Gelontoran anggaran untuk DPRD Kotim tahun ini nilainya sangat fantastis. Berbanding terbalik dengan kinerja lembaga yang dinilai publik kian memburuk. Bahkan, pelesiran berbalut perjalanan dinas dialokasikan hingga miliaran rupiah. Hal tersebut terungkap dalam dokumen anggaran DPRD Kotim yang diperoleh Radar Sampit. Lembaga itu diguyur anggaran sebesar Rp61,53 miliar tahun ini. Alokasinya, belanja pegawai sekitar Rp32,76 miliar dan belanja barang dan jasa Rp28,11 miliar.
Anggaran belanja barang diperuntukan membiayai kegiatan perjalanan dinas, pemeliharaan gedung, serta pengadaan barang dan jasa lainnya di lingkungan DPRD tersebut (selengkapnya lihat infografis). Dana fantastis tersebut setiap bulannya dicairkan melalui bank yang ditunjuk Pemkab Kotim setelah mendapat verifikasi dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Pencairan setiap bulannya sejak Januari-Desember dengan kisaran pencairan sekitar Rp3-18 miliar per bulan.
Pemerhati kebijakan publik di Kotim, Riduan Kesuma mengatakan, besarnya anggaran di DPRD Kotim memang patut dipertanyakan. Pasalnya, anggaran tersebut sangat minim hasil bagi masyarakat luas. Seperti halnya kaji banding yang dilakukan setiap periode, tidak pernah ada hasilnya.
”Kalau mau jujur, apa yang sudah dilaksanakan secara konkret dari kegiatan kunjungan kerja selama ini? Apakah pernah disampaikan ke publik? Setahu saya belum ada aksi nyatanya,” kata Riduan Kesuma, Minggu (17/9/2023). Riduan menuturkan, anggaran lembaga tersebut memang harus dibuka ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban dan transparansi. Jangan hanya menuntut penggunaan dana desa yang dipublikasi di depan kantor kepala desa, tetapi DPRD harusnya berani demikian, sehingga publik bisa mengetahui anggaran yang logis dan anggaran yang hanya jadi bancakan.
”Memperhatikan besaran anggaran sekretariat dewan tahun ini, boleh dikatakan sangat fantastis, di mana kehidupan masyarakat selaku pembayar pajak untuk negara rata-rata sulit,” katanya. Menurut Riduan, wakil rakyat saat ini tidak peka dengan persoalan masyarakat. Di antaranya pembangunan Kotim tahun 2023 banyak yang mandek karena krisis anggaran. Namun, di sisi lain, anggota DPRD dan Sekretariat Dewan justru pesta pora anggaran.
”Menurut hemat saya, banyak anggaran yang dibuat tersebut melebihi harga pasar. Karenanya, saya mengharapkan unsur aparat penegak hukum menelusuri informasi awal yang cukup mengejutkan publik ini, khususnya mata-mata anggaran di DPRD Kotim,” katanya. Informasi yang diperoleh Radar Sampit, anggaran perjalanan dinas lembaga tersebut paling gemuk. Keberangkatan mulai dari rumah hingga pulang, semua dibiayai negara. Apabila tidak terakomodir saat pembahasan bersama eksekutif, maka pembahasan APBD akan alot.
”Pembahasan APBD jika alot itu ada kepentingan mereka belum terakomodir. Sebagai contoh, kalau dana aspirasinya atau dana pokir belum beres juga ribut. Demikian pula kalau rencana anggaran perjalanan dinas miliaran, tapi dalam pembahasannya anggaran itu kurang lantaran pagu indikatif tidak mencukupi, maka deal-dealnya akan ada. Bagaimana pun caranya harus terakomodir,” kata sumber internal Radar Sampit di DPRD Kotim. Dia juga mengungkap dugaan praktik menyimpang perjalanan dinas, terutama yang dilaksanakan dalam daerah. Kegiatan tersebut sebagian besar dilaksanakan hanya satu hari atau satu dua jam, tetapi pelaporannya mulai dari 4-5 hari.
”Makanya, jangan heran kalau di lembaga DPRD saat ini kenapa pelaksanaan rapat paripurna digelar marathon, sehari bisa 2-3 kali, karena hari berikutnya sudah berencana untuk perjalanan dinas. Jangan heran rapat paripurna dikebut hari Senin, hari berikutnya cek saja, mereka sudah kosong karena masing-masing berangkat dinas,” katanya, beberapa waktu lalu. Praktik dikebutnya rapat paripurna itu juga sempat jadi sorotan mantan Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli. Akibat sering keluar daerah, kata Jhon, tidak heran DPRD kerap menggelar rapat paripurna sampai tiga kali dalam sehari. Kondisi itu mengundang pertanyaan banyak pihak. ”Kenapa DPRD mulai mengubah pola dengan ada jadwal paripurna tiga kali sehari. Apakah ada hal yang memaksa? Banyak juga anggapan bahwa itu karena hari berikutnya para wakil rakyat akan melakukan kegiatan dinas luar,” kata Jhon yang saat ini menjabat Ketua DPC Demokrat Kotim ini.
Menurutnya, pada periode mereka sebelumnya, paripurna bisa digelar dalam sehari tiga kali jika sudah mendekati batas akhir. Misalnya, paripurna LKPj ataupun APBD Kotim. ”Jika tidak ada hal mendesak, ya semuanya berjalan normal saja,” katanya.
Sumber Radar Sampit juga mengungkap, ada oknum pegawai di lingkungan Sekretariat Dewan yang kerap ikut pelesiran berbalut perjalanan dinas. Oknum tersebut dalam sebulan nyaris hanya Senin dan Selasa berada di kantor. ”Kondisi ini sudah lama terjadi, seakan tidak ada batasan. Kedekatan dengan pimpinan sekretariat pun sangat menentukan moncernya kegiatan pelesiran itu,” katanya. Menurutnya, dalam beberapa agenda perjalanan dinas, terutama ke luar daerah, tujuannya selalu tempat wisata. Di situ kegiatannya cenderung liburan dan pelesiran. ”Misalnya kunjungan ke Bali, di situ kunjungannya satu atau dua jam selesai, setelahnya agendanya bebas. Tak ada lagi kegiatan. Makanya 95 persennya itu pelesiran saja, tapi dibiayai oleh negara,” katanya.
Sekretaris DPRD Kotim Bima Eka Wardana sampai kemarin belum mengklarifikasi mengenai berbagai kritik dan tudingan terhadap keuangan lembaga tersebut. Adapun anggota DPRD Kotim SP Lumban Gaol sebelumnya menegaskan, pihaknya selalu melaksanakan kegiatan perjalanan dinas mengacu pada aturan pelaksanaan. ”Saya berbicara khusus untuk biaya perjalanan anggota. Kalau yang kami laksanakan di komisi kami selama ini, menurut saya pantas dan kami laksanakan dengan baik mengacu pada tupoksi yang memang perlu kami lakukan sebagai dasar untuk menindaklanjuti di daerah kita,” kata anggota Komisi III DPRD Kotim ini, pekan lalu. Gaol menegaskan, kegiatan perjalanan dinas di komisi yang dia bidangi saat ini memang memiliki output jelas dan bisa dilakukan pemeriksaan lebih jauh. Dia tidak ingin kegiatan mereka yang orientasinya untuk kepentingan daerah dianggap sebagai kegiatan fiktif. ”Kalau yang kami laksanakan di komisi kami, saya bisa pertanggungjawabkan pelaksanaannya dan selalu diskusi terlebih dahulu sebelum menyimpulkan tujuan dan materinya,” kata Gaol. (ang/ign)