftakhul juga melakukan penelusuran dengan menyamar menggunakan pakaian biasa. Hasilnya, ada calon penumpang yang membeli tiket mulai dari harga standar sampai di kisaran Rp1,1 – 1,5 juta per orang.
”Setelah saya tanya lebih mendalam, ternyata penumpang ini mendapatkan layanan antar-jemput dari rumah ke pelabuhan dan ada juga travel agen yang menawarkan pelayanan sampai mengantar ke tujuan kampung halamannya,” ujarnya. Menurutnya, dengan harga lebih dari sejuta masih terbilang wajar dengan pelayanan agen travel yang diberikan. ”Dengan harga Rp1 juta lebih dikurangi ongkos tiket dan servis pelayanannya, antar-jemput saya kira itu harga yang masih di batas wajar. Asalkan travel agennya benar-benar bertanggung jawab, bukan agen abal-abal yang berniat negatif mencari keuntungan semata,” katanya. (hgn/ign)