Usulan terkait legalisasi penjualan minuman keras di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali mencuat. Ketua Komisi I DPRD Kotim Rimbun menyuarakan hal itu. Dia berencana mengusulkan peredaran miras semua golongan dilegalkan. Hal tersebut dinilai lebih baik dibanding penjualannya kucing-kucingan. Selain itu, bisa mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD). ”Saya akan mengajukan agar miras semua golongan bisa dilegalkan di Kotim. Hal ini mengingat peredaran miras ini tinggi, tetapi tidak bisa jadi PAD,” kata Rimbun, Kamis (27/7).
Rimbun menyadari usulannya akan menuai pro dan kontra. Namun, dia mengajak semua pihak untuk melihat peredaran miras yang selama ini terjadi kucing-kucingan dan merugikan daerah. Apabila dilegalkan, akan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. ”Selama ini siapa yang diuntungkan? Tentunya oknun tertentu dan selama ini toko miras yang ada bisa saja buka dan operasional, walaupun dalam perda melarang itu, tetapi tidak ada penindakan. Makanya katakan, lebih baik dilegalkan saja supaya tidak lagi ada kesan tebang pilih,” ujarnya.
Menurutnya, sejauh ini ada kesan tebang pilih dalam operasional toko miras. Meskipun perda melarang, ada toko yang sengaja dibiarkan. Di sisi lain, ada toko yang selalu jadi target, sehingga kesannya penertiban jadi kegiatan ala kadarnya. Rimbun menjelaskan, revisi Perda Kotim tentang Pengendalian Minuman Beralkohol disahkan 2017 lalu. Perda itu mengatur sanksi cukup tegas, berupa pidana minimal tiga bulan penjara dan denda Rp50 juta. Akan tetapi, regulasi tersebut tidak pernah dilaksanakan. ”Perda minuman keras itu sudah ada sanksi jelas. Baik pidana maupun denda. Maka itu gunakan perda untuk menindak tegas penjual miras yang tidak berizin. Jangan sampai perda tersebut hanya menjadi macan kertas saja,” katanya. Catatan Radar Sampit, usulan yang sama pernah disampaikan 2021 lalu. Hal tersebut disampaikan anggota DPRD Kotim SP Lumban Gaol. Menurutnya, pelegalan miras harus dibarengi revisi Perda Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol itu.
Melalui revisi itu, penjualan miras bisa diatur lebih baik lagi. Dengan demikian, katanya, dunia usaha tetap berjalan dan bisa menjadi sumber retribusi pendapatan daerah yang akan menopang pembangunan infrastruktur. ”Dilegalkan penjualan miras, akhirnya akan terlepas dari urusan beking-membeking pengusaha miras. Suka atau tidak suka, munculnya Perda Miras selama ini hanya menguntungkan oknum tukang beking, sementara di masyarakat menjadi polemik yang tidak berkesudahan dan menimbulkan saling curiga,” ujarnya, 26 Agustus 2021.
Gaol menuturkan, keberadaan Perda Miras tak lantas membuat peredaran minuman itu bisa diminimalisir. Setidaknya, dengan ada kepastian hukum legalnya miras melalui perda, masalah itu tidak akan menjadi polemik berkepanjangan seperti sekarang. Apalagi jika Pemkab Kotim menyatakan angkat bendera putih untuk urusan miras. ”Sekarang kita tunggu kepastian Pemkab. Kalau sudah angkat bendera putih mengurus miras ilegal, ayo sama-sama revisi perda itu kembali, supaya usaha yang selama ini ilegal bisa legal,” katanya.
Usulan tersebut langsung ditolak keras sejumlah kalangan. Hal itu dinilai bukan solusi. Sebaliknya, bisa memicu masalah lebih besar. Regulasi yang sudah ada seharusnya ditegakkan, termasuk mengusut tuntas apabila ada oknum yang bermain. ”Astagfirullah. Wahai para wakil kami di DPRD Kotim, mohon perjuangkan larangan peredaran miras. Kalau anggota dewan malah mendukung, sama saja Anda membiarkan generasi muda di Kotim rusak karena pengaruh miras,” kata Ustaz Sarifuddin, pemuka agama di Sampit, 27 Agustus 2021.
Dia mengaku prihatin terhadap lambannya pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku bisnis haram tersebut. ”Saya sangat berharap Pemkab Kotim bisa menjadikan daerah yang kita cintai ini bersih dari miras dan narkoba,” ujarnya. Menurutnya, miras sudah sangat jelas berdampak buruk terhadap perubahan perilaku seseorang. Miras bisa membuat orang yang mengonsumsinya lupa diri, kehilangan kesadaran, dan bertindak kasar. Bahkan, pembunuhan atau pemerkosaan sebagian disebabkan pelaku yang dipengaruhi miras.
”Jelas, mengonsumsi miras lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Kami berharap perda yang sudah ada di Kotim dilaksanakan benar-benar. Yang menindaknya tentu Satpol PP atau kepolisian. Didukung Pemkab Kotim,” katanya. (ang/ign)