Keluhan PNS di lingkup Pemkab Kotim terkait menunggaknya pembayaran tambahan penghasilan pegawai (TPP) jadi atensi khusus Bupati Kotim Halikinnor. Dia memerintahkan jajarannya untuk memprioritaskan pembayaran hak pegawai dan kewajiban lainnya. ”Saya sudah menginstruksikan Sekretaris Daerah selaku Ketua Tim Anggaran agar TPP, insentif tenaga kesehatan, dana desa, alokasi dana desa, dan DBH (dana bagi hasil) harus diprioritaskan,” kata Halikinnor, Selasa (8/8).
Halikinnor juga meminta maaf atas keterlambatan pembayaran tersebut. Dia berharap hal itu bisa dimaklumi, karena kondisi yang belum memungkinkan. Menurutnya, pemerintahan yang dipimpinnya tahun ini masih harus melunasi utang sekitar Rp145 miliar. Utang sebesar itu merupakan kewajiban pembayaran dari sejumlah proyek fisik dengan sistem pembayaran multiyears atau tahun jamak yang diwariskan pemerintahan sebelumnya. Di sisi lain, pandemi Covid-19 juga berpengaruh terhadap keuangan daerah. Pemkab Kotim berupaya terus menjalankan pembangunan di tengah kewajiban harus melunasi utang tersebut.
”Saya minta maaf dan mohon dimaklumi. Kami mengupayakan itu, tetapi masih berupaya meningkatkan pendapatan asli daerah. Harapan saya, tidak ada lagi yang terlambat,” tegasnya. Sementara itu, tak sehatnya keuangan daerah dinilai hal lazim dalam pelaksanaan APBD. Momentum APBD perubahan bisa digunakan semaksimal mungkin untuk menyehatkan keuangan, menyesuaikan kembali kemampuan anggaran dalam pembiayaan pembangunan. ”Dalam APBD perubahan bisa saja dilakukan pergeseran hingga pengendalian terhadap kegiatan yang disepakati apabila ada selisih realisasi,” kata anggota Badan Anggaran DPRD Kotim Dadang H Syamsu. Dadang melanjutkan, pekan depan akan segera dilaksanakan rapat KUA PPAS APBD Perubahan. Pada rapat itu akan dikupas kondisi pendapatan hingga keuangan daerah lainnya. Apabila terjadi penurunan pendapatan, akan dilakukan penyesuaian guna menyehatkan kembali APBD 2023. ”Kami akan lihat KUA PPAS perubahan, apakah ada potensi selisih penerimaan dan bahkan ada pengendalian terhadap kegiatan,” ujarnya.
Mengenai lambatnya pembayaran TPP, Dadang khawatir hal tersebut berdampak buruk terhadap kinerja, karena pemerintah tidak bisa menekan ASN bekerja maksimal akibat hak mereka yang belum dibayarkan. ”Cukup banyak keluhan soal TPP ini, karena itu kami berharap dengan kondisi keuangan daerah yang tidak sehat karena transfer yang tersendat ini bisa diarahkan mengakomodir keluhan rekan-rekan pegawai. Ini adalah hak, karena kita berbicara kinerja, maka kita harus selesaikan kewajiban kita kepada ASN. Kita tidak bisa menuntut kinerja bagus kalau kewajiban kepada ASN terabaikan,” ujarnya.
Anggota Banggar lainnya, SP Lumban Gaol mengatakan, pihaknya telah menggelar rapat dengan tim anggaran pemerintah daerah. Dari rapat itu terungkap serapan yang masih sangat kecil, yaitu sekitar 40 persen lebih. ”Kami dari DPRD melihatnya disebabkan neraca keuangan kita tidak berjalan baik. Artinya, tidak ada keseimbangan belanja dengan pendapatan, yaitu rendahnya sumber aliran uang masuk, sementara program kegiatan sudah ditetapkan dan seharusnya dilaksanakan, khususnya program kegiatan yang bersifat fisik,” katanya.
Dia melanjutkan, pada APBD 2023, PAD dipatok sekitar Rp411 miliar. Ketua TPAD bahwa masih tetap optimistis mampu mencapainya hingga akhir tahun, sehingga semua program kegiatan masih bisa dilaksanakan. ”Saya sebagai anggota Banggar tetap mengingatkan agar benar-benar dikaji dengan baik, sehingga di sisa waktu yang ada, apakah perlu dilakukan rasionalisasi dalam perubahan APBD atau tidak, sehingga tidak salah mengambil kebijakan,” katanya. Dia berharap Pemkab Kotim tidak melakukan kesalahan seperti tahun lalu, yakni banyak menunggak pembayaran pada rekanan kontraktor kecil yang dibayarkan pada tahun berikutnya. ”Kalau ini terjadi dan terulang kembali, sangat berisiko bangkrut bagi rekanan kita,” katanya. (ang/ign)