Konflik lahan di wilayah irigasi pertanian Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, nyaris menimbulkan benturan fisik di lapangan. Hal ini dikarenakan perusahaan terus melakukan penggarapan, tepatnya sepekan sebelum keluarnya instruksi Bupati Kotim Halikinnor untuk menghentikan aktivitas penggarapan lahan. Joni, salah satu pemilik lahan mengatakan, ketika warga berjaga di lokasi, tiba-tiba alat berat masuk dan menggusur tanaman mereka di areal irigasi saluran sekunder. Melihat situasi demikian, salah satu di antara warga langsung mendatangi operator alat berat itu dan menghentikannya.
”Saat itu langsung kami hentikan di lokasi, mencari siapa yang memerintahkan menggarap. Tapi, sayangnya saat itu yang memerintahkan tidak berani datang dan kalau pun datang saya kira akan ribut, karena warga sudah emosi,” kata Joni. Joni mengaku sudah kali keempat menanam lahan di kawasan itu sejak sepuluh tahun silam. Dia memiliki lahan sekitar enam hektare yang sudah ditanam dan dikelola sejak lama. Bahkan, ada tanam tumbuh serta rumah semi permanen yang dijadikan tempat bermalam.
”Sampai kapan pun lahan ini akan kami pertahankan, karena ini tempat kami hidup sehari-hari dan lahan ini tidak pernah kami terlantarkan,” tegasnya. Joni melanjutkan, apabila ada tanda alat berat bergerak, seketika itu juga warga akan bergerak mengusir paksa alat itu keluar dari wilayah irigasi tersebut. Selain itu, pihaknya juga telah melaporkan masalah itu secara pidana terkait adanya oknum yang terindikasi sebagai mafia tanah. Bukti yang ada akan diserahkan kepada polisi ketika diperiksa nantinya.
”Masyarakat ini jadi korban mafia tanah, karena ada oknum yang bermain dan ternyata yang membuat surat surat tanah itu sebenarnya oknum perusahaan,” kata Joni. Sementara itu, dua hari setelah larangan aktivitas di lahan tersebut, warga masih menemukan ada alat berat yang diam-diam masih menggusur lahan warga. ”Waktu kami ke lahan, ada satu ekskavator di lokasi yang masih bekerja dan hari itu juga kami bersama warga langsung memerintahkannya keluar dari areal itu. Tanpa perlawanan mereka keluar,” kata Ungus M Rewa, warga setempat.
Informasinya, warga yang menjadi korban dan tergabung dari beberapa desa rencananya dalam waktu dekat akan melakukan aksi besar-besaran di PT BSP. Warga berencana menutup akses perusahaaan sawit itu sebelum ada penyelesaian hingga ganti rugi tanam tumbuh di lahan mereka yang terlanjur digarap dan ditanam perusahaan. (ang/ign)