Bisnis prostitusi yang telah merambah kalangan pelajar di Kabupaten Kotawaringin Timur jadi perhatian serius Dinas Pendidikan Kotim. Disdik Kotim sebelumnya telah menginstruksikan pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan Kotim. Instruksi yang ditetapkan dan diberlakukan mulai 10 Oktober 2023 lalu itu diterbitkan sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Ditujukan kepada kepala satuan pendidikan anak usia dini (PAUD), SD, SMP, SKB, dan PKBM.
Ada tujuh poin yang tertera dalam instruksi tersebut, di antaranya kepala satuan pendidikan di Kotim diminta membentuk tim pencegahan dan kekerasan (TPPK) di lingkungan satuan pendidikan, memfasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi TPPK, merencanakan, dan melaksanakan program pencegahan dan penanganan kekerasan dilingkungan satuan pendidikan.
Kemudian, menyusun dan melaksanakan tata tertib dan program pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, menjalankan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang ditetapkan oleh kementerian dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya, dan melakukan kerja sama dengan instansi atau lembaga terkait dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. ”Dalam instruksi ini tidak hanya untuk mencegah tindakan kekerasan, bullying, peloncoan, tetapi juga termasuk kekerasan seksual dan termasuk juga kasus yang mengarah ke prostitusi,” kata Muhammad Irfansyah, Plt Kepala Disdik Kotim.
Upaya pengawasan kepada peserta didik sudah dilakukan para guru di satuan pendidikan dalam setiap kesempatan agar peserta didik tidak terjerumus perilaku menyimpang. Seperti penyalahgunaan narkoba dan pergaulan bebas bahkan prostitusi. ”Setiap upacara sudah sering peserta didik diingatkan para guru agar belajar yang sungguh-sungguh dan menghindari perbuatan yang menyimpang,” ujarnya.
Upaya razia handphone juga dilakukan di setiap satuan pendidikan kepada peserta didik agar memahami kapan waktu menggunakan handphone dan kapan waktu belajar di sekolah. ”Dari dulu sudah diperingatkan larangan siswa siswi membawa handphone ke sekolah. Sebenarnya razia itu sudah sering dilakukan. Namun, yang terjadi malah beberapa orang tua mempertanyakan kenapa handphone anaknya disita. Ternyata ada miskomunikasi. Anak menyebut boleh bawa ponsel ke sekolah, padahal dalam aturan sekolah dilarang, karena dikhawatirkan dapat mengganggu aktivitas belajar,” ujarnya.
Disdik Kotim menginstruksikan seluruh satuan pendidikan di Kotim membentuk tim TPPK untuk melakukan pengawasan yang lebih luas dengan melibatkan semua pihak, mulai dari ketua RT, kades, lurah, camat, dan orang tua pelajar. ”Pembentukan tim ini untuk memberikan tingkat kepedulian semua pihak terhadap pelajar dengan melakukan pengawasan apabila menemukan pelajar yang melakukan perbuatan menyimpang seperti tindakan kekerasan, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, hingga prostitusi yang baru-baru ini terjadi. Keterlibatan semua pihak ini sangat diperlukan untuk mencegah hal lebih buruk terjadi yang bisa saja berdampak terhadap rusaknya masa depan generasi bangsa,” katanya. (hgn/ign)