Kemudahan birokrasi hanya sampai ujung lidah pemangku kebijakan. Pelayanan pemerintah dalam pengurusan izin galian C masih berbelit dengan biaya tinggi. Akibatnya, rakyat menjadi korban dan tercekik dengan lonjakan harga pasir serta tanah uruk, bahan baku utama material bangunan. Hal tersebut diungkap seorang pengusaha galian C di Kabupaten Kotawaringin Timur yang meminta identitasnya tak disebutkan, Kamis (10/8). Menurutnya, harga tanah uruk yang melonjak drastis dari Rp250 ribu per rit menjadi Rp600 ribu per rit, disebabkan biaya pengurusan izin yang mahal dan berbiaya tinggi.
”Kenaikan ini dikarenakan memang ada biaya mengurus izin yang prosesnya cukup panjang,” katanya. Proses panjang dilewatinya untuk mendapatkan izin sudah berjalan 7 bulan terakhir. Dia awalnya operasional tanpa mengantongi izin. Ketika itu dia bisa menjual tanah uruk lebih murah kepada para sopir, yakni Rp50 ribu per rit.
”Sekarang sudah tidak bisa lagi masuk hitungan, karena biaya kami sudah cukup banyak mendapatkan izin ini. Tentunya untuk memenuhi syarat tersebut. Saya sempat mengira dengan sistem online lebih murah, tetapi kenyataannya tidak,” ujarnya. Dia mengaku harus merogoh kocek cukup dalam untuk biaya mendapatkan izin galian C tersebut. Dia tidak ingin operasional tanpa melengkapi izin yang sempurna dan sah secara hukum. ”Saya tidak mau buka galian kalau tidak punya izin lagi, karena kami bekerja seperti dihantui dan rasa dikejar-kejar,” katanya.
Sebagai informasi, di Kotim hanya ada dua galian C yang operasional, khususnya untuk tanah uruk dan pasir. Lokasinya di jalur jalan Jenderal Sudirman. Awalnya ada sejumlah usaha galian C yang dibuka, namun awal tahun lalu ditertibkan sehingga menyebabkan kelangkaan material bangunan itu. Polemik tersebut belum ada solusi sejak gencarnya penertiban galian C yang membuat aktivitas tersebut terhenti. Selain langka, harga pasir melonjak tinggi. Satu truk menyentuh angka Rp1,2 juta untuk jenis pasir cor, sementara tanah uruk mencapai Rp600 ribu.
Hal tersebut juga berdampak pada proyek pemerintah yang terkendala sulitnya mencari material galian C. ”Ini berdasarkan laporan Dinas PURPKP. Kami harap pemerintah bisa segera merapatkan hal ini untuk mencari solusinya bersama forkopimda,” kata Wakil Ketua I DPRD Kotim Rudianur, Rabu (9/8). Rudianur melanjutkan, permasalahan galian C sudah ada sejak lama. Namun, belum juga selesai. Salah satunya lantaran banyak usaha yang tidak memiliki izin, sehingga terpaksa tutup dan membuat material akhirnya langka.
”Kelangkaan ini menjadi kesempatan bagi usaha yang sudah berizin menaikkan harga material, mengingat memang lokasinya cukup jauh dari Kota Sampit, sementara yang berada di dekat kota kebanyakan belum berizin,”ucapnya. (ang/ign)