Tewasnya warga di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan setelah ditembus peluru belum jelas seutuhnya. Pasalnya, keterangan resmi aparat kepolisian menegaskan, petugas di lapangan tak dibekali peluru tajam. Di sisi lain, sejumlah video saat konflik pecah jelas merekam ada perintah bidik kepala. Dari sejumlah potongan rekaman peristiwa berdarah yang beredar di media sosial, situasi saat konflik terjadi membuat bulu kuduk berdiri. Sebuah video memperlihatkan seorang warga terkapar. Sejumlah rekannya yang lain langsung berusaha menyelamatkan, sambil berupaya waspada dari serangan. Sebagian orang terlihat membawa senjata tajam di pinggangnya.
Rekaman adegan lainnya juga menyita banyak perhatian, yakni detik-detik sebelum pecahnya bentrok. Pemberi komando dari kubu aparat memberi aba-aba agar mempersiapkan gas air mata. ”Gas air mata! Gas air mata persiapan! Lima gas air mata persiapan,” kata pemberi komando. ”Ketapel! Bidik kepalanya! Bidik!” ucapnya. Belum jelas, apakah saat itu aparat mendapat serangan ketapel atau lainnya, sehingga perintah tersebut langsung keluar.
”AK (senjata laras panjang, Red)! AK Persiapan! Ayo kita bermain! Rekan-rekan (massa, Red) sudah gak bisa diperingatkan lagi. Gas air mata. Tembakkan ke arah orangnya!” demikian bunyi perintah melalui pengeras suara tersebut. Setelahnya terdengar beberapa kali gas air mata ditembakkan. Pada sudut lain, warga tampak memberikan perlawanan menggunakan ketapel. Ada pula video yang memperlihatkan jenazah korban tertembak yang dadanya tampak tembus, diduga oleh peluru.
Kepala Bidang Humas Polda Kalteng Kombes Pol Erlan Munaji mengatakan, insiden tersebut masih dalam penyelidikan. Berdasarkan data lapangan, kejadian berawal ketika petugas kepolisian melakukan patroli dan pengamanan,lalu dihadang masyarakat sambil membawa senjata tajam hingga benda berbahaya lainnya. ”Kami sudah melakukan sesuai aturan. Saya pastikan juga petugas di lapangan tidak dibekali senjata api peluru tajam, tetapi gas air mata dan peluru karet. Namun, semua masih dilakukan penyelidikan. Kami imbau masyarakat menjaga kekondusifan,” kata Erlan.
Erlan membantah informasi yang menyebutkan jalan lintas di daerah Bangkal ditutup aparat dari Polda Kalteng. ”Berkaitan banyaknya informasi, di jalan lintas di daerah Bangkal itu dilakukan penutupan oleh pihak anggota itu tidak benar,” tegasnya. Dia menuturkan, kondisi di Desa Bangkal setelah bentrokan saat ini sudah aman. Aktivitas masyarakat berjalan dengan lancar, begitu pula dengan perusahaan. ”Tolong, masyarakat apabila menerima informasi harus utuh. Harus dicek and ricek. Jangan sampai termakan isu tidak benar,” katanya.
Terkait personel yang disiagakan, Erlan melanjutkan, di area perusahaan masih pasukan lama, yakni sekitar 500 orang. Akan ada tambahan pasukan dari Polda Kalteng, Katingan, dan Kotim. ”Namun itu apabila dibutuhkan. Melihat situasi dan kondisi. Kalau saat ini memang masih aman, kondusif, dan terkendali,” katanya. Erlan berharap masyarakat tak mudah terprovokasi. Apalagi saat ini sedang berlanjut mediasi dengan Gubernur Kalteng yang diharapkan ada kesepakatan terkait tuntutan masyarakat agar bisa tercapai dan terpenuhi. ”Kami sedang berupaya. Mohon bersabar. Nanti akan kamu update berkaitan dengan situasi kamtibmas, hasil tuntutan, dan kesepakatan dengan pihak perusahaan,” ujarnya.
