Tim Advokasi Solidaritas untuk Bangkal menerbitkan hasil temuan investigasi awal peristiwa kekerasan di Desa Bangkal yang dilakukan aparat kepolisian di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, 7 Oktober lalu. Temuan itu mempertegas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga hingga merenggut nyawa yang diduga akibat tembakan peluru tajam. Ada 10 tim advokasi yang tergabung dalam investigasi tersebut. Secara garis besar, mengungkap kronologi konflik perkebunan sebelum puncaknya terjadi dengan tewasnya seorang warga. Aksi masyarakat berlangsung sejak 16 September 2023 hingga ”dipaksa” berhenti akibat timbulnya korban jiwa pada 7 Oktober 2023.
Disebutkan ada ratusan personel dari Satuan Brimob, Direktorat Samapta, serta Direktorat Reserse Kriminal dikerahkan ke Desa Bangkal. Hingga diduga terjadi tindakan represif terhadap warga. Bahkan, ada informasi seringnya penembakan dengan senjata peluru karet dan gas air mata pada warga desa hingga menyebabkan warga terluka. Tewasnya seorang warga, Gijik (35) pada 7 Oktober lalu, dinilai sebagai bentuk pembunuhan di luar hukum. Tim advokasi juga menemukan korban luka yang menimpa warga, diduga akibat penggunaan peluru karet. Di sisi lain, penembakan gas air mata menimbulkan korban anak, remaja, perempuan, ibu hamil, dan orang lanjut usia.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya Aryo Nugroho mengatakan, berdasarkan paparan tersebut, terjadi kriminalisasi lantaran penegak hukum melakukan upaya paksa terhadap warga untuk mengambil keterangan. ”Penegak hukum sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada warga untuk mengakses bantuan hukum atau didampingi oleh advokat/pengacara,” katanya, Minggu (15/10/2023). Aryo menegaskan, berdasarkan hasil temuan dan analisis, Tim Advokasi Solidaritas untuk Bangkal menyimpulkan adanya pengerahan aparat yang masif ke Desa Bangkal. Berujung pada tindak kekerasan terhadap warga, termasuk perempuan dan anak-anak.
Atas temuan itu, pihaknya mendesak Mabes Polri mengakui kelalaian dan kesalahan pada publik, melakukan pengawalan pengusutan kasus penembakan terhadap Gijik secara transparan dan adil sesuai kaidah hukum, melakukan evaluasi secara menyeluruh berkaitan dengan proses penegakan hukum, terutama penegakan hukum yang dilakukan dengan cara dan prosedur dengan melakukan tindakan penyiksaan.
Lalu, menginternalisasi prinsip dan nilai hak asasi manusia kepada setiap anggota kepolisian dalam setiap kerja kepolisian ketika menangani aksi demonstrasi. Serta memastikan setiap peraturan kepolisian yang berkaitan dengan pengimplementasian penghormatan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia ditegakkan. Kepada Polda Kalteng, mendesak membuka dan mempertanggungjawabkan pada publik terkait penanganan dan pengusutan penembakan yang menyebabkan Gijik meninggal dunia. Lalu, mencopot Karoops Polda Kalteng, Dansat Brimbob Polda Kalteng, Dirsamapta Polda Kalteng, dan Wadirsamapta Polda Kalteng selaku penanggung jawab pengamanan demonstrasi damai.
”Karena atas kelalaian dan kesalahan anggotanya yang menyebabkan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat,” katanya. Kemudian, lanjutnya, memberhentikan secara tidak hormat anggota pengamanan yang terlibat dalam tindakan kekerasan dan penembakan demonstran, serta segera menghukumnya sesuai aturan internal kepolisian dan hukum pidana yang berlaku. Lalu, kepada Komnas Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, mendesak mengawal dan pemantauan penanganan kasus kematian Gijik yang sedang berjalan di kepolisian, melakukan penyelidikan terhadap bukti dan data di lapangan yang terkait dengan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan kepolisian.
”Membuka dan mempertanggungjawabkan hasil investigasi Komnas HAM kepada masyarakat atas meninggalnya Gijik, serta rentetan tindak kekerasan terhadap warga masyarakat Desa Bangkal,” katanya. Kemudian, mendesak Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia melakukan pengawasan secara efektif terhadap proses penanganan kasus yang sedang berjalan di kepolisian, mengeluarkan rekomendasi yang dapat membebankan tanggung jawab tidak hanya pada level bintara yang bertugas di lapangan, tetapi juga level perwira yang berwenang memberi perintah. ”Mengeluarkan rekomendasi yang dapat mempercepat proses reformasi di tubuh kepolisian. Terakhir, kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia, mendesak melakukan perlindungan terhadap saksi dan keluarga korban agar terhindar dari gangguan selama penanganan kasus sedang berjalan demi meminimalisir risiko berbagai ancaman yang datang,” kata Arto. (tim)