Upaya Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Halikinnor meredam konflik pertanahan di Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, efektif menenangkan situasi dan emosi warga. Alat berat perusahaan di kawasan irigasi Danau Lentang, langsung ”angkat kaki” setelah keluarnya instruksi penghentian penggarapan lahan. ”Sudah diangkut dan mereka meninggalkan lokasi Sabtu (23/9) kemarin,” kata Landi, warga Luwuk Bunter, Minggu (24/9/2023).
Landi dan sejumlah warga lainnya mengaku tak tahu ke mana perginya alat berat tersebut. Hanya saja, mereka yakin perusahaan perkebunan PT Borneo Sawit Perdana (BSP) maupun koperasi yang menggarap lahan warga, langsung mengikuti perintah orang nomor satu di Kotim tersebut. Meski demikian, warga heran karena papan nama yang dipasang di atas lahan raib. ”Lahan kami yang sudah digarap dan ditanam perusahaan tetap kami kuasai dan saya pasang patok. Ternyata patok papannya hilang,” kata Ungus, warga lainnya.
Ungus melanjutkan, sejatinya pihaknya telah bertekad mengusir paksa alat berat dan operator dari lokasi. Akan tetapi, ketika sejumlah warga menuju lokasi, ternyata sudah lebih dulu pergi. Saat ini, lanjutnya, sebagian warga masih menjaga lahan tersebut. Mereka bermalam di lokasi untuk memastikan tanaman dan tumbuhan mereka di atas lahan tersebut tidak dirusak dan digarap lagi oleh perusahaan maupun koperasi. ”Kami berjaga di lokasi ini untuk memastikan tidak ada aktivitas di atas lahan tersebut,” katanya.
Warga mengapresiasi sikap Bupati Kotim Halikinnor yang memerintahkan penghentian penggarapan diatas lahan mereka. ”Kami sejak awal memang berharap tidak ada penggarapan dan penggusuran di atas lahan kami sebelum ada penyelesaian dengan pihak terkait. Jangan main serobot dan garap saja,” tegas Ungus. Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya memerintahkan perusahaan perkebunan yang tengah menggarap lahan masyarakat di kawasan irigasi Danau Lentang, Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, menghentikan aktivitasnya. Hal tersebut untuk mencegah pecahnya bentrok terbuka di areal tersebut.
”Saya juga prihatin dengan persoalan warga ini, sehingga saya perintahkan tim dari pemerintah daerah mengecek di lapangan dan perusahaan harus menghentikan aktivitas penggarapan, meskipun alasannya untuk kebun plasma,” tegas Halikinnor, Jumat (22/9). Halikinnor mengaku mendapat laporan terkait persoalan tersebut. Lahan masyarakat setempat diduga diklaim dan dijual kelompok masyarakat di luar Desa Luwuk Bunter, kemudian dijual ke PT Borneo Sawit Perdana (BSP). Hal itulah yang disinyalir bermodalkan jadi landasan penggarapan lahan sejak beberapa bulan terakhir.
”Karena informasi yang saya terima, lahan itu rencananya untuk kebun plasma, tapi di atas lahan itu ada masyarakat sesama masyarakat yang bermasalah. Tapi ini akan dicek dan diambil alih pemkab, karena dari pihak kecamatan belum ada penanganan,” kata Halikinnor. Halikinnor meminta perusahaan tak menggarap lahan sampai persoalan dengan masyarakat setempat tuntas. Jika masih dilakukan, dia khawatir bentrok sesama masyarakat atau dengan perusahaan terjadi di wilayah itu.
”Kalau kami bawa ke dalam forum, duduk bersama, akan ada penyelesaian sebagaimana falsafah huma betang. Jangan sampai ada benturan atau bentrok fisik terjadi di lapangan,” katanya. (ang/ign)