Lebih lanjut Erlan mengatakan, masih ada beberapa orang di lokasi. Dia mengimbau agar warga kembali ke tempatnya masing-masing. Adapun mengenai korban jiwa, sedang dilakukan proses autopsi. Hasil perkembangan selanjutnya akan disampaikan pihak kepolisian. ”Sampai saat ini meninggal satu orang. Kita lihat hasil autopsinya meninggal karena apa. Nanti akan disampaikan ahli yang berkaitan dengan autopsi. Sedangkan korban yang dibawa ke Palangka Raya kami masih menunggu hasil dokter yang melakukan pemeriksaan di RS Bhayangkara. Mudahan tidak begitu parah,” katanya.
Beda Versi Kronologi Bentrok Warga dan Polisi
Sementara itu, dari sejumlah informasi yang dihimpun Radar Sampit, ada perbedaan kronologi peristiwa itu antara polisi dengan warga. Versi polisi, sejumlah oknum warga mencoba melakukan panen massal di wilayah Pos 3 dan Pos 9 perusahaan perkebunan di wilayah itu. Hal tersebut menjadi perhatian aparat gabungan melakukan pengamanan.
Petugas lalu mengajak masyarakat tidak melakukan panen massal. Namun, di lapangan warga disebut bersikeras dan melakukan perlawanan dengan cara melempar batu, ketapel, egreg, dodos, bom molotov, dan lainnya. Adapun versi warga membantah upaya panen massal dan serangan dengan bom molotov. Peristiwa itu berawal ketika warga membangun tenda, kemudian berpindah ke lokasi lain di wilayah perkebunan tersebut. Saat pemasangan tenda, aparat bersenjata lengkap datang ke lokasi.
Petugas lalu meminta warga membubarkan diri, namun hal itu diabaikan massa. Setelah itulah keluar instruksi penembakan gas air mata. Tak berselang lama, warga menyebut ada peluru tajam yang ditembakkan. Sejumlah tembakan itulah yang disebut ada menembus dada seorang warga, Gijik. Korban lainnya, Taufik Rahman, terkena tembakan di punggung hingga tembus tulang ekor. ”Kami tidak ada menyediakan bom molotov seperti apa yang disampaikan di media. Apalagi ada upaya panen massal yang berujung bentrokan. Yang perlu saya tegaskan, tidak ada bom molotov, tidak ada panen massal, dan tidak ada senjata rakitan,” ujar Joda, salah satu peserta aksi.
Dia menyesalkan sikap aparat. Seharusnya aparat merangkul dan mengajak warga duduk bersama mencari jalan keluarnya, tetapi malah melepaskan tembakan. ”Ada dua orang korban dalam peristiwa ini. Satu orang atas nama Gijik meninggal dunia dengan luka tembak pada bagian dada sebelah kanan. Sedangkan warga atas nama Taufik Rahman luka tembak bagian punggung tembus tulang ekor,” katanya.
Pada keterangan sebelumnya, Sabtu (7/10/2023), Erlan menegaskan, apabila terbukti ada oknum anggota yang melakukan penembakan dengan senjata berpeluru tajam, pihaknya akan melakukan investigasi lebih lanjut. ”Kita tunggu hasil investigasi internal dan komparatif dari pihak rumah sakit,” ujar Erlan. Sementara itu, Alexius, pihak keluarga korban tewas dalam insiden itu menyatakan akan menuntut secara hukum oknum kepolisian yang diduga menembak korban hingga tewas. Dia menyebut hasil autopsi yang membenarkan ada peluru tajam yang bersarang ditubuh korban, hingga menyebabkan kehilangan nyawanya.
”Proses autopsi sudah selesai. Kami menuntut proses hukum kepada yang bertanggung jawab menembak korban, Gijik, karena memang ditemukan peluru tajam,” kata Alexius saat di kamar jenazah RSUD dr Murjani, Minggu (8/10) sore. Alex menuturkan, jenazah Gijik akan dibawa dan disemayamkan dirumah duka di Desa Bangkal. Untuk penyelesaian hukum, dia meminta agar kasus tersebut dibuat terang benderang.
”Harus dicari dan diusut, siapa yang harus bertanggungjawab? Baik itu pelaku, juga yang memerintahkan menembak. Kami akan kawal sampai tuntas,” ujar pria yang juga anggota DPRD Kalteng ini. (daq/yn/sir/ang/ign)