Praktik prostitusi terselubung di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) disinyalir kian subur. Kian mudahnya akses komunikasi melalui media sosial jadi salah satu pemicu bisnis haram itu terus berjalan. Bahkan, melibatkan kalangan pelajar. Praktik itu berlangsung di sejumlah hotel atau penginapan di Kota Sampit. Modusnya beragam, mulai dari jasa pemandu lagu hingga kepada menemani nongkrong di kafe.
ET, seorang pria yang mengetahui seluk belum bisnis tersebut mengatakan, praktik itu sulit diberantas, karena muncikari biasanya hanya sebagai perantara awal. Bahkan, pelanggan bisa langsung menghubungi perempuan pemuas nafsu melalui media sosial. ”Sekarang lewat medsos bisa tanpa ada perantara,” katanya. Adapun tarifnya bervariasi. Mulai dari Rp500 ribu hingga jutaan rupiah. ”Tergantung negosiasi. Kalau yang sudah kenal sebelumnya, bisa lebih murah,” katanya. Menurutnya, tidak sedikit anak usia sekolah terlibat dan menjadi korban praktik haram tersebut. ”Sebenarnya sudah rahasia umum hotel-hotel yang sering menjadi tempat kegiatan begini,” katanya.
Sejumlah sumber lainnya mengungkapkan, sebagian besar pelaku yang terjun ke bisnis tersebut masih remaja. Hal itu bisa dilihat dari gaya hidup remaja yang sudah terbiasa keluar masuk tempat hiburan malam. ”Kalau bagi penikmat dunia malam, urusan begitu sebenarnya sudah sejak lama dan itu memang menandakan majunya sebuah kota. Dilihat dari kehidupan malamnya juga,” kata sumber Radar Sampit. Prostitusi melibatkan pelajar sebelumnya diungkap Wakil Bupati Kotim Irawati. Menurutnya, ada pelajar SMP yang rela menyerahkan dirinya melayani nafsu laki-laki yang siap membayarnya. ”Jadi, dia memberikan pelayanan bukan suatu paksaan, tetapi sudah hobi. Parahnya, muncikarinya anak SMP di kelas itu. Dia tawarkan ke teman sekelasnya dan ada saja temannya yang mau. Ke mana otaknya?” kata Irawati dengan nada geram saat membuka Kemah Budaya di Museum Kayu Sampit, Sabtu lalu.
Pelajar SMP yang dimaksud rela menjual diri bukan karena impitan ekonomi dan tuntutan gaya hidup, tetapi atas keinginan dan kesadaran sendiri. Bahkan, Irawati mengaku sempat berbincang langsung dengan pelajar tersebut. ”Kalau dibilang faktor kesulitan ekonomi atau gaya, enggak juga. Dia tergolong anak orang kaya dan berani menawarkan kesana-kemari. Jaringannya sudah luas, berarti sudah terlatih. Ibu gertak aja dia gak takut. Malah saya tanya, ibumu tahu tidak? Tahu Bu. Ya Allah, Yaa Rabbi,” ucap Irawati dengan suara bergetar. (ang/ign)