Kejaksaan Negeri Palangka Raya belum bisa meringkus bos besar narkoba Palangka Raya, Salihin alias Saleh. Eksekusi terhadap bandar besar di kampung narkoba itu belum bisa dilakukan karena keberadaan terpidana yang belum juga terlacak. Kepala Kejari Palangka Raya Andi Murji Machfud mengatakan, Saleh masih masuk daftar pencarian orang (DPO) dan terus diburu. Upaya pencarian terhadap bos narkoba yang terkenal licin dari hukum itu dilakukan bersama BNN, TNI, dan Polri.
”Jika ada informasi, silakan disampaikan agar bisa sesegera mungkin dilakukan penangkapan dan eksekusi terkait putusan MA,” kata Andi, Kamis (27/7) Catatan Radar Sampit, Saleh memang terkenal licin dari jerat hukum pidana narkoba. Sebelumnya dia pernah dipenjara, namun terkait kepemilikan senjata api ilegal, hasil operasi aparat yang digelar di kediamannya, kawasan Puntun pada Agustus 2019 silam. Dia lolos dari jeratan hukum kasus narkoba karena tak ditemui barang bukti barang haram itu. Setelah lolos dari tangkapan polisi terkait kasus narkoba, Saleh tak berkutik ketika dicokok Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalteng yang menggeledah kediamannya di Jalan Rindang Banua (Puntun), Palangka Raya, pada 21 Oktober 2021.
Petugas mengamankan barang bukti dua bungkus besar plastik berisi sabu seberat 200 gram.Meski berhasil diringkus BNNP Kalteng, Saleh justru lolos dari jerat hukum setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Palangka Raya memvonisnya bebas dari perkara tersebut pada 24 Mei 2022. Hakim menyatakan Saleh tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Saleh dinilai tak terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana serta dakwaan alternatif ke-2, yaitu Pasal 112 Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Mengacu putusan itu, Majelis Hakim meminta Saleh segera dibebaskan dari tahanan. Putusan tersebut diwarnai perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan antara Ketua Majelis Hakim Heru Setiyadi dengan dua anggotanya, Syamsuni dan Erhammudin. Dalam pendapatnya, Heru menyatakan Saleh terbukti bersalah dalam dakwaan, sementara Syamsuni dan Erhammudin menyatakan sebaliknya.
Putusan tersebut berubah di tangan Mahkamah Agung. Lembaga peradilan itu memvonis Saleh dengan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Namun, sejak keluarnya putusan tersebut, Saleh masih melenggang bebas. (daq/ign)