Dampak buruk kebakaran hutan dan lahan menyiksa masyarakat Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Kabut asap pekat dengan jarak pandang terbatas, membuat warga khawatir dengan situasi tersebut.
HENY, Sampit | radarsampit.com
Selama beberapa hari terakhir, kabut asap kian parah menyelimuti Sampit. Paling pekat terjadi Senin (2/10) lalu. Bangunan sampai tak dapat terlihat jelas dari jarak dua meter. Kondisi tersebut berlanjut pada hari berikutnya. Dari penelusuran Radar Sampit, Selasa (3/10), sekitar pukul 05.30 WIB, Bundaran Balanga di Jalan Jenderal Sudirman samar-samar terlihat. Kubah bangunan Masjid Wahyu Al Hadi yang lokasinya tak jauh tertutup asap. Sepanjang Jalan Jenderal Sudirman menuju arah Bundaran Habaring Hurung masih diselimuti asap. Kanan-kiri lahan kosong yang tadinya hijau, berubah hitam dan berasap. Jarak pandang pengendara di kisaran 15-20 meter. Bahkan, di hari sebelumnya hanya sekitar 2-5 meter. Sejumlah warga Sampit mengabadikan momen itu dan mengunggahnya ke media sosial. Mereka menyebutnya berjalan di dunia lain. Ada pula netizen yang menyebut seperti hidup di khayangan.
Patung Jelawat yang menjadi ikon wisata Kota Sampit di pinggir Sungai Mentaya juga diselimuti asap. Bahkan, Sungai Mentaya yang besar tak nampak, tertutup asap tebal. Sebuah kelotok samar-samar terlihat membelah sungai yang tak terlihat. Mentari pagi tak begitu memancarkan cahaya terangnya karena tertutup asap. Berdasarkan data BPBD Kotim, kebakaran lahan, kabut asap, hingga buruknya kualitas udara di Kotim, paling parah terjadi tahun ini. Hal itu dibuktikan dengan jumlah titik panas di 17 kecamatan yang mencapai 1.994 titik pada 1-30 September 2023. Naik dari Agustus yang mencapai 1.345 titik. Adapun total titik panas 1 Januari-30 September sebanyak 3.700 titik. Titik panas terbanyak terpantau di wilayah Kecamatan Mentaya Hilir Selatan sebanyak 1.363 titik. Kemudian Kecamatan Teluk Sampit 649 titik. Dua kecamatan di Kota Sampit, Kecamatan Baamang sebanyak 285 titik dan Mentawa Baru Ketapang 258 titik.
Adapun kebakaran lahan pada 1 Januari-30 September 2023 sebanyak 297 titik dengan total luasan lahan yang terbakar 691.589 hektare. Namun, hanya 239 titik lokasi kejadian yang ditangani. Titik lainnya terkendala sulitnya jangkauan tim pemadam darat dan tak ada akses menuju titik api. ”Selama diaktifkannya status siaga yang kemudian ditingkatkan menjadi tanggap darurat , terdapat 279 titik lokasi kejadian. Sebanyak 225 titik ditangani tim gabungan pemadam karhutla. Lahan yang terbakar paling banyak terjadi di wilayah selatan seluas 448.322 hektare atau 66,95 persen dan wilayah tengah 221.337 hektare atau 33 persen,” kata Multazam, Kepala Pelaksana BPBD Kotim, Senin (2/10) lalu.
Grafik titik panas dari tahun 2016 tercatat sebanyak 249 titik, 2017 sebanyak 74 titik, 2018 sebanyak 1.030 titik, 2019 sebanyak 5.775 titik, 2021 sebanyak 287 titik, 2022 sebanyak 218 titik, dan 2023 sampai 2 Oktober sebanyak 5.714 titik. Jumlah terbanyak terjadi pada Agustus-Oktober. ”Jumlah titik panas tidak selalu muncul api. Hanya pada titik itu sangat rawan berpotensi terbakar, apalagi dibakar secara sengaja. Kebakaran dipastikan cepat meluas, karena resapan air dalam tanah berkurang, dahan, dan rerumputan kering yang jadi bahan bakarnya ditambah arah angin semakin cepat mengakibatkan kebakaran lahan meluas,” ujar Multazam.
Dalam paparannya, Multazam melaporkan jumlah kejadian kebakaran lahan di Kotim terhitung 1 Januari-30 September 2023 sebanyak 297 kejadian dan jumlah yang ditangani 239 titik lokasi dengan luas lahan yang terbakar 691.589 hektare. ”Luas lahan yang terbakar sesuai jumlah yang kami tangani. Di luar yang kami tangani lebih dari ini. Contohnya, kebakaran lahan di Jalan Pramuka dan MT Haryono Barat, sudah terjadi berminggu-minggu. Kasus kebakaran lahan terus meluas, sehingga perhitungan luas lahan yang terbakar masih perlu dipotret secara keseluruhan agar dapat menghasilkan hasil luas lahan yang terbakar sesuai yang terjadi di lapangan,” kata Multazam. Sementara itu, dampak kabut asap yang terjadi sangat parah pada Senin (2/10) berimbas terhadap buruknya kualitas udara. Indeks Pencemaran Udara (ISPU) berada di angka 1.136 PM 2,5 atau kategori berbahaya dihirup manusia dengan titik panas 656 titik, urutan ketiga terbanyak se-Kalteng. Pada 3 Oktober, mulai terjadi penurunan ISPU di angka 764 PM 2,5 dengan 994 titik panas.
”Angka ISPU tahun ini paling parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dulu, sekitar tahun 2015 dan 2019, angka ISPU paling tinggi di kisaran 700. Tahun ini sudah lebih dari 1.000 (PM 2,5). Kasus ISPA juga terus mengalami peningkatan. Karena itu Dinkes Kotim berupaya membagikan masker,” katanya. (***/ign)