SAMPIT – Masih ada enam kecamatan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang belum tersentuh program konversi dari penggunaan minyak tanah ke liquefied petroleum gas (LPG) 3 kg. Bupati Kotim Halikinnor berharap program tersebut bisa terealisasi tahun ini di semua wilayah yang dipimpinnya.
”Masih ada enam kecamatan yang belum konversi LPG. Kecamatan tersebut, yakni Kotabesi, Telawang, Mentaya Hulu, Bukit Santuai, Telaga Antang, dan Antang Kalang," kata Halikinnor.
Pihaknya telah melakukan audiensi dengan Direktur Jenderal Minyak dan Gas bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia untuk menyampaikan usulan konversi enam kecamatan yang masih mendapat kuota minyak tanah.
”Karena memang pada kenyataannya masyarakat sudah beralih secara mandiri menggunakan LPG tabung 3 kilogram," katanya.
Halikinnor berharap konversi minyak tanah ke gas LPG dapat terealisasi tahun ini untuk di enam kecamatan yang belum tersentuh program konversi. Pemkab Kotim juga fokus mengusulkan penambahan kuota LPG untuk di Kotim.
”Enam kecamatan belum dikonversi, masih minyak tanah, tapi minyak tanahnya saja tidak ada. Orang sudah banyak memakai kompor gas LPG, semoga segera ada tambahan," harapnya.
Menurutnya, permasalahan pendistribusian gas LPG di masyarakat belum merata. Dia ingin melakukan evaluasi terkait hal tersebut, terutama untuk jalur distribusi gas LPG, baik di wilayah perkotaan maupun kecamatan.
Termasuk penetapan harga eceran tertinggi, pihaknya akan melakukan evaluasi besarannya. Apalagi penjualan LPG di wilayah perkotaan bisa mencapai Rp40.000-Rp45.000 per tabung.
”Gas LPG yang mengatur kan pemerintah daerah, tapi di lapangan ada yang sampai Rp 40 ribu bahkan Rp45 ribu. Ini kemungkinan distribusinya yang tidak benar. HET-nya Rp22 ribu, bupati yang menandatangani itu, tapi di lapangan harganya dua kali lipat dari HET. Jadi, saya rasa jalur distribusinya belum benar. Kami masih menemukan LPG mahal. Ini kan aneh," katanya.
”Lebih baik HET Rp30 ribu, tapi semua rata, karena selama ini harganya berbeda di kota dan di bagian utara. Kalau terjadi perbedaan harga, akhirnya pemerintah yang disalahkan," tambahnya.
Halikinnor berencana melibatkan BUMDes untuk menyalurkan gas LPG ke wilayah desa. Menurutnya, hal tersebut dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan gas LPG bersubsidi dengan harga wajar. (yn/ign